Sukses

Siapakah Kaum Zindiq yang Ditimpa Azab Hujan Batu di Akhir Zaman Jelang Kiamat?

Beberapa fenomena juga terjadi pada akhir zaman, menjelang datangnya hari kiamat. Salah satunya azab hujan batu yang menimpa kaum Zindiq

Liputan6.com, Jakarta - Ada berbagai tanda kiamat sudah dekat. Bahkan, Nabi Muhammad SAW pun merupakan penanda itu sendiri.

Sebab, beliau adalah nabi akhir zaman dan tidak ada lagi nabi dan rasul yang diutus setelah Rasulullah SAW.'

Tak ada satupun yang tahu kapan waktu pasti terjadinya kiamat. Akan tetapi, tanda kiamat cukup banyak disebut dalam Al-Qur'an dan hadis.

Beberapa fenomena juga terjadi pada akhir zaman, menjelang datangnya hari kiamat. Salah satunya azab hujan batu yang menimpa kaum Zindiq.

Mengutip Makintau via kanal Islami Liputan6.com, Rasulullah SAW sudah mewartakan bahwa perubahan wujud manusia, bumi amblas dan hujan batu juga akan menimpa para pelaku bid’ah yang melanggar akidah, seperti kelompok zindiq (orang-orang munafik dan para penentang syariat Islam) dan kaum Qadariyah (orang-orang yang tidak mengakui takdir Allah atas nasib dan tindakan hamba-hamba-Nya).

Nafi’ menuturkan, ketika ia sedang duduk bersama Abdullah ibn Umar, tiba-tiba seorang datang dan berkata,

Fulan dari Syam mengirimkan salam untukmu.” Abdullah ibn Umar menjawab, “Aku mendengar bahwa ia sudah mengada-adakan sesuatu yang tidak diajarkan agama (melakukan bid’ah). Jika benar demikian, maka aku tidak akan pernah mengirim salam untuknya. Sebab, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Akan terjadi pada umatku perubahan wujud manusia dan hujan batu yang akan menimpa orang zindiq dan Qadariyah’,” (HR. Ahmad).

Lantas siapakah kaum Zindiq yang dimaksud, bagaimana perilakunya?

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Arti dan Siapa Kaum Zindiq?

Mengutip Republika, dalam bahasa Indonesia, zindik berarti ‘orang yang tersesat imannya.’ Dalam konteks kesejarahan Islam, adanya golongan zindik sudah terdeteksi setidaknya sejak abad pertengahan. Ketika itu, pemahaman-pemahaman yang merusak agama tauhid mulai tumbuh subur.

Dalam bahasa Arab, zindiq berarti ‘kotoran yang membahayakan.’ Secara istilah, zindiq atau dalam bentuk jamaknya, zanadiqah, adalah golongan yang membuat penyimpangan dalam menafsirkan nash-nash Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Istilah zindik juga dinisbahkan kepada orang-orang yang antiagama, yang karena penyimpangannya dalam menafsirkan nas-nas agama maka mereka merusak kehidupan agama dan negara. Sering pula istilah zindik diartikan untuk orang-orang yang pada lahirnya Islam, tetapi pada batinnya kafir.

Istilah zindik pada mulanya berasal dari bahasa Persia yang diarabkan di Irak pada 125 H (742 M). Terminologi ini muncul ketika terjadi eksekusi terhadap Ja’ad bin Dirham yang dipandang sebagai seorang zindik.

Menurut Muhammad Sabit al-Fandi dalam Darrah al-Ma‘arif al-Islamiyyah, apabila istilah yang dibawa ke dalam bahasa Arab itu zindy, maka itu artinya sama dengan tafsir atau takwil.

Dengan demikian, zindik yang dimaksud di sini adalah tafsir atau takwil yang keluar dari batas-batas yang semestinya. Penafsiran atau laku takwil demikian tidak dapat diterima menurut prinsip-prinsip ajaran Islam, yakni yang bersumber pada Alquran dan hadis.

Imam Hanbali menolak penafsiran kaum zindik karena mereka menakwilkan ayat-ayat Alquran dengan kecenderungan yang merusak ajaran Islam. Istilah zindik menurut seorang peletak mazhab fikih ahlus sunnah wal jama’ah itu sama dengan bidah (mengada-ada) atau ilhad (ateis).

Ahli sejarah dari Kairo, Abu Hasan Ali al-Mas’udi (wafat 345 H 956 M), mengatakan, istilah zindik pada mulanya tertuju kepada pengikut-pengikut aliran Mazdak. Mereka membuat penafsiran baru terhadap kitab orang Majusi, Zendavesta. Mereka menakwilkan sendiri isi kitab tersebut hingga sangat bertentangan dengan maksud yang sebenarnya.

