Sukses

Selamat, Komunitas Adat di TN Kayan Mentarang Raih Equator Prize 2020 dari Badan PBB

Komunitas adat di Taman Nasional Kayan Mentarang menjadi salah satu dari 10 pemenang Equator Prize 2020 dari salah satu badan PBB, UNDP.

Liputan6.com, Jakarta - Forum Musyawarah Masyarakat Adat Taman Nasional Kayan Mentarang dinobatkan sebagai salah satu penerima Equator Prize 2020. Penghargaan yang diberikan bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia itu diberikan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dan para mitranya pada Sabtu, 5 Juni 2020.

Forum Musyawarah Masyarakat Adat Taman Nasional Kayan Mentarang (FoMMA) terdiri dari 11 kelompok adat yang tersebar di areal seluas 20.000 km2. Komunitas itu berhasil mengadvokasi pengaturan pengelolaan kolaboratif pertama untuk Taman Nasional di Indonesia, yakni pemerintah dan otoritas adat memutuskan bersama tentang pengelolaan dan akses sumber daya dan penggunaan hak-hak adat.

Sebelum FoMMA, Rumah Panjang Dayak Iban Sungai Utik Indonesia dari Kalimantan Barat juga memenangkan Equator Prize pada 2019. Equator Prize juga diberikan kepada sembilan komunitas lokal dan adat dari seluruh dunia yang dianggap menunjukkan solusi inovatif berbasis alam untuk mengatasi kehilangan keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

Selama bertahun-tahun, para pemenang Equator Prize yang mewakili komunitas adat telah mendorong untuk mengadopsi cara yang lebih baik untuk hidup berdampingan dengan alam, mengakui dan menghormati hubungan antara kesehatan manusia dan planet ini. Sekarang, mereka mengulangi pesan itu dengan mempertimbangkan virus Corona — bagaimana perlindungan, penggunaan berkelanjutan, dan pemulihan alam dapat memastikan kesejahteraan dan mata pencaharian bagi masyarakat di seluruh dunia.

"Komunitas kami yang terdiri dari 3.000 orang telah dengan cepat merespons dampak COVID-19 untuk menyelamatkan masyarakat dari kelaparan. Kami memenuhi  kebutuhan pangan dasar untuk lebih dari 7.500 orang setiap minggu dari kebun komunitas model pertama kami," kata Nelson Reiyia, Direktur di Nashulai Maasai Conservancy, yang merupakan salah satu organisasi pemenang Equator Prize yang baru, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, akhir pekan lalu.

Ia mengatakan tujuan berikutnya adalah memotivasi penduduk desa untuk mereplikasi ide tersebut. Ia mengatakan cara tersebut adalah upaya untuk memastikan keamanan pangan warga sambil meningkatkan upaya konservasi.

Pemenang Equator Prize masing-masing akan menerima 10.000 dolar AS dan kesempatan untuk bergabung dengan serangkaian acara khusus yang terkait dengan Majelis Umum PBB, KTT Alam PBB, dan Pekan Iklim Global pada akhir September. Mereka akan bergabung dengan jaringan 245 komunitas adat dari 81 negara yang telah menerima Equator Prize sejak 2002.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cetak Sejarah Baru

Pada tahun ini, Equator Prize mencetak sejarah baru dengan pertama kalinya diberikan kepada kelompok-kelompok dari Kanada dan Myanmar. Pemenang juga berasal dari Republik Demokratik Kongo, Ekuador, Guatemala, Indonesia, Kenya, Madagaskar, Meksiko, dan Thailand.

Selama ‘Super Year for Nature ', pendekatan para pemenang mencontohkan tindakan apa yang dapat diambil untuk melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati yang penting bagi generasi yang akan datang. Prestasi para pemenang juga menunjukkan bagaimana masyarakat adat dan komunitas lokal mengatasi ketertinggalan dan diskriminasi dalam mendukung komunitas mereka, dan dunia secara secara lebih luas.

"Ketika alam kita menghadapi berbagai tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, Equator Prize menampilkan berbagai solusi berbasis alam yang luar biasa yang dipelopori oleh komunitas lokal dan masyarakat adat," kata Administrator UNDP, Achim Steiner.

Steiner mengatakan cara-cara inovatif untuk melindungi ekosistem, keanekaragaman hayati, dan mengatasi perubahan iklim menjadi lebih penting daripada sebelum pandemi Covid-19. Ia berharap upaya para pemenang Equator Prize akan berefek meluas di seluruh dunia.

"Pada saat yang sama, banyak dari komunitas ini semakin kehilangan hak-hak mereka karena perampasan tanah, penambangan atau penebangan ilegal sehingga upaya pemulihan dan pembangunan ketahanan harus berusaha untuk meningkatkan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal,” tambahnya.

Equator Prize didukung oleh mantan Kepala Negara Gro Harlem Brundtland dan Oscar Arias, pemenang Hadiah Nobel Al Gore dan Elinor Ostrom, pakar terkemuka Jane Goodall dan Jeffrey Sachs, pemimpin hak-hak adat Vicky Tauli-Corpuz, filantropis Richard Branson dan Ted Turner dan selebritas Edward Norton, Alec Baldwin, Gisele Bündchen dan lainnya. Mitra Equator Initiative termasuk pemerintah Jerman, Norwegia dan Swedia, serta Conservation International, Convention on Biological Diversity, EcoAgriculture, Estee Lauder, Fordham University, the International Union for Conservation of Nature, the Nature Conservancy, PCI Media Impact, Rainforest Foundation Norway, Rare, UNEP, UNDP, UN Foundation, USAID, WWF dan the Wildlife Conservation Society.

Para pemenang dipilih dari 583 nominasi dari lebih dari 120 negara oleh Komite Penasihat Teknis independen yang terdiri dari para pakar terkenal internasional. Seleksi ini berdasarkan pada pendekatan berbasis masyarakat yang menyediakan cetak biru untuk replikasi dan peningkatan skala solusi untuk mengatasi krisis keanekaragaman hayati kita.

3 dari 3 halaman

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini