Sukses

Kisah Pemulung Pendiri Rumah Tahfidz Al-Qur'an yang Didik Ratusan Anak Yatim dan Duafa

Pemulung itu mewakafkan rumah warisan orangtuanya untuk jadi asrama para santri rumah tahfidz Al-Qur'an yang didirikannya.

Liputan6.com, Jakarta - Jangan remehkan kekuatan semangat dan doa. Itu menjadi pegangan Abi Sariin, seorang pemulung yang kini jadi pengepul sampah, saat mendirikan Rumah Tahfidz Daarul Ihsan untuk anak yatim dan duafa.

Lelaki yang kini hampir berusia 50 tahun itu memiliki jalan hidup berliku. Ia yatim piatu sejak kelas 5 SD dan harus menanggung hidup sembilan adiknya. Sementara, dua kakaknya meninggal karena tak sanggup menanggung kerasnya kehidupan.

"Alhamdulillah, saya tidak anggap itu beban karena janji Allah dalam Al-Qur'an, 'Tidaklah Allah bebani hambanya kecuali sesuai batas kemampuan hamba tersebut,'" ujarnya saat berbincang di panggung bersama Dewi Sandra dalam acara Wardah: Ramadhan Gathering 2022, Rabu, 13 April 202.

Ditinggalkan tanpa harta benda memadai, ia pun dipaksa memutar otak. Yang terpikir saat itu adalah bagaimana bisa berusaha tanpa perlu modal. Ia pun memilih pekerjaan sebagai pemulung, walau keluarga besarnya menentang karena dianggap aib.

"Itu usaha yang enggak butuh modal, tapi (harus) tahan malu. Saya niatkan segala amal baik untuk amalan orangtua saya, karena waktu saya masih kecil, saya belum bisa berbakti," tuturnya.

Bertahun-tahun memulung, ia berhasil mengumpulkan uang Rp75 ribu. Ia kemudian membeli gerobak sampah. Lima tahun kemudian, modal kembali terkumpul untuk mengembangkan usahanya. Namun, ujian kembali datang. Ia ditipu orang.

"Barang dibawa, tapi saya tidak dibayar. Satu (mobil) Kijang juga hilang," kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Titipan Anak

Dalam kondisi terpuruk, ia dititipkan seorang bayi berusia tujuh bulan. Anak itu yatim piatu setelah ditinggalkan orangtuanya yang juga hidup di bawah garis kemiskinan. Sariin yang asli Betawi mengaku tak bisa menolak permintaan orangtua anak itu. Di sisi lain, ia sendiri mengalami kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya dan adik-adiknya.

Ia mengaku tak patah semangat. Sambil terus memulung rongsokan, ia akhirnya bisa mendirikan bank sampah. Sementara, anak yatim yang ditampungnya dididik menghafal Al-Qur'an. 

Ternyata makin banyak anak yang dititipkan kepadanya. Ia pun mendirikan rumah tahfidz untuk anak-anak yatim dan duafa pada 1998 di kawasan Bintaro Sektor 9, Tangerang Selatan. Ia memanfaatkan rumah peninggalan orangtua yang berukuran 33 meter persegi sebagai asrama.

Rumah itu awalnya tidak memiliki kamar mandi dan hampir roboh. Aksi kebaikannya berbuah manis. Ia dibantu dermawan untuk merenovasi tempat tinggal itu. Ia juga mendapat wakaf lahan dari lurah setempat untuk tempat tinggal para santri. Total ada 50 anak yatim piatu yang kini tinggal di sana, terbagi masing-masing 25 putra dan 25 putri.

"Yang udah lulus sekarang 216 anak," ucap Sariin.

3 dari 4 halaman

Sampai Mandiri

Sariin mengaku telah mewakafkan rumah warisan orangtuanya sebagai asrama bagi siswa Daarul Ihsan. Ia sendiri bersama istri memilih tinggal di gudang bersama barang bekas yang masih dikumpulkan saat ini.

"Rumah saya di surga," ucapnya berharap.

Sebagai orang yang pernah hidup susah, ia tak ingin anak lain mengalami apa yang dia alami. Karena itu, mereka dididik agar bisa mandiri di kemudian hari. Para santri diizinkan untuk tinggal di asrama hingga lulus SMA. Selanjutnya, mereka akan ditawari pilihan akan melanjutkan kuliah atau langsung bekerja.

"Kami akan lepaskan sampai mereka mandiri, minimal dapat pekerjaan," ujarnya.

Selain pelajaran agama dan ilmu lainnya, anak-anak itu juga dilibatkan dalam bisnis pengumpulan sampah Sariin. Mereka biasanya akan ditugasi mengambil sampah yang terkumpul dari berbagai titik binaan bank sampah milik Sariin.

4 dari 4 halaman

Lakukan, Lupakan

Selama menjalankan rumah tahfidz, ia mengaku banyak belajar seni kehidupan. Ia menyadari bahwa sebaik-baiknya manusia bukanlah mereka yang kaya atau terkenal, tetapi orang yang banyak memberikan manfaat untuk orang lain.

"Sukses itu bukan seberapa banyak yang kita raih, tapi seberapa banyak yang bisa kita beri," sahut Sariin.

Karena itu pula, ia berusaha istiqamah. Ia menerapkan prinsip ikhlas agar yang dilakukannya bisa optimal. "Lakukan, lupakan," kata dia.

Semangat itu rupanya menarik perhatian perusahaan kosmetik Wardah yang baru saja meluncurkan kampanye Bergerak Hidupkan Harapan. Kampanye itu bertujuan mengajak semua orang agar kembali bergerak setelah lebih dari dua tahun bertahan dalam situasi pandemi. Brand Development Wardah Group Head Novia Sukmawaty bekerja sama dengan rumah tahfidz itu untuk memberdayakan tempat tersebut.

Itu juga bagian dari upaya mengembangkan 1.000 santri dan 300 masjid di sejumlah wilayah di tahun ini. "Ada beberapa masjid yan akan direnovasi," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.