Sukses

Puasa Terbukti Kurangi Gejala Depresi dan dan Kecemasan

Puasa Ramadhan tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan tubuh, melainkan juga mental. Ada banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa berpuasa memberi dampak positif bagi kesehatan mental.

Liputan6.com, Jakarta - Puasa Ramadhan tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan tubuh, melainkan juga mental. Ada banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa berpuasa memberi dampak positif bagi kesehatan mental.

Konsultan psikiater di Burjeel Hospital, Abu Dhabi, dr Nada Omer Mohamed Elbashir mengatakan, mengatakan ada kepercayaan yang tumbuh saat ini tentang efek positif puasa terhadap kesehatan mental.

“Orang yang berpuasa mengalami perbaikan gejala depresi, kecemasan, dan bahkan stres,” katanya kepada Al Arabiya.

“Mereka juga melaporkan penurunan kelelahan dalam minggu kedua puasa. Ini dapat dikaitkan dengan menginduksi metabolisme keton dan efek anti-inflamasinya yang berkontribusi pada tingkat stres yang lebih rendah," ujarnya. 

Nada mengatakan, ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kadar serotonin meningkat dalam darah ketika orang berpuasa.

“Neurotransmiter adalah komponen kimia penting dari otak. Mereka mengirimkan sinyal yang tidak hanya memengaruhi cara kita berfungsi, berbicara, dan berpikir, tetapi juga perasaan kita. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan kadar serotonin dalam darah, suatu neurotransmitter yang sangat terkait dengan depresi dan kecemasan jika zat itu berkurang," jelas Nada. 

Selain itu, puasa juga tidak mengubah neurotransmiter sepertri dopamin. 

"Dopamin, neurotransmitter lain yang sangat terkait dengan depresi dan psikosis, tampaknya tidak berubah dengan puasa. Namun, penelitian lebih lanjut sedang dilakukan di masa depan yang mungkin dapat membuktikan sebaliknya.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konsultasikan dengan Dokter

Meski demikian, Nada mengatakan penting untuk dicatat bahwa puasa selama Ramadhan tidak dianjurkan untuk individu yang berisiko mengalami komplikasi medis atau mereka yang memiliki kondisi kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya. Bagi mereka yang berpuasa, penting untuk memantau kesehatan fisik dan mental dengan cermat dan mencari bantuan profesional jika perlu.

Mereka yang membutuhkan pengobatan untuk menjaga kesehatan mentalnya juga harus berkonsultasi dengan dokter sebelum menjalankan puasa di bulan suci.

“Asupan dan pengaturan waktu obat sangat penting, terutama ketika tingkat terapeutik dalam darah diinginkan,” katanya.

"Orang dengan gangguan bipolar dan skizofrenia harus mempertahankan pengobatan mereka sesuai anjuran,” Nada melanjutkan. 

Mengenai pengobatan di bulan Ramadhan, mereka yang telah rutin minum obat pun diajurkan untuk berkonsultasi lebih dulu dengan dokter spesialis yang menangani. 

“Banyak orang berjuang menyesuaikan obat mereka pada siang hari di bulan Ramadhan. Dianjurkan agar obat diminum dalam dosis penuh yang ditentukan jika puasa dipilih, tetapi waktunya dapat disesuaikan dengan Iftar atau Sahur. Namun, sangat disarankan untuk mengikuti saran dokter spesialis Anda tentang pengobatan jika Anda memilih untuk berpuasa dan mengubah waktunya.”

3 dari 3 halaman

Puasa Mengurangi Stres

Dr Farinaz Aghajan Nashtaei, psikiater spesialis di International Modern Hospital Dubai, mengatakan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa dapat memiliki efek positif pada kesehatan mental, seperti mengurangi stres, kecemasan, dan gejala depresi.

“Misalnya, satu studi menemukan bahwa puasa selama Ramadhan menyebabkan penurunan tingkat stres dan kecemasan yang signifikan di antara peserta. Studi lain menemukan bahwa puasa dapat meningkatkan neuroplastisitas, yang dapat berkontribusi pada pengurangan gejala depresi.”

Puasa juga terbukti meningkatkan fungsi kognitif dan mencegah penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia, kata Dr Nashtaei. Dengan demikian, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa puasa dapat memperlambat degenerasi saraf dan meningkatkan pemulihan fungsional setelah stroke.

“Efek ini diperkirakan dimediasi oleh berbagai mekanisme neuroendokrin psikis, seperti peningkatan kadar ghrelin plasma dan serotonin, yang dapat meningkatkan suasana hati dan fungsi kognitif.”

Namun, puasa di bulan Ramadan juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental, kata dokter tersebut.

Dehidrasi dan kelelahan dapat menyebabkan seseorang lekas marah, perubahan suasana hati, dan kesulitan berkonsentrasi. Selain itu, perubahan pola tidur dan pola makan dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan stres. Beberapa individu mungkin juga mengalami perasaan terasing dan kesepian karena interaksi sosial yang berubah selama sebulan.

Hidrasi dan nutrisi yang cukup ketika sahur dan buka puasa dapat membantu mencegah gejala fisik yang dapat memengaruhi kesehatan mental. Selain itu, melakukan aktivitas fisik dan menjaga hubungan sosial dapat membantu mengurangi perasaan terisolasi dan depresi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.