Sukses

Sayap Ayam Bakar ala Negeri Jiran, Bisnis Sampingan Pilot di Masa Pandemi

Pilot itu menamai bisnis sayap ayam bakar ala negeri Jirannya dengan Kepak Madu Ma'el.

Liputan6.com, Jakarta - Saat banyak orang yang bekerja di industri penerbangan kehilangan pekerjaan, David Wibawa Sapulete, seorang pilot di salah satu maskapai, masih punya bisnis kuliner yang jadi sumber pendapatan. Bisnis adalah berjualan sayap ayam bakar dengan bumbu khas negeri Jiran yang dinamai Kepak Madu Ma'el.

"Pekerjaan utama kita tidak sepadat tahun-tahun sebelumnya sebelum pandemi, jadi kita manfaatin waktu yang ada untuk menciptakan sesuatu yang baru," ujar David, pemilik Kepak Madu Ma’el kepada Liputan6.com, Rabu, 11 Agustus 2021.

Dia membangun bisnis itu bersama dua rekannya. Mereka terinspirasi dari makanan yang pernah dicicipi saat tinggal sementara di Malaysia untuk urusan pekerjaan. Meski sempat khawatir dengan situasi yang serba tak pasti di masa pandemi, bisnis kepak madu itu akhirnya mulai dijalani pada September 2020.

"Karena kan kita masing-masing itu awalnya salary man, jadi kita terbiasa sama rutinitas itu. Jadi ya sudah kita kerja, akhir bulan kita dibayar. Ketika kita harus kreatif, kita mencoba usaha, apalagi di masa pandemi, banyak yang mengalami pemotongan penghasilan, itu kan jadi tantangan tersendiri," celotehnya.

Nama Ma'el dipilih karena ia terinspirasi dari salah satu karakter di kartun Upin Ipin, kebetulan karakter itu juga menjual sayap ayam bakar. "Kita mencari yang eye catching, yang nggak terlalu asing buat mereka (konsumen)," sambung David. 

Kepak madu adalah sayap ayam bakar yang dibumbui dengan rempah dan madu. Menurut David, cita rasanya pedas manis dan teksturnya cenderung lebih kering. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Coba-Coba

Selain sayap, ia juga menawarkan menu paha ayam yang dinamai Percik Madu. Bumbunya hampir sama dengan kepak madu, hanya ditambahi bumbu kental mirip bumbu rendang. Tersedia pula Percik Kelantan dengan cita rasa lebih manis yang cocok bagi konsumen yang tidak bisa makan pedas.

Sebagai pendamping, Kepak Madu Ma'el menyajikan nasi hainan. Ada juga dua minuman andalan, yakni racikan kopi dengan bubuk cokelat, serta Milo kental.

David mengaku ia dan teman-temannya mencoba-coba sendiri resep sayap madu tersebut. Beberapa kali gagal, ia akhirnya berhasil mendapatkan racikan yang mirip dengan pengalaman sensorinya. "Kita juga improvisasi agar cocok dengan selera lidah orang Indonesia," sambung dia.

Ia pertama kali membuka usahanya di Pasar Lama, Tangerang. Kemudian, ia membuka cabang di daerah Bintaro agar lebih dekat konsumennya di Jakarta. Strateginya cukup berhasil dengan indikasi dari data penjualan.

"Kita tidak bisa menyenangkan semua orang yah. Namanya selera tuh personal. Kalau dilihat dari sales di tiap-tiap cabang cukup positif lah, dari 100 persen, di atas 75 persen minimum orang sudah menerima produk kita," ungkap David yang memulai bisnis dengan modal kurang dari Rp100 juta.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Standar Higienis

Gerai Kepak Madu Ma'el kini tersebar di hampir semua wilayah Jabodetabek, seperti BSD, Meruya, Serpong, dan Citra. Ia berencana membuka cabang baru di daerah Cikarang. Ia juga mengaku modalnya sudah kembali meski bisnisnya dirintis di masa pandemi.

Untuk mempertahankan minat pembeli, David juga bekerja sama dengan layanan pesan antar daring dan promosi yang ada. Harga jual produknya diatur sedemikian rupa agar tetap sesuai dengan daya beli konsumen.

"Tapi ya selama win win solution buat semua, terutama buat orang-orang yang terdampak pada PPKM, pengin makanan yang harganya masih reasonable ya akhirnya cukup terbantu," ucapnya.

 

Sembari mengembangkan bisnis, David mengaku masih berusaha melengkapi sertifikasi yang diperlukan dalam menjalankan bisnis kuliner. Pasalnya, menjaga mutu dan standar layanan jadi kunci untuk keberlangsungan bisnisnya ke depan.

Selama ini, pengelolaan kebersihan diserahkan ke masing-masing gerai, belum ada standar operasional baku yang jadi acuan. Begitu pula dengan pengelolaan limbah.

"Kita masih maintenance sebaik mungkin, fokus ke perbaikan SOP dan prosedur yang ada," kata dia, seraya mengatakan belum memproses sertifikasi CHSE yang menjadi gold standar dalam pengelolaan usaha kuliner di masa pandemi. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 dari 4 halaman

Diplomasi Indonesia via Jalur Kuliner

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.