Sukses

Cara Mencegah Limbah Medis Agar Tak Jadi Bom Waktu Kehancuran Iklim

Saat pandemi semakin kelihatan bahwa kapasitas kita itu belum bisa menutup jumlah limbah medis yang begitu banyak.

Liputan6.com, Jakarta - Menumpuknya limbah medis yang masuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah salah satu dampak pandemi Covid-19 yang belum kunjung berlalu. Limbah medis di Indonesia bahkan sudah masuk dalam tahap darurat.

Alasannya, sampai Februari 2021 limbah medis di Indonesia sudah mencapai 7.500 ton limbah medis, dan hal ini bisa menjadi bom waktu terhadap kehancuran iklim.  Menurut Dr. Dimas Muhammad, mewakili Doctors for XR Indonesia pembuat petisi #LimbahMedis, kita hanya punya 12 tahun untuk mencegah kehancuran iklim.

Dimas mengatakan, gerakan lingkungan sejauh ini sangat terkesan eksklusif, banyak masyarakat yang merasa ini bahasan tinggi dan hanya para pakar yang bisa membahas masalah iklim tersebut karena perlu pembuktian-pembuktian.

"Extinction rebellion ini untuk mendobrak stigma dan aktivisme tentang lingkungan bahwa semua orang tidak perlu menjadi suci secara lingkungan, pintar secara ilmu dan lingkungan untuk bisa berbicara," terangnya dalam dalam diskusi virtual bertajuk ‘Diskusi Bareng Anak Muda: Darurat Limbah Medis, Kita Bisa Apa?’ yang diadakan beberapa hari lalu. 

Dimas menambahkan, krisis iklim ini bukan hanya soal lingkungan saja, tapi juga berdampak ke ekonomi, sosial, dan kesehatan. Bekerja sama dengan extinction rebellion, Detalks sebuah komunitas yang ingin memperbaiki persepsi atau stigma terkait bidang kesehatan menuturkan masalah limbah medis yang terjadi di Indonesia.

"Sebelum pandemi memang limbah medis di Indonesia secara kapasitas belum memenuhi standar, kemudian saat pandemi semakin terekspos. Semakin kelihatan urgensinya bahwa kapasitas kita itu belum bisa menutup jumlah limbah yang begitu banyak." ungkap Amalia Nan Renjana, mewakilkan Detalks.

Menurutnya pemerintah masih belum terlalu gesit dalam realisasi pemenuhan kapasitas pengolahan limbah medis. Kemudian diseminasi informasi dan komunikasi publik belum diindahkan, serta regulasi yang mengikat pun sangat kurang mengakomodasi solusi yang berkelanjutan.

Karena itu, Detalks dan Doctors for XR memberitahu tiga cara untuk mengelola sampah limbah medis supaya lebih ramah lingkungan dan terkelola dengan baik. Caranya dengan melakukan akselerasi, transparansi, dan realisasi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Perlu Dibakar

"Saya apresiasi, KLHK yang sudah responsif dalam membuat regulasi, kemudian membuat Rakorek di Mei tahun lalu, pembuatan 32 fasilitas baru, tapi rentangnya sampai tahun 2024. Dua tahun ini saja kita sudah kewalahan, bagaimana kita harus menunggu sampai 2024?" terangnya.

Mengenai transparansi, Amalia mengatakan, transparansi ini tidak selamanya tentang ada dan tiada data yang diberikan pemerintah dan badan penelitian lainnya, tapi apakah komunikasi publik itu tersampaikan dengan baik ke semua lapisan masyarakat. Terkait dengan realisasi berkepanjangan, Amalia menuturkan sampai saat ini pemerintah masih memberi kunci jawaban satu-satunya jalan terhadap limbah medis adalah insinerasi.

Padahal masker dan APD yang merupakan limbah medis yang sangat drastis tersebut tidak perlu sampai dibakar. "Semua itu bisa di daur ulang dan tidak perlu menyebabkan masalah baru dari hasil dioxin yang dihasilkan oleh incinerator," katanya.

Menanggapi masalah insenerator, Direktur Lingkungan Hidup KemenPPN/Bappenas, Ir. Medrilzam, M Prof Econ,Ph.D, menuturkan bahwa insenetaror merupakan hal yang dilematis. "Itu salah satu bagian dari thermal technology. Persoalannya di insenerator ini memang harus kita akui tidak gampang menjalankan sebuah insenerator yang baik dan benar. Itu butuh biaya yang besar," jelasnya.

3 dari 4 halaman

Cara Pembuangan Limbah

Ia mengakui, di Indonesia sampai saat ini ia belum melihat pengelolaan insinerator yang berjalan dengan benar. Banyak masalah dan operasinya yang sulit.Menurut dia, harus ada reformasi besar-besaran dalam pengelolaan persampahan di Indonesia karena kondisinya sudah darurat.

Bukan hanya darurat limbah medis, tapi darurat sampah.  "Kita tetap dorong protokol kesehatan 6M, tadinya saya masih mikir 5M sekarang bahkan sudah 6M. Termasuk menghindari makan bersama. Karena dari kejadiannya banyak yang kerena makan-makan bareng klaster keluarga dan sebagainya," ujar Medrilzam.

Terdapat perbedaan cara pembuangan limbah yang dihasilkan orang sehat dan orang sakit atau pasien fasyankes, misalnya untuk limbah masker. Masker dari orang sehat dibuang dengan cara menyobek masker menjadi dua bagian dan didesinfektan terlebih dahulu.

Bukan itu saja, menurutnya anak muda dapat menginisiasi pendataan dan pengumpulan kantong limbah medis dari rumah lokasi isoman dan mengajak komunitas untuk meminta pengambilan kantong limbah medis oleh Dinas Lingkungan hidup. Hal terakhir, adalah dengan memanfaatkan media sosial untuk berbagi informasi tentang limbah medis untuk menyadarkan lebih banyak orang terkait pentingnya isu timbunan limbah medis di masa pandemi ini.

4 dari 4 halaman

Senjata pengolah limbah Pemprov DKI

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.