Sukses

Cerita Akhir Pekan: Cerita Haru Pemijat Tunanetra di Masa Pandemi

Bejan Rukmana, pemijat tunanetra yang sempat banting setir jadi pengamen selama pandemi corona Covid-19 untuk bertahap hidup.

Liputan6.com, Jakarta - Ruas gang Haji Jum II di Jalan Ciptomangunkusumo, Paninggilan, Ciledug, Tangerang tampak lengang. Tak ada kendaraan roda dua yang melintasi di gang berukuran kurang dua meter itu. Suasana pandemi membuat orang lebih nyaman berada di rumah.

Seorang lelaki mengantarkan Liputan6.com ke tempat tinggal Bejan Rukmana, pemijat tunanetra yang tinggal di gang sempit tersebut. Bejan tinggal di sebuah kontrakan bercat kuning dan berpintu cokelat di sebelah kiri jalan. Sebuah spanduk pemijatan terbentang di sebelah kanan depan kontrakannya.

"Saya ngontrak sejak 2014 sampai sekarang di sini. Jadi, sudah cukup lama," ujar Bejan sambil duduk bersila di lantai berubin putih di ruangan seluas 3x2,5 meter persegi kepada Liputa6.com, Sabtu, 24 Oktober 2020.

Di depan ia duduk, terdapat sebuah tempat tidur kayu warna cokelat setinggi satu meter yang atasnya beri kasur abu-abu, sedangkan di bagian depannya terdapat sebuah tirai biru setengah terbuka. Mengenakan kaus putih dengan bahu biru dan celana panjang hitam, Bejan tampak santai usai memijat pasien dari Bogor.

Di atas Bejan, terdapat sapu lidi dan tarif pijat dari kertas yang diletakan di dindng. Di kertas yang dilapisi tripeks itu tertera dua jenis tarif pijat, pijat di tempat dan pijat panggilan, biaya antara Rp80 ribu hingga Rp120 ribu.

"Pukul satu siang lewat tiga puluh menit," suara seorang perempuan dari telepon Bejan memberitahu. Tiap 30 menit telepon Bejan berbunyi memberitahu tentang waktu.

Sementara itu, di sebelah kiri terdapat lemari plastik biru dan sebuah mesin pembersih udara portable warna putih yang diletakkan di lantai. Sementara di depan tempat tidurnya teronggok sebuah televisi tabung. 

"Kasur itu tempat aku tidur, sekaligus tempat saja memijat pasien. Setiap pasien yang datang, aku beri alas, begitu juga saat saya tidur. Jadi, beda-beda alasnya," kata lelaki kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9 Maret 1990.

Sebelum menjadi pemijat, Bejan yang tak bisa melihat sejak lahir itu sempat sekolah khusus pemijatan di Pemalang, Jawa Tengah. Ia sempat tak yakin dengan pilihannya itu, tapi setelah melihat kurikulumnya ia mulai tertarik dengan dunia pijat.

"Saya nggak hanya belajar tentang pijat, tapi juga ada teori-teori pendukungnya, seperti anatomi, fisiologi, patologi. Akhirnya, saya yakin di situ, ternyata ada ilmu kedokterannya," kenang Bejan.

Di sela-sela perbincangan, suara tekukur terdengar merdu dari dalam sangkar yang digantung di atas plafon kontrakannya. Selain pijat, Bejan punya usaha sampingan menjual berbagai burung.

Setelah dua tahun, ia mendapat tawaran untuk mengikuti pelatihan lanjutan tentang pemijatan di kawasan Joglo, Jakarta Barat. Di sana ia mengikuti pelatihan selama enam bulan, termasuk belajar tentang komputer.

"Setelah itu, saya ikut guru saya bekerja di dunia pemijatan pada 2006-2014. Saya pindah-pindah kerja, tapi intinya saya ikut kerja dengan orang lain. Pada 2014 saya baru buka usaha pemijatan sendiri," kata Bejan.

