Sukses

Jejak Perlawanan Kolonial dalam Riwayat Gelar Haji dan Hajjah di Indonesia

Asal-usul penyebutan gelar haji di Indonesia. Ada yang Pak Haji, ada pula yang bu Hajjah

Liputan6.com, Jakarta - Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu. Karena untuk melaksanakan haji memerlukan biaya yang lumayan besar dan juga menuntut kemampuan yang tidak mudah.

Perintah untuk melaksanakan haji terdapat dalam QS. Al-Hajj ayat 27 yang berbunyi:

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ 

Wa ażżin fin-nāsi bil-ḥajji ya'tūka rijālaw wa ‘alā kulli ḍāmiriy ya'tīna min kulli fajjin ‘amīq(in) 

Artinya: "Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh." (QS Al Hajj:27).

Seringkali kaum muslim menganggap ibadah ini sebagai ibadah paling spesial. Biasanya setiap umat Muslim di Indonesia yang baru saja menyelesaikan ibadah haji di Padang Arafah, Mekkah akan menyandang panggilan haji atau hajjah.

Yang lelaki biasa disapa dengan Pak Haji, sementara perempuan dipanggil dengan Bu Hajjah atau Bu Haji. Panggilan ini seperti selayaknya gelar kehormatan.

Namun, ternyata pemberian gelar tersebut hanya ada di Tanah Air. Di luar negeri, seperti Arab Saudi dan negara Muslim lainnya tidak mengenal gelar tersebut.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asal-Usul Gelar Haji

Mengutip dari berbagai sumber, diketahui gelar haji mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1896 pada zaman kolonial Belanda. Islam pada masa itu merupakan salah satu kekuatan anti-kolonialisme di Indonesia.  

Semangat kemerdekaan kerap digembar-gemborkan oleh para tokoh Islam, salah satunya setelah mereka kembali dari ibadah haji seperti  KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah seusai pulang ibadah haji. Kemudian, KH Hasyim Asyari mendirikan Nahdlatul Ulama, Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam, dan Cokroaminoto mendirikan Sarekat Islam.  

Berdirinya organisasi-organisasi Islam tersebut membuat khawatir pihak Belanda, karena para tokoh yang kembali dari ibadah haji dianggap sebagai orang suci di Jawa. Sehingga para haji diyakini akan lebih didengar oleh penduduk awam lainnya.  

Dahulu sebenarnya para kiai sendiri tidak ada yang bergelar haji, karena haji merupakan ibadah.  Namun, karena banyak perlawanan yang dilakukan umat Islam terhadap kolonial, terutama yang baru kembali dari ibadah haji maka disematkanlah gelar haji ini. 

Hingga akhirnya kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Tujuan pemberian gelar haji ini adalah agar pihak Belanda lebih mudah dalam melakukan pengawasan bagi para jemaah haji yang mencoba memberontak.  

Sejak saat itulah setiap umat Muslim Indonesia yang baru saja pulang dari ibadah haji akan diberi gelar haji. Namun tidak dipungkiri seiring berkembangnya zaman, saat ini gelar haji kerap kali dijadikan sebagai penanda kelas sosial-ekonomi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.