Sukses

Kelahiran Bayi Satwa Endemik di Taman Safari Indonesia Bogor, Mulai dari Simpanse, sampai Macan Tutul Jawa

Taman Safari Indonesia Bogor belakangan ini telah berhasil merawat bayi satwa-satwa endemik di Indonesia. Satwa-satwa itu juga menghadapi ancaman, baik dari perubahan iklim, deforestasi, maupun perdagangan ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran satwa endemik di Indonesia tidak hanya menambah keanekaragaman hayati, tetapi juga menjadi simbol penting bagi identitas nasional. Namun, satwa-satwa endemik ini juga menghadapi ancaman, baik dari perubahan iklim, deforestasi, maupun perdagangan ilegal. Maka dari itu, pengembangbiakkan dan pembudidayaan satwa-satwa ini menjadi upaya yang terus dilakukan oleh Taman Safari Indonesia Bogor (TSI Bogor).

TSI Bogor yang mencakup kawasan konservasi dan program penangkaran belakangan ini telah berhasil merawat bayi satwa-satwa endemik di Indonesia, di antaranya adalah Binturong, Simpanse, dan Macan Tutul Jawa.

Sri Swarni, selaku Perawat (Nurse) Bayi Satwa, mengatakan bahwa bayi-bayi satwa tersebut tidak dirawat oleh induknya. Bayi-bayi tersebut lalu diantarkan ke Rumah Sakit Satwa, tepatnya Nursery House dan dirawat oleh para perawat yang sudah menjalani pelatihan.

"Kami tetap kontrol satwa yang baru lahir melalui CCTV, jika induk ingin menjilati, membersihkan anak nah itu merupakan pertanda baik. Kita lihat dulu bagaimana perilaku induk terhadap anaknya, apakah ingin menyusui? Apakah terlihat mirip dengan induk? Karena terkadang induk tidak ingin merawat anaknya yang kelainan atau cacat," kata Sri saat jumpa pers di TSI Bogor pada Kamis, 3 Agustus 2023 sambil terus memanggil Mugi untuk mendekat.

Mugi, bayi Macan Tutul Jawa betina yang kini beranjak ke usia 10 bulan, menjadi titik fokus bagi para pengasuh di Taman Safari. Keinginan induknya untuk tidak merawat Mugi membuatnya harus diasuh oleh manusia. Ini karena ditemukan bahwa Mugi memiliki cacat di bagian lehernya, sebuah kondisi yang memerlukan perawatan medis intensif.

"Mugi itu artinya 'semoga'," kata Sri, berharap bahwa Mugi dapat berkembang biak dan menambah populasi Macan Tutul Jawa yang kian langka. "Ya semoga dapat berkembang biak lebih banyak lagi, semoga dapat memajukan Taman Safari, banyak maknanya," ungkap Sri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bayi Satwa Lainnya

Di samping Mugi, terdapat bayi satwa endemik lainnya yang juga mendapatkan perhatian khusus, yaitu Jabbar. Nama 'Jabbar', diambil dari Bahasa Arab 'Jabir', berarti kenyamanan.

Bayi Simpanse yang sedang menggunakan popok itu sayangnya, tidak mendapatkan kesempatan untuk dirawat oleh induknya. Berat badannya hanya 0,8 ons, jauh dibawah berat normal bayi simpanse yang biasanya sekitar 1,3 ons. Karena kondisinya yang rentan, Jabbar membutuhkan perawatan intensif dan spesialis untuk membantunya bertahan dan berkembang.

Untuk dua bulan ke depan, Jabbar akan terus diberi susu, makanan yang penting untuk pertumbuhannya pada tahap awal ini.

Selain Mugi dan Jabbar, ada juga dua ekor bayi Binturong, yang sering dikenal sebagai 'bearcat', Binturong adalah hewan yang mirip dengan musang namun dengan ukuran tubuh yang lebih besar. Ciri khas mereka adalah tubuh berbulu tebal berwarna hitam dan ekor panjang yang dapat melilit.

Menambahkan wawasan tentang interaksi dan hubungan antara induk dan anak di dunia satwa, Sri menjelaskan bahwa dalam pengalamannya, Gajah adalah salah satu spesies yang memiliki insting maternal yang paling kuat. Menurut Sri, Gajah adalah hewan yang sangat perhatian dan penuh kasih terhadap anak-anak mereka, bahkan jika anak tersebut lahir dengan kondisi yang tidak normal atau memiliki kebutuhan khusus.

"Gajah merupakan induk paling baik, yang akan selalu merawat anaknya," tutur Sri.

