Sukses

Keseruan Belajar Karakami, Seni Cetak Pola Tradisional dari Kyoto di ASAI Kyoto Shijo

Kyoto menyimpan segudang cerita menarik untuk diulik, baik dari sisi wisata sampai budaya. Salah satu kegiatan yang wajib dicoba ketika pelesir ke kota ini adalah belajar kerajinan tangan tradisionalnya, yakni Karakami, yang masih dipertahankan eksistensinya hingga saat ini.

Liputan6.com, Kyoto - Kyoto menyimpan segudang cerita menarik untuk diulik, baik dari sisi wisata sampai budaya. Salah satu kegiatan yang wajib dicoba ketika pelesir ke kota ini adalah belajar kerajinan tangan tradisionalnya, yakni Karakami, yang masih dipertahankan eksistensinya hingga saat ini.

Aktivitas belajar Kyoto Karakami turut dihadirkan pula oleh ASAI Kyoto Shijo. Hotel ini bernaung di bawah Dusit International, perusahaan perhotelan multinasional Thailand yang berkantor pusat di Bangkok, Thailand.

Liputan6.com berkesempatan berkunjung ke Kyoto, menginap di ASAI Kyoto Shijo, dan tentunya belajar proses di balik terciptanya Karakami. Kegiatan ini dilakukan di meja besar yang ada di seberang sudut resepsionis.

Sebelum dimulai, pegiat seni lokal sekaligus staf di Karamaru, Fujiko Ueda menata cetakan balok kayu yang telah diukir di atas kayu magnolia. Cetakan-cetakan sekiranya seukuran kartu pos itu dihiasi ukiran pola tradisional yang diturunkan dari zaman kuno.

Di depan cetakan, ada dua spons dan kuas kecil di atasnya. Untuk menghias pola, Ueda juga menyediakan pigmen yang berfungsi sebagai warna dalam pencetakan pola.

Ueda juga membawa dudukan kayu yang berfungsi sebagai media untuk mengeringkan kertas yang telah dicetak pigmen, setumpuk kertas, dan tak ketinggalan kain lap untuk menghapus warna pada cetakan. Ueda menjelaskan bahwa Karakami aslinya dibawa dari Dinasti Tang China sekitar 1.300 tahun yang lalu dan Jepang mendapat pengaruh besar dari negara tersebut, terkhusus budayanya.

"Karakami dahulu digunakan sebagai alat tulis menulis puisi untuk surat-surat yang akan diberikan sebagai hadiah. Seiring berjalannya waktu, kami menggunakannya untuk dekorasi ruangan fusuma dari ruang tatami atau kertas, atau sebagai panel seni," kata Ueda saat ditemui di ASAI Kyoto Shijo, Jumat, 13 Oktober 2023.

Fusuma sendiri merupakan sliding door yang biasa ada di rumah-rumah khas Jepang. Kini, Karakami juga digunakan dekorasi hotel, rumah, kuil dan banyak tempat lainnya.

"Pigmen terbuat dari kristal kira (mika). Ini adalah bahan yang sama dengan yang digunakan 1.300 tahun yang lalu, mengandung rumput laut rebus yang disebut funori," tambahnya.

Ueda menyebut Karakami sendiri memiliki sekitar 300 pola. Beberapa cetakan pola dari seni ini dibawa dalam kegiatan ini, yang terdiri atas Glowing clouds, Tubo tubo, Round dragon, Korin's great wave, Clematis flower, dan lainnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Langkah Membuat Karakami

Sebelum memulai, Ueda memeragakan terlebih dahulu kepada rombongan Familiarization Trip (fam trip) dari Jakarta yang ikut kegiatan tersebut. Pertama-tama, spons diolesi pigmen yang tersedia dengan dua warna, yakni kuning dan putih. Spons yang sudah berisi warna pilihan tersebut lantas di tepuk-tepuk ringan ke atas balok kayu yang punya ragam opsi pola tradisional secara merata.

Kemudian ambil kertas dan tekan sudut kanan bawah dengan tiga jari dan sisi kiri ditekan perlahan untuk menempelkan warna pigmen. Ulangi langkah itu untuk sisi satunya.