Bejan memberanikan membuka usaha pemijatan sendiri karena ia sudah punya bekal di dunia itu. Selain berbekal pengalaman sebagai pemijat tunanetra, Bejan juga menguasai teori-teori tentang pijat, baik mengenai otot maupun syaraf.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pendapatan Menurun

Selama pandemi corona Covid-19, Bejan Rukmana sangat terpukul. Apalagi setelah GoLife dinyatakan tutup. Bejan sempat bergabung dengan pijat online tersebut pada 2018-2020.

"Aku sempat bingung, mau ngapain lagi ya? Meski aku punya klinik sendiri. Dari Maret hingga Juni, aku nggak ada pemasukan, karena orang kayak fobia, ketakutan," tutur lelaki yang telah ditinggal kedua orangtuanya untuk selamanya itu.

Dengan kondisi tanpa penghasilan, Bejan pun banting setir turun ke jalan menjadi pengamen. "Habis gimana lagi? Antara malu dan enggaklah. Karena aku ngekos di sini dan harus bayar kontrakan per bulan," kata Bejan sambil tertawa.

Sebelum terjun ke lapangan untuk mengamen, Bejan lebih dulu menghapal lagu-lagu yang akan dinyanyikan. Ia memilih lagu-lagu yang sedang tenar, seperti lagu-lagu Didi Kempot dan beberapa lagu dangdut.

"Biar punya daya tarik saat orang-orang lewat yang dengar. Aku ngamennya di pasar-pasar, modelnya karaoke. Aku nggak peduli dengan komentar orang-orang, ternyata banyak yang support," ujar Bejan yang sempat belajar qiraah, seni membaca Alquran itu.

Bejan juga merasa terbantu dengan uluran tangan dari para pelanggannya. Mereka ada yang memberinya uang, ada juga yang mengirimkan sembako. Mereka meminta maaf pada Bejan karena tidak bisa pijat seperti biasa.

"Selama pandemi pendapatan aku turun sekitar 60 persen," ungkap Bejan. "Sebelum pandemi, aku bisa dapat 10 pasien. Sekarang aku bisa dapat dua sampai tiga pasien," imbuhnya.

Mulai Juni 2020, usaha pijat Bejan mulai sedikit bangkit. Orang-orang mulai jenuh di rumah cukup lama. Ia pun pun membuat aturan bagi mereka yang dipijat, mulai dari mencuci tangan, memakai masker, dan memakai sarung tangan.

"Jadi, aku memijatnya dengan menggunakan sarung tangan. Kalau nggak, pasien dan pemijatnya itu pakai hand sanitizer. Tempat tidurnya pun disterilkan dulu, dengan cairan seperti hand sanitizer khusus barang-barang atau benda yang aman bagi kulit itu harganya cukup lumayan. Aku dapat bantuan dari kitabisa.com. Jadi, aku cukup terbantu," ucap Bejan.

3 dari 3 halaman

Kehilangan Pekerjaan

Berdasarkan data Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), penyandang tunanetra salah satu yang ikut terdampak akibat pandemi Covid-19. Mereka adalah penyandang tunanetra yang berprofesi sebagai pemijat, yang dijalani kurang lebih dari 70 persen dari tunanetra dewasa di Indonesia, dilansir dari laman kitabisa, Sabtu, 24 Oktober 2020.

Di Jakarta saja Pertuni memperkirakan ada sekurang-kurangnya 500 orang tunanetra yang berprofesi sebagai pemijat, yang termasuk keluarga tidak mampu. Yayasan Rumah Zakat sempat melakukan penggalangan dana untuk membantu para tunanetra lewat kitabisa.com.

"Kalau data spesifik soal tunanetra nggak ada, mas. Karena kalau kitabisa per kategori, masuknya dalam kategori penggalangan dana untuk disabilitas," kata Public Relation kitabisa.com, Fara Devana, kepada Liputan6.com, Sabtu, 24 Oktober 2020.

Meski begitu, Fara mengatkan ada penggalangangan dana untuk tunanetra yang sempat ramai. Hal itu terkait dengan penutupan GoLife, aplikasi yang menawarkan layanan pijat atau GoMassage yang mengakibatkan penyandang disabilitas terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Ini galang dana buat tunanetra yang ramai banget dan lumayan viral di Twitter waktu itu," tandas Fara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.