3 dari 4 halaman

Budidaya Harimau Sumatra

Taman Safari Indonesia, terkenal dengan komitmennya dalam memelihara dan melindungi satwa endemik dan hewan langka di Indonesia, kini melanjutkan misi tersebut dengan menjalankan Genome Bank Resource. Bank ini menjadi rumah bagi kumpulan sperma berharga yang berasal dari berbagai jenis satwa langka seperti Badak Putih, Anoa, dan Harimau Sumatra.

"Harimau Sumatra, misalnya, populasinya hanya mencapai sekitar 200 ekor di habitat aslinya," kata Deri E., seorang keeper di Genome Resource Bank saat jumpa pers di Bogor pada Kamis, 3 Agustus 2023.

Sperma satwa jantan dikoleksi yang kemudian disimpan dalam wadah khusus berisi cairan nitrogen dengan suhu mencapai 110 derajat celcius. Wadah tersebut ditutup rapat dan tersedia lubang kecil seukuran sedotan untuk memasukkan spermanya.

"Saat ini, kami masih fokus pada pengawinan Harimau Sumatra secara alami. Namun, metode ini telah terbukti berhasil sebelumnya dengan Banteng Jawa," jelas Deri, merujuk pada teknik konservasi reproduktif yang digunakan.

Penyimpanan sperma ini, menurut Deri, sudah dimulai sejak tahun 2015. Dengan teknik ini, sperma yang telah dikoleksi dapat bertahan hidup hingga puluhan tahun, selama mereka terendam dalam cairan nitrogen yang dibekukan. Cairan ini diperbarui setiap minggu untuk memastikan viabilitas sperma.

Untuk proses pembuahan sendiri, Deri menjelaskan bahwa hewan betina perlu dibius terlebih dahulu. "Hewan betina dibius terlebih dahulu, kemudian cairan sperma disuntikkan ke dalam sel telur betina jika kita memutuskan untuk membuahi dengan cara bukan alami," ujar Deri, merinci prosedur yang digunakan dalam teknik pembuahan in vitro.

4 dari 4 halaman

Penangkaran Harimau Sumatra

Pada awal 2012, Taman Safari Indonesia menyelamatkan seekor Harimau Sumatra di dalam areal arboretum PT Arara Abadi, Riau, Sumatra Barat. Pada saat penangkapan, harimau jantan yang diperkirakan berumur 4 tahun itu memiliki luka pada kuku kakinya. Luka tersebut mengalami infeksi, hingga kukunya terlepas dari jari kakinya. Harimau tersebut bernama Bimo.

Pada 2 Februari 2012, TSI Bogor langsung mengirimkan Tim Tiger Rescue setelah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta bantuan untuk menangani kasus ini.

Tim rescue melakukan pertolongan pertama dengan obat dan peralatan yang terbatas, karena beberapa obat-obatan pecah dalam perjalanan. Setelah dilakukan perawatan selama tiga hari, Bimo sudah mulai mengaum, namun belum dapat duduk dengan normal, dan terlihat gejala yang disebabkan kondisi syaraf Bimo yang tidak baik. Tim rescue memutuskan membawa Bimo ke rumah sakit hewan TSI Bogor.

"Kondisi pas datang ke Taman Safari matanya sudah mengecil menguning ini, badannya basah, udah susah untuk bertahan. Tapi dengan perjuangan kita sama tim dokter, Bimonya bisa selamat," ungkap Deri.

Kondisi Bimo berangsur-angsur terus membaik, namun, setelah dilakukan general check-up, ternyata Bimo memiliki masalah reproduksi oligospermia, yaitu kondisi jumlah sperma sedikit. Sehingga, TSI Bogor berusaha meningkatkan kondisi kesehatan reproduksi Bimo.

Kini, setelah delapan tahun berlalu, kondisi reproduksi Bimo sudah membaik, dan saat ini Bimo sudah memiliki tiga ekor anak dari indukan bernama Cut Nyak. Cut Nyak juga merupakan harimau betina yang berasal dari alam, yang didatangkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, karena diduga sebagai man eater atau pemakan manusia.

Selain Cut Nyak, Harimau Sumatra bernama Giring juga terkenal sebagai man eater, yang pernah memakan 7-8 orang di Jambi. Harimau Sumatra lainnya adalah Salamah. Harimau betina ini ditemukan terjerat dalam perangkap babi selama tiga hari dan tiga malam.

Kondisinya sangat memprihatinkan saat ditemukan dan memerlukan intervensi medis segera. Beruntung, Salamah berhasil pulih dan kini hidup dengan baik di Taman Safari, walau kaki kanan bagian depannya harus diamputasi. Kini, semua harimau itu tinggal di TSI Bogor.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini