Sukses

Awal Ramadhan 2024 Berpotensi Berbeda, Ini Penjelasan Pakar Remote Sensing Unsoed

Awal Ramadhan selalu ditentukan dengan menggabungkan metode hisab dan rukyah. Selain sidang isbat, ada juga organisasi besar yang sudah turun temurun mengamalkan metode hisab

Liputan6.com, Jakarta - Di Indonesia, perbedaan penentuan awal Ramadhan selalu berulang dari tahun ke tahun. Dua organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah terkadang juga berbeda dalam penentuan tanggal 1 Ramadhan.

Tentu banyak yang bertanya-tanya, kenapa hanya soal penentuan awal bulan saja, bisa berbeda.

Terlebih Ramadan 2024 ini ada kemungkinan 1 Ramadhan juga berbeda. Sebagian tanggal 11 Februari 2024, lainnya 12 Februari.

Versi resminya, awal Ramadhan akan ditentukan melalui sidang isbat di Kemenag yang kemungkinan akan digelar pada tanggal 10 Maret 2024.

Nah, untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan awal Ramadhan, baik dari NU, Muhammadiyah, pemerintah, maupun kelompok lain, ada baiknya kita menyimak penjelasan pakar komputasi dan remote sensing FMIPA Unsoed, Jamrud Aminuddin, PhD.

Jamrud menjelaskan, sidang isbat awal Ramadhan selalu ditentukan dengan menggabungkan metode hisab dan rukyah. Selain sidang isbat, ada juga organisasi besar yang sudah turun temurun mengamalkan metode hisab.

Metode hisab adalah penentuan awal bulan pada kalender Hijriyah berdasarkan perhitungan astronomi. Metode rukyah adalah penentuan awal bulan dengan cara melihat bulan.

Menurut Jamrud metode hisab sendiri diperoleh berdasarkan data-data pengamatan dengan metode rukyah yang sudah berlangsung lama, sebaliknya rukyah sering digunakan untuk memverifikasi hasil hisab.

"Dalam ilmu fisika, kita sering mendengar istilah teori dibuktikan dengan eksperimen, namun terkadang hasil ekesperimen menghasilkan teori baru. Demikianlah kedua metode ini saling mendukung," jelas Jamrud.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Beda Metode Hisab dan Rukyah

Awal Ramadhan 2024 sebentar lagi akan ditentukan melalui sidang isbat. Ada kemungkinan tanggal 1 Ramadhan akan berbeda antara pengamal hisab dan rukyah.

"Penjelasannya berdasarkan hasil perhitungan pada perangkat lunak pengolah data astronomi yang dikembangkan oleh Islamic Astronomical Center (IAC)," ujarnya.

Jamrud mengungkapkan, pada saat maghrib 10 Maret 2024 (hari Ahad), berdasarkan perhitungan astronomi menggunakan perangkat lunak IAC, konjungsi (ijtima’) akan terjadi pada pukul 16.00 WIB, di mana posisi matahari bumi dan bulan berada pada satu garis lurus.

Sedangkan pada titik referensi Gedung C Fakultas MIPA Unsoed, Purwokerto, Jawa Tengah, dengan letak astronomi 109:15:15,0 BT dan 07:24:37,6 LS, matahari akan berada di bawah ufuk pada Pukul 17.59 WIB dengan posisi azimuth +265°:57':37" (ufuk barat) dan altitude -01°:26':43" (di bawah ufuk).

Pada saat itu hilal berada pada posisi azimuth +264°:43':12" dan altitude +00°:40':41". Dengan menggunakan formula segitiga bola bumi, maka sudut elongasi (jarak lengkung antara matahari dan bulan) adalah +02°:27':32".

Pada saat itu juga, umur bulan baru sekitar 2 jam di atas ufuk karena konjungsi (ijtima’) terjadi pada pukul 16.00 WIB.Pada kondisi seperti ini, pengamal hisab akan berkesimpulan bahwa 1 Ramadhan 1445 H akan jatuh pada Maghrib 10 Maret 2024.

"Artinya pada malam itu (Ahad malam) pengamal hisab akan melaksanakan sholat taraweh pertama dan Puasa Hari Pertama pada tanggal 11 Maret 2024 keesokan harinya (hari Senin)," ujar Jamrud yang mempunyai HAKI dalam bentuk paten yakni konverter energi PLTA.