Hujjatul Islam Imam al-Gazali mengatakan bahwa kaum zindik adalah orang-orang yang mengingkari adanya wujud Allah SWT. Mereka mengatakan bahwa alam semesta bersifat qadim (terdahulu) dan mengingkari adanya akhirat. Adapun pakar tasawuf, al-Mukri, memandang, kaum zindik adalah orang-orang naturalis yang mengingkari adanya nabi-nabi serta kitab-kitab yang diwahyukan oleh Allah kepada manusia.

Istilah zindik dalam penggunaannya menunjuk orang yang mengingkari prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala macam bidah dalam menafsirkan nas-nas agama atau memahami penafsiran ajaran Islam menurut hawa nafsunya sendiri. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.

3 dari 4 halaman

5 Kategori Zindiq

Para ulama mazhab Hanbali mengelompokkan zindik dalam lima kategori:

1. Mereka yang disebut al-Mu’attilah. Golongan ini adalah mereka yang mengingkari adanya pencipta dan pengatur alam semesta.

2. Golongan al-Manuwiyah, yaitu golongan yang memiliki keyakinan politeisme.

3. Golongan al-Mazdakiyah. Yaitu golongan yang memiliki keyakinan sama dengan al-Manuwiyah.

4. Golongan al-Abdakiyah. Yaitu orang yang hidup hanya dengan beribadah atau diistilahkan dengan zahid. Mereka berasal dari aliran Imamiyah yang berada di Kufah. Mereka ini juga tidak mau memakan daging hewan.

5. Golongan ar-Rohaniyah, yaitu sufi yang berusaha melepaskan diri dari ikatan hukum syariat dengan jalan cinta ruhaniah kepada Allah SWT. Mereka menganggap dirinya telah bersatu dengan Allah SWT.

Karena itu, mereka ini memandang bahwa tidak ada beda antara al-Khalik (Pencipta) dan makhluk. Seterusnya, makhluk dipandangnya tidak terikat lagi dengan hukum-hukum syariat.

 

4 dari 4 halaman

Kilas Sejarah Kaum yang Dianggap Zindiq

Ulama mazhab Maliki di Andalusia menetapkan orang yang menghina Nabi SAW adalah orang zindik, seperti keputusan ulama kepada Abu al-Khair di Cordoba pada masa pemerintahan al-Hakam II dan Ibnu Abi Hatim. Keputusan yang sama juga dilakukan oleh ulama mazhab Hanafi, khususnya pada masa pemerintahan Turki Utsmaniyah.

Dalam bidang kalam, kaum Muktazilah pada awalnya dikatakan sebagai golongan zindik karena ajarannya dipandang bermaksud untuk melepaskan diri dari kewajiban-kewajiban syariat. Menurut Imam al-Gazali, mereka tidak percaya atau mengingkari adanya Tuhan, pengatur alam semesta ini. Namun, kemudian tidaklah demikian adanya. Ternyata di antara mereka ada yang menjadi ulama besar, fukaha (ahli fikih), mutakalimin (ahli ilmu kalam), bahkan menjadi kadi besar (hakim agung) seperti kadi Abdul Jabar.

Secara khusus dalam bidang tasawuf, orang- orang sufi tertentu sering dipandang sebagai orang- orang zindik, ajarannya atau ucapannya dianggap mempunyai ajaran agama yang benar.

Kamil Mustafa asy-Syaibi (seorang pakar tasawuf) dan Zunnun al-Misri (ahli fikih dari Mesir) adalah dua orang yang awalnya dikira sebagai zindik. Hal itu disebabkan mereka berbicara tentang ilmu laduni yang tidak dikenal oleh orang-orang Mesir.

Keduanya didakwa mendapatkan hukuman gantung karena dipandang sebagai seorang zindik yang berbahaya bagi keselamatan agama dan negara. Hal itu sebagai akibat perkataannya yang mengatakan ana Al Haqqu, yaitu mengklaim dirinya adalah Tuhan.

Kaum Syiah Gulat juga dianggap berpandangan ekstrem dan dipandang termasuk dalam golongan zindik. Alasannya karena ajaran kelompok ini tentang ketuhanan. Mereka mengatakan bahwa Tuhan menjelma (inkarnasi) ke dalam diri Ali bin Abi Talib RA.

Menilai seseorang apakah termasuk dalam golongan zindik atau bukan dapat dibaca dari model pemikirannya. Orang beriman akan patuh dan taat jika sudah dihadapkan pada nas-nas dari Alquran dan hadis. Sementara orang zindik, mereka mempunyai pemikiran bebas, yaitu yang tidak terikat pada bunyi lahir nas. Mereka dengan seenaknya menafsirkan nas sesuai kepentingan pribadi atau kelompoknya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.