Dilanjutkan dengan menekan sisi kanan dengan tepi tangan dan mengambil ujung sisi kiri dengan ibu jari untuk melihat apakah warna sudah merata. Bila dirasa kurang, tambah pigmen lagi dengan spons dan tepuk-tepuk ringan ke cetakan kayu serta ulangi langkah tersebut di sisi satunya.

Bila dirasa cukup, angkat perlahan kertas tersebut dan diamkan sejenak untuk mengeringkan pigmen. Ueda menyebut bahwa pigmen di kertas akan kian terlihat ketika warnanya sudah benar-benar mengering.

Setelah selesai dengan salah satu corak, pigmen di atas cetakan dapat dihapus dengan kain lap basah yang tersedia. Proses pencetakan dengan pola lainnya dapat dilakukan berulang kali dengan langkah yang sama.

Belajar Karakami di ASAI Kyoto Shijo tersedia untuk kelompok beranggotakan enam orang atau lebih. Untuk kelompok kecil yang terdiri dari kurang dari 6 orang, kegiatan diadakan di workshop Karamaru yang hanya berjarak hanya 5 menit dari hotel.

3 dari 4 halaman

ASAI Kyoto Shijo

ASAI Kyoto Shijo sendiri adalah hotel gaya hidup yang dibuka oleh Dusit International. Hotel yang berada di kawasan Shijo Karasuma di jantung kota Kyoto tersebut resmi dibuka pada 1 Juni 2023 lalu.

Dalam bahasa Thailand, ASAI sendiri berarti "to live like a local". Berangkat dari makna tersebut, pihaknya menghadirkan ruang bersama Eat/Work/Play yang berfungsi sebagai ruang makan utama dan bar, tempat para tamu dan komunitas lokal dapat berkumpul dan menjalin komunikasi.

Hotel ini memiliki total 114 kamar yang terdiri atas enam tipe, yakni Cozy King (20 kamar), Comfy Twin (52 kamar), Comfy King (8 kamar), Comfy Hollywood Twin (24 kamar), Accessible Comfy King (2 kamar), dan Comfy Corner Hollywood Twin (8 kamar). Harga menginap di ASAI Kyoto Shijo berkisar 10 ribuan yen hingga 44 ribuan yen (Rp1 jutaan--Rp4,6 jutaan) tergantung kamar dan fasilitas yang dipilih.

Saya sendiri menginap di kamar Comfy Twin yang punya dua tempat tidur yang beralaskan tatami, sejenis tikar yang digunakan sebagai bahan pada ruangan bergaya tradisional Jepang. Ketika memasuki kamar, di sisi kiri terdapat meja rak lengkap dengan wastafel, pengering rambut, gelas, dan lainnya.

Di sisi kanan, ruangan dengan kloset yang terpisah dari ruang mandi. Dekat dengan tempat tidur dihadirkan pula meja dan kursi kecil.

4 dari 4 halaman

Restoran dengan Sajian Khas Thailand

Soi Gaeng, restoran sekaligus bar di ASAI Kyoto Shijo membawa sedikit sentuhan Bangkok di Kyoto. Lokasi ini mengusung konsep "makanan kaki lima Thailand di Kyoto".

Nama Soi Gaeng adalah gabungan dari kata "soi" yang mengacu pada jalan samping kota Bangkok, tempat lahirnya jajanan pinggir jalan, dan "gaeng" yang berarti kari. Restoran tersebut ini menawarkan berbagai makanan jalanan yang berfokus pada kari, terbuat dari bahan segar dan berkualitas. Menu ini terdiri dari tiga bagian, yakni kari otentik, makanan serta minuman Thailand, dan makanan penutup khas Thailand.

Selama dua malam menginap, saya mencicipi dua sajian berbeda saat makan pagi. Hari pertama, saya memesan mi khas Thailand yang berisi mi putih pipih, sayuran hijau, irisan ayam yang disiram kuah kaldu bening yang gurih.

Sajian ini ditemani oleh tiga buah pangsit goreng, saus asam manis, serta semangkuk salad. Sedangkan pada hari kedua, saya memesan set menu yang berisi nasi putih diselimuti telur dadar, semangkuk kari hijau khas Thailand, kuah bening, dan tentunya semangkuk salad. Tak lupa segelas kopi hitam untuk memulai hari yang indah di Kyoto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini