Sukses

Sungai Amazon Alami Kekeringan Terparah dalam Satu Abad Terakhir, Warga Kekurangan Air Bersih dan Ekosistem Hutan Rusak

Sungai Amazon di Brasil mengalami kekeringan terparah selama satu abad terakhir. Kekeringan tersebut menyebabkan sulitnya akses kebutuhan dan kekeringan warga setempat. Kenaikan suhu pada sungai tersebut juga merusak ekosistem hutan.

Liputan6.com, Jakarta - Sungai Amazon di Brasil mengalami kekeringan terparah dalam lebih dari satu abad terakhir. Dilansir dari Japan Today, Minggu (22/10/2023), kekeringan yang terjadi di jantung dari hutan hujan Brasil ini berdampak buruk pada kehidupan ratusan ribu orang dan ekosistem hutan.

Anak-anak Sungai Amazon yang mengering dengan cepat telah menyebabkan perahu-perahu terdampar serta memutus pasokan makanan dan air ke desa-desa terpencil. Suhu air yang kian meningkat juga diduga telah membunuh lebih dari 100 lumba-lumba Sungai Amazon yang terancam punah.

Pelabuhan Manaus yang merupakan daerah terpadat di kawasan tersebut, berlokasi di pertemuan Rio Negro dan Sungai Amazon, mencatat penurunan kedalaman air di sungai tersebut. Kedalaman sungai tercatat memiliki tinggi 13,59 meter pada minggu ini, yang semula adalah 17,60 meter pada tahun lalu, menurut situs webnya.

Sungai Amazon yang semakin surut saat ini merupakan penurunan yang terparah sejak dimulainya pencatatan kedalaman sungai pada 1902, dan melewati penyurutan terparah sebelumnya pada 2010.

Setelah berbulan-bulan tanpa hujan, Pedro Mendoca, seorang penduduk dari desa hutan hujan, mengatakan bahwa dirinya merasa terbantu ketika sebuah lembaga swadaya masyarakat Brasil mengirimkan pasokan kebutuhan kepada penduduk tepi sungai di dekat Kota Manaus pada akhir pekan lalu.

"Kami sudah tiga bulan tidak mendapat hujan di daerah kami," kata Mendonca yang tinggal di Santa Helena do Ingles, sebelah barat Kota Manaus, ibu kota negara bagian Amazonas. "Ini jauh lebih panas dibandingkan kekeringan sebelumnya," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak dari El Nino

Saat ini, beberapa wilayah di Amazon mengalami curah hujan paling sedikit pada Juli hingga September sejak 1980, menurut pusat peringatan bencana pemerintah Brasil, Cemaden. Kementerian Ilmu Pengetahuan Brazil mengatakan, kekeringan ini disebabkan oleh fenomena iklim El Nino pada tahun ini, yang juga mendorong cuaca ekstrem secara global.

Dalam sebuah pernyataan pada awal Oktober 2023, kementerian tersebut memperkirakan kekeringan akan berlangsung setidaknya hingga Desember, ketika dampak dari El Nino diperkirakan mencapai puncaknya. Kekeringan ini telah berdampak pada 481.000 orang pada Senin, 16 Oktober 2023, menurut badan pertahanan sipil di negara bagian Amazonas, tempat Manaus berada.

Akhir pekan lalu, para pekerja dari LSM Brazil, Fundacao Amazonia Sustentavel (FAS) menyebar ke seluruh wilayah terdampak kekeringan di dekat Manaus untuk mengirimkan makanan dan pasokan kebutuhan ke desa-desa yang terdampak. Kekeringan tersebut telah mengancam akses mereka terhadap makanan, air minum, dan obat-obatan yang biasanya diangkut melalui sungai.

3 dari 4 halaman

Warga Kekurangan Pasokan Air

Nelson Mendonca yang merupakan tokoh masyarakat di Santa Helena do Ingles, mengatakan beberapa daerah masih dapat dijangkau dengan kano. Namun, banyak perahu tak mampu melewati sungai untuk membawa perbekalan, sehingga sebagian besar barang diangkut dengan traktor atau berjalan kaki.

"Ini bukan solusi yang terbaik bagi kami, karena kami masih terisolasi," ungkap Mendonca.

Luciana Valentin, yang juga tinggal di Santa Helena do Ingles, mengungkapkan keprihatinannya dengan kebersihan pasokan air setempat setelah kekeringan yang terjadi. "Anak-anak kami diare, muntah-muntah, dan sering demam karena air," ujarnya.

Di dalam negeri, kekeringan juga terjadi di Trenggalek, Jawa Timur yang menyebabkan ribuan warga mengalami krisis air bersih. Dilansir dari kanal Regional Liputan6.com, Jumat, 20 Oktober 2023, kekeringan di Trenggalek semakin meluas. 

Badan Pengendali Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek menyebut, wilayah terdampak bencana kekeringan di kabupaten tersebut hingga pertengahan Oktober ini meluas di 17 desa/kelurahan dari 11 desa/kelurahan di 10 kecamatan. Hal itu mengacu pada pemantauan lapangan dan data penambahan desa yang mengajukan permintaan bantuan air bersih.

4 dari 4 halaman

Krisis Air Bersih di Trenggalek

Kepala pelaksana BPBD Trenggalek Traidi Atmono di Trenggalek mengatakan bertambahnya jumlah warga terdampak itu, karena kekeringan di Bumi Menak Sopal saat ini terus meluas. Berdasar data wilayah per desa itu, BPBD Trenggalek mencatat ada 7.845 warga dari 2.468 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak langsung dan mengalami krisis air bersih.

Untuk menanggulangi hal itu, pihaknya bersama dengan stakeholder lainnya berjibaku menggelontorkan air bersih ke daerah terdampak kekeringan. Trenggalek, kata dia, mengalami kekeringan meteorologi kategori Awas yang membuat sumur-sumur air warga mengering. Hingga saat ini ada sebanyak 163 tangki berisi air bersih yang sudah digelontorkan.

"Kemudian upaya penanganan bersama, ada sebanyak 42 tandon, 335 jeriken, dan 26 terpal yang sudah didistribusikan ke masyarakat," katanya, Kamis, 19 Oktober 2023.

Pemerintah daerah (pemda) tengah mengusulkan bantuan pembuatan sumur bor kepada BNPB melalui Pemprov Jatim dengan estimasi anggaran mencapai lebih dari Rp8 miliar. "Berkaca pada dampak kekeringan 2019 lalu, titik sumur bor itu direncanakan ada di 66 desa," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini