Sukses

Cerita Surya Sahetapy Ditawari Jadi Dosen di Rochester AS, Satu-satunya dari Indonesia

Kisah inspiratif datang dari putra Dewi Yull dan Ray Sahetapy, Surya Sahetapy. Pria berusia 29 tahun ini dikenal haus akan ilmu dan semangat belajar yang tinggi mengantarkannya berhasil menyelesaikan studi di Amerika Serikat.

Liputan6.com, Jakarta - Kisah inspiratif datang dari putra Dewi Yull dan Ray Sahetapy, Surya Sahetapy. Pria berusia 29 tahun ini dikenal haus akan ilmu dan semangat belajar yang tinggi mengantarkannya berhasil menyelesaikan studi di Amerika Serikat.

Merujuk dari laman resminya, aktivis tuli ini menyandang gelar Associate of Science usai lulus dari National Technical Institute for the Deaf pada 2019 lalu. Kala itu, ia berhasil meraih IPK 3,6 dan meraih predikat Cum Laude.

Surya kemudian menyelesaikan pendidikannya di Rochester Institute of Technology pada 2021 dan menyandang Bachelor of Science. Predikat Magna Cum Laude pun dikantonginya setelah meraih IPK 3,65.

Yang teranyar, founder Handai Tuli tersebut telah lulus S2 atau Master of Science dari Rochester Institute of Technology/National Technical Institute for the Deaf pada Mei 2023. Perjuangan Surya belajar di Negeri Paman Sam bukanlah hal yang mudah.

Ia pun berbagi sepenggal kisah melalui unggahan di akun Instagram pribadinya. "Tahun 2018, saya membawa bendera 🇮🇩 guna mengingatkan saya selalu agar jangan lupa pulang setelah selesai studi," tulisnya di unggahan yang dibagikan pada 24 September 2023.

Surya kini diterima menjadi dosen di almamaternya, Rochester Institute of Technology yang berlokasi di New York, Amerika Serikat. "Tahun 2023 ini, saya bangga dengan sangat bersyukur untuk menerima tawaran dari RIT/NTID sebagai dosen pendidikan Tuli-HoH," lanjutnya.

"Hampir menyerah untuk menyelesaikan studi karena kebijakan di Indonesia yang mencegah mimpi saya jadi pengajar pada tahun lalu sehingga mendapatkan pertolongan dari pusat kesehatan mental Tuli di Rochester (trauma kecil, grief dll), dan berkat support system disini — membuat saya untuk buka mata bahwa tidak salah untuk berkarir di luar," cerita Surya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kisah Inspiratif Surya Sahetapy

"Memulai kehidupan baru. Go for it! (Thank you my mentors, best friends and therapists here)," ungkap Surya.

Ia menerangkan, "Bagi yang tidak memberi akses bahasa isyarat untuk anak-anak Tuli-HoH seperti pengembangan bahasa isyarat, penelitian dan program edukasi, mohon pertimbangkan lagi keputusan anda … Prihatin sekali bahwa adik-adik Tuli-HoH ingin mewujudkan mimpi untuk mengubah dunia tetapi kesulitan mengakses bahasa isyarat sejak usia dini — karena sikap kalian yang tidak "Egalitarian."

Surya turut menyinggung soal Egalitarian dan merujuk untuk mempelajari Hierarchy of Attitudes dari artikel Jerome D. Schein, dengan judul "Advocacy: A Dual Perspective," (1985). "atau tidak salah juga mencari arti melalui "google"" tambahnya.

"Saya sangat beruntung memiliki akses bahasa isyarat dari Kakak Tuli, Om Tuli, dan komunitas Tuli serta dukungan keluarga di mana pendidikan di Indonesia kurang akses bahasa isyarat sejak kecil. Semoga makin banyak Tuli-HoH Indonesia menjadi dosen di Indonesia dan negara lain termasuk AS dan negara lainnya," tutupnya.

3 dari 4 halaman

Berbagi Cerita dengan Ganjar Pranowo

Dikutip dari Health Liputan6.com, Surya berbagi cerita dengan Ganjar Pranowo terkait pencapaiannya kini. "Halo, Pak! Selamat pagi, waktu Amerika. Mau kasih info dikit, Pak," ucap Surya melalui sambungan video call dengan Ganjar.

"Tiga minggu yang lalu saya diterima kerja di Rochester, dosen," ucap Surya melalui bahasa isyarat yang dibantu terjemahkan oleh seorang Juru Bahasa Isyarat bernama Jasmine.

Surya tak henti melempar senyum semringah yang juga disambut dengan tawa bahagia Ganjar Pranowo. "Kamu sekarang ngajar di Rochester, ya?" Calon Presiden dari PDI Perjuangan itu mengonfirmasi.

Surya kemudian menjelaskan bahwa dia kini mengampu tiga mata kuliah. Dua mata kuliah setingkat S2, dan satu yang setingkat S1. Surya menyampaikan, pendapatan per kapita dari profesi yang ini ditekuninya adalah yang terbesar di dunia.

"Di Rochester itu, pendapatan per kapitanya untuk orang-orang tuli paling besar di dunia sebetulnya. Jadi untung buat saya," ungkap Surya.

4 dari 4 halaman

Perbandingan Sekolah Inklusi di AS dan Indonesia

Surya menjelaskan kemudahan tersebut tak lepas dari peran universitas tempatnya menimba ilmu. Menurutnya, 96 persen lulusan kampusnya pasti dapat kerja setelah lulus. Sebanyak 1.200 dari total 18 ribu mahasiswa di kampusnya, ucap Surya, adalah penyandang tuli atau hard of hearing. 

Mendengar penjelasan Surya, Ganjar mengaku ikut bangga dengan prestasi putra aktor senior Ray Sahetapy itu. Diketahui, Surya merupakan satu-satunya orang Indonesia yang mengajar di Rochester.

"Wah! Kamu membanggakan ya!" Ganjar mengacungkan dua jempolnya untuk Surya. 

Ganjar menanyakan mengenai perbandingan sekolah inklusi di AS dengan di Tanah Air. Surya mengatakan, sekolah di AS gratis dan sekolah inklusi memiki juru bahasa isyarat. Selain itu bahas isyarat masuk dalam program sekolah.

"Artinya anak-anak SD dan SMP belajar bahasa isyarat sebagai mata pelajaran mereka," jelas pemilik nama Panji Surya Putra Sahetapy.

Di sekolah inklusif, guru yang mengajar bahasa isyarat adalah guru tuli. Dengan demikian para siswa bisa belajar cara berinteraksi secara langsung dengan guru tuli.

"Jadi mereka terbiasa ketika ketemu dengan orang-orang tuli di luar sekolah, gitu," kata Surya. Ia mengungkap, banyak guru disabilitas di AS yang mendapat kesempatan untuk mengajar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.