 

3 dari 3 halaman

Sidang Isbat: Kombinasi Hisab dan Rukyah

Di lain pihak, pemerintah, menurut Jamrud, biasanya menerapkan perpaduan antara metode hisab dan rukyah kemungkinan akan memutuskan bahwa 1 Ramadhan jatuh pada tanggal 11 Maret 2024 selepas magrib.

Artinya, sholat tarawih pertama akan dimulai pada malam tersebut (Senin malam) dan puasa pertama akan dimulai pada hari Selasa (keesokan harinya), pada tanggal 12 Maret 2024 M.

Selanjutnya, Jamrud menjelaskan bahwa berdasarkan kesepakatan MABIMS (Menteri Agama Brunei Indonesia Malaysia Singapura) terbaru di mana kriteria terlihatnya hilal adalah altitude bulan baru minimal 3 derajat, dengan sudut elongasi 6,4 derajat, sedangkan kriteria umur bulan sudah ditiadakan pada kriteria baru MABIMS berdasarkan RJ2017 (RJ: Rekomendasi Jakarta).

"Berdasarkan kriteria MABIMS tersebut, hilal tidak mungkin terlihat pada hari Ahad selepas magrib pada tanggal 11 Maret 2024 karena tingginya baru +00°:40':41 dengan sudut elongasi +02°:27':32". Sehingga pengamal rukyah akan mencukupkan hitungan bulan Sya’ban menjadi 30," ucap dia.

 

Pada Gambar 1 diperlihatkan hasil simulasi potensi terlihatnya hilal. Pada panel A: 10 Maret 2024, hilal tidak mungkin terlihat. Pada hari berikutnya, pada Panel B: 11 Maret 2024 kemungkinan hilal akan terlihat di seluruh wilayah Indonesia bahkan tanpa bantuan teleskop, kata Jamrud,PhD.

Selanjutnya, Idul Fitri 1 Syawal 1445 H berpotensi sama antara pengamal hisab dan rukyah, diperkirakan jatuh pada Hari Rabu, 10 April 2024. Penjelasannya adalah pada tanggal 9 April 2024 M dengan titik referensi yang sama, yaitu gedung C Fakultas MIPA Unsoed, Purwokerto, Jawa Tengah, dengan letak astronomi 109:15:15,0 BT dan 07:24:37,6 LS, matahari akan berada di bawah ufuk pada pukul 17.44 WIB dengan posisi azimuth +277°:24':12" (ufuk barat) dan altitude -04°:02':59" (di bawah ufuk).

Pada saat itu hilal berada pada posisi azimuth +283°:13':22" dan altitude +03°:45':19". Berdasarkan hasil simulasi dengan perngkat lunak International Astronomical Center, sudut elongasi antara bulan dan matahari sebesar +09°:43':59".

Pada saat itu umur bulan sudah 16 Jam di atas ufuk karena konjungsi (ijtima’) terjadi pada pukul 01.21 WIB dini hari tanggal 9 April 2024 M (Hari Selasa). Berdasarkan kriteria MABIMS, hilal diyakini akan terlihat pada saat itu, jelas Jamrud,PhD. yang juga punya Hak Cipta pada Pompa Air dengan Kincir sebagai Tenaga Penggerak.

 

Jamrud,PhD. menambahkan pada Gambar 2 diperlihatkan hasil simulasi potensi terlihatnya hilal 1 Syawal 1445 H pada saat matahari terbenam pada tanggal 9 April 2024 (hari Selasa). Pada saat itu, hilal akan terlihat di seluruh Indonesia hanya dengan menggunakan bantuan teleskop, kecuali bagian utara Pulau Sumatera ada kemungkinan hilal terlihat tanpa bantuan teleskop.

Dari hasil simulasi yang dilakukan di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Jawa Tengah, maka disimpulkan bahwa kemungkinan pengamal hisab akan melaksanakan puasa selama 30 hari dan pengamal rukyah selama 29 hari. Awal Ramadhan kemungkinan dimulai di hari yang berbeda tetapi Idul Fitri kemungkinan dilaksanakan di hari yang sama, ujar Jamrud,PhD.

"Semua pendapat Jamrud, PhD di atas bukan merupakan rujukan utama, silakan menunggu hasil sidang isbat. (Jamrud, PhD) hanya menyajikan informasi ilmiah. Keputusan ada di tangan pihak yang punya otoritas dalam hal ini Pemerintah RI," ungkap alumni Program S3 Remote Sensing, Chiba University, Jepang ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.