Sukses

Indonesia Jadi Negara ke-2 di Dunia dengan Tingkat Deforestasi Terparah pada 2024

Meski banyak inisiatif yang dimulai untuk mengurangi dampak deforestasi, kondisi sosio-ekonomi negara-negara dengan tingkat deforestasi terparah tahun 2024, termasuk Indonesia, dinilai mempersulit penghentian perburuan liar dan aktivitas ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia jadi negara ke-2 di dunia dengan tingkat deforestasi terparah pada 2024 setelah Brasil, menurut World Population Review, sebuah lembaga yang menyediakan data populasi dan demografi global, berdasarkan hitungan luas deforestasi sejak 1990. Di laporan deforestasi tahunan mereka, ada 10 negara yang jadi "tersangka utama, karena sebagian besar deforestasi terjadi di hutan hujan dan hutan."

Mengutip situs webnya, Senin (22/1/2024), ini mencakup hutan hujan Amazon, yang berada di Brasil dan di sebagian wilayah Amerika Selatan, dan kumpulan hutan hujan yang ditemukan di Asia, terutama di dekat Myanmar. "Meski banyak inisiatif yang dimulai untuk mengurangi dampak deforestasi, kondisi sosio-ekonomi negara-negara tersebut mempersulit penghentian perburuan liar dan aktivitas ilegal, seperti pengambilan kayu dan hewan liar dari habitatnya," catat pihaknya.

"Negara-negara maju" jarang masuk dalam daftar tersebut karena dua alasan. Pertama, negara-negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara bekas persemakmuran tidak mempunyai hutan yang luas di wilayah mereka.

Kedua, negara-negara maju dapat berinvestasi dalam program-program tertentu yang mendiversifikasi pendapatan mereka, sehingga kurang dapat diandalkan untuk mengeksplorasi sumber daya alam atau investasi eksternal yang memengaruhi keberlanjutan.

Misalnya, mereka mencontohkan, Kanada selama bertahun-tahun sudah terkenal dengan bahan-bahan penebangan kayunya, namun negara itu beralih memusatkan keuntungannya pada aliran pendapatan lebih modern, seperti teknologi dan investasi keuangan dalam perekonomian kapitalis.

Meski semua negara bertanggung jawab menjaga sumber daya utama mereka dan melakukannya dengan cara yang terbarukan, sebagian besar perhatian tertuju pada Brasil dan pemerintahnya. Amazon sejauh ini merupakan daratan terluas yang memiliki pepohonan, hutan, dan beragam habitat, termasuk suku yang telah tinggal di sana selama puluhan ribu tahun.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

10 Negara dengan Tingkat Deforestasi Terparah pada 2024

Sebagian besar, yakni 80 persen wilayah hutan Amazon yang mengalami deforestasi telah digantikan peternakan sapi dibandingkan menanam pohon dan tanaman yang telah ditebang di wilayah tersebut. Meski daging sapi dapat diekspor untuk mendapat lebih banyak uang, ini adalah salah satu metode pertanian terburuk yang digunakan untuk memanfaatkan lahan, karena emisi karbon dan gas rumah kaca meningkat akibat peternakan sapi.

Secara lengkap, berikut 10 negara dengan tingkat deforestasi terparah tahun 2024, menurut World Population Review:

  1. Brasil
  2. Indonesia
  3. Kongo
  4. Angola
  5. Tazmania
  6. Myanmar
  7. Paraguay
  8. Bolivia
  9. Mozambik
  10. Argentina

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menguak luas kawasan hutan Indonesia pada 2023, menurut data mereka. Ditanya sejauh mana kebijakan berhasil menahan laju deforestasi di Indonesia dan mewujudkan FOLU Net Sink 2030, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Hanif Faisol Nurofiq, menjawab bahwa itu tidak lepas dari penetapan kawasan hutan.

Di paparan hybrid "Refleksi KLHK Tahun 2023 : Harmoni Alam," 28 Desember 2023, Hanif menyebut bahwa total luas kawasan hutan di Indonesia ditetapkan mencapai 125,7 juta hektare atau 65,5 persen dari luas daratan. "Ini semua harus kita jaga dalam kondisi legal dan legitimate (sah)," sebut dia.

 

3 dari 4 halaman

Tata Batas Kawasan Hutan

Hanif memaparkan bahwa pada 2020, tata batas kawasan hutan berada di angka 88 juta hektare. Lalu, 2021, 2022, dan 2023, pihaknya mengklaim menyelesaikan "seluruh rangkaian tata batas (kawasan hutan) di angka 77,4 ribu kilometer, dengan potensi penetapan di angka 37 juta hektare."

Dengan demikian, kawasan hutan Indonesia pada akhir 2023 mencapai 125 juta hektare. "Insya Allah (pada) 2024, tata batas kita selesaikan di angka 100 persen," imbuhnya. "Demi menunjang legalitas kawasan hutan, kita harus meningkatkan legitimasinya, termasuk melalui program Tanah Objek Reforma Agraria."

"KLHK mencatatkan target 4,1 juta hektare dan hari ini, kita telah merealisasikannya di angka 2,9 juta hektare yang telah didistribusikan Bapak Presiden (Jokowi) pada seluruh masyarakat di seluruh Indonesia. "Jadi, sisa target 1,2 juta insya Allah kita akan kejar di tahun 2024."

Kendala dalam legitimasi kawahan hutan, menurut Hanif, karena harus ada pengokohan kegiatan masyarakat setempat. Ia mengklaim, "Ini yang kemudian jadi kendala utama karena menyebar dan diperlukan tenaga yang cukup besar."

4 dari 4 halaman

Ancaman Deforestasi di Indonesia

Terkait deforesiasi, Hanif mengklaim, berkat Sistem Monitoring Hutan Nasional alias SIMONTANA, deforestasi turun sejak tahun 2019 dari 462,5 ribu hektare, kemudian "turun drastis" ke 115,5 ribu hektare pada 2020. "Di tahun 2021, (deforestasi menurut SIMONTANA) berada di angka 113,5 ribu hektare, dan pada 2022 jadi 104 ribu hektare," kata dia.

Sementara itu, menurut catatan Global Forest Watch, dikutip dari situs webnya, Kamis, terdapat 594.277 peringatan deforestasi yang dilaporkan di Indonesia antara 10 hingga 17 Desember 2023, mencakup total 7,3 ribu hektare.

Pihaknya mencatat bahwa 1,5 persen di antaranya merupakan peringatan berkeyakinan tinggi yang terdeteksi sistem singel dan 0,22 persennya merupakan peringatan yang terdeteksi beberapa sistem.

Di sisi lain, ada data yang menyebut bahwa Indonesia berhasil menurunkan angka deforestasi sampai titik terendah pada 2021--2022 sebesar 104 ribu hektare, dari sebelumnya 113,5 ribu hekate pada 2020--2021, lapor Tim Bisnis per 18 Januari 2024.

Menurut perhitungan sejak 1990, deforestasi tertinggi terjadi pada 1996 sampai 2000, yakni 3,5 juta hektare per tahun, lalu 2002 sampai 2014 sebesar 0,75 juta hektare per tahun, dan mencapai titik terendah pada 2022 sebesar 104 ribu hektare.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.