Sukses

Konsep Pernikahan Ramah Lingkungan, Pengantin Tanam Sendiri Bunga untuk Dekorasi

Menjelang hari pernikahan dengan konsep ramah lingkungan, bibit bunga yang ditanam sendiri oleh pengantin telah sepenuhnya mekar.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pengantin asal Toronto, Amerika Serikat (AS) menanam bunga untuk pernikahannya sendiri. Meski mengaku stres, pengantin wanita bernama Emma Tamlin itu merasa puas dengan hasilnya. Bukan sekadar ingin berhemat, ia berniat menerapkan konsep ramah lingkungan untuk pernikahannya.

Tamlin sempat prihatin dengan polusi yang ditimbulkan industri bunga dan kenaikan harga karangan bunga. "Saya belajar bagaimana bunga bisa sangat buruk bagi lingkungan, dan harganya juga meroket," ungkapnya, dikutip dari New York Post, Senin (2/1/2022).

Ia menyadari dapat menghemat 12 ribu dolar AS (sekitar Rp287 juta) dengan menanam bunganya sendiri di pertanian keluarganya. Meninggalkan toko bunga sepenuhnya, petani perkotaan berusia 29 tahun ini, dan suaminya, Chris (30) mengungkap membayar lebih dari 300 dolar AS yang setara Rp3,1 juta untuk benih.

Ia menjalani uji coba yang sukses setahun sebelum pernikahan mereka di bulan Agustus 2022. "Saya dibesarkan di pertanian ini dan pindah ke sana ketika berusia sembilan tahun. Saya selalu berkata ingin menikah di sana, tapi saya tidak pernah bermimpi menanam bunga sendiri,” kata Tamlin.

Meski mengatakan tidak pernah menanam tanaman sebelumnya, ia ternyata punya bakat secara alami. Pasangan itu dilaporkan menanam bunga matahari, kosmos, dahlia, zinnias, larkspurs, mallow, dan bunga bantal merah muda. "Saya bekerja dalam keberlanjutan, jadi secara umum saya ingin sangat ramah lingkungan," Tamlin berbagi.

Menjelang hari pernikahannya pada 20 Agustus 2022, bunga telah mekar sepenuhnya di Kawartha Lakes, Ontario, berkat bantuan dari orangtuanya, Sharon (58) dan Paul (60). Pihak pengantin dilaporkan memotong bunga mereka sendiri dari taman sebelum menuju "altar."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Berjalan Mulus

Lebih jauh Tamlin bercerita, ia dan pengiring pengantinnya membuat semua karangan bunga pada pagi hari pernikahan. "Butuh satu jam untuk memotong dan dua jam untuk membuat rangkaian bunga," jelas Tamlin. 

"Sungguh perasaan yang luar biasa untuk membuat karangan bunga saya sendiri dan menyatukan semuanya," ujar pengantin baru itu.

Sementara pengiring pengantin masing-masing membawa bunga matahari, rangkaian bunga Tamlin menampilkan zinnias, cosmos, mallow, dan bujangan. “Kami mulai melihat bunga mekar pada minggu pertama bulan Agustus (2022),” kenang Tamlin, mengakui bahwa mereka mengalami beberapa gangguan di sepanjang jalan.

Ia sempat tidak yakin bunga akan bertahan lama, jadi ia memangkasnya. Beberapa bunga matahari mekar sebelum yang lain, sementara beberapa tanaman tumbuh terlalu baik dan tidak bertahan sampai pernikahan.

Ibu pengantin ikut berperan besar dalam mengolah bunga, menghabiskan berjam-jam menyiangi, sementara sang ayah membajak tanah. "Kami berharap yang terbaik. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi. Jika semuanya gagal, kami harus pergi ke petani lain," paparnya.

3 dari 4 halaman

Pernikahan Ramah Lingkungan

Ide untuk menanam bunga berasal dari lonjakan harga karangan bunga akibat pandemi COVID-19. Tamlin mengklaim, teman-temannya menganggarkan antara 10 ribu dolar AS dan 15 ribu dolar AS yang setara hampir Rp160 juta untuk dibelanjakan di toko bunga.

Ide pernikahan ramah lingkungannya juga diaplikasikan dengan menggunakan kembali barang-barang rumah tangga untuk menghindari membeli dekorasi, sementara barang-barang lain ia temukan di Facebook Marketplace. Ia juga jatuh cinta dengan gaun rancangan dari desainer Kanada yang berkelanjutan, pengiring pengantinnya tidak diharuskan untuk mematuhi aturan berpakaian.

Satu-satunya permintaannya adalah agar roknya berwarna merah muda. "Itu adalah taktik ramah lingkungan, karena saya tidak ingin mereka membeli baju baru, atau membeli baju yang tidak akan pernah mereka pakai lagi," sebut Tamlin.

Beberapa bahkan membeli busana bekas, dan beberapa temannya memakai gaun yang sudah pernah dipakai. Tamlin mengatakan, ia juga berhasil menggunakan kembali wadah yogurt daur ulang sebagai tempat lilin.

"Kami berusaha menghasilakn limbah sesedikit mungkin. Kami menggunakan cangkir dan piring yang dapat digunakan kembali dan saya berkeliling Toronto mengumpulkan wadah bekas yoghurt untuk digunakan sebagai tempat lilin," tambah Tamlin.

4 dari 4 halaman

Sempat Alami Stres

Meski bisa menghemat, Tamlin mengatakan, banyaknya pekerjaan di kebun memicu lebih banyak stres karena usaha yang besar. "Pada akhirnya itu sangat menakjubkan, dan saya sangat berterima kasih pada orangtua saya," Tamlin menekankan, terutama untuk ibunya yang merasa bertanggung jawab atas segalanya.

Ia menyarankan calon pengantin yang tertarik untuk membudidayakan taman pernikahan mereka sendiri untuk mencobanya dalam skala lebih kecil sebelumnya. Ia mengakui, bencana cuaca dan kehidupan kota dapat mencegah beberapa sejoli mencapai mimpi yang sama.

"Saya sangat senang orang ingin melakukannya sendiri, dan mereka pasti bisa," dia menyemangati. "Kami menggunakan ruang antara 5 ribu dan 10 ribu kaki persegi, tapi kami tidak menggunakan semua bunga, dan kami ingin memiliki taman yang rimbun untuk foto."

Dengan rata-rata biaya pernikahan mencapai 28 ribu dolar AS tahun lalu (setara hampir Rp300 juta), tidak heran pasangan akan mencari jalan lebih hemat. Ada yang memotong biaya tertentu dan cukup puas dengan pakaian bekas selama kemerosotan ekonomi.

Beberapa pengantin wanita melaporkan gaun yang menarik hanya seharga 3 dolar AS dari toko barang bekas. Tidak hanya memangkas biaya pernikahan, tapi juga memungkinkan mereka membuat tampilan vintage.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.