Sukses

Dalil dan Hukum Mengunyah Makanan Untuk Bayi Saat Berpuasa Ramadan

Sang ibu biasanya membantu si bayi dengan mengunyahnya terlebih dahulu untuk kemudian diberikan kepada sang buah hati

Liputan6.com, Jakarta Biasanya seorang bayi yang belum memiliki gigi begitu kuat untuk menguyah makanan membuat sang ibu harus membantu agar si bayi bisa makan.

Sang ibu biasanya membantu si bayi dengan mengunyah makanan terlebih dahulu untuk kemudian diberikan kepada sang buah hati.

Namun bagaimana jika hal tersebut dilakukan oleh sang ibu yang sedang menunaikan ibadah puasa Ramadhan? Sementara aroma makanannya sangat kentara di lidah? Batalkah?

Dirangkum dari berbagai sumber, terdapat beberapa dalil yang membahas hal tersebut:

Ibnu Abbas memberikan keterangan mengenai mengunyah makanan saat berpuasa

وقال ابن عباس لا بأس أن تمضغ الصائمة لصبيها الطعام وهو قول الحسن البصري والنخعي وكرهه مالك والثوري والكوفيون إلا لمن يجد بدًّا من ذَلِكَ

Artinya: Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak masalah bagi perempuan yang berpuasa mengunyah makanan untuk bayinya, dan ini merupakan pendapat dari Imam Hasan Basri dan Imam Nakha’i. Sedangkan menurut Imam Malik, Imam ats-Tsauri, dan pra ulama Kuffah, hukumnya adalah makruh kecuali memang tidak ada pilihan lain“.

Hukum memasukkan makanan ke dalam mulut saat puasa selama tidak ditelan adalah boleh. 

Hal ini didasari adanya kebutuhan seperti membantu mengunyahkan makanan atau mencicipi masakan guna memastikan cita rasanya.

Lain halnya jika tidak ada kebutuhan yang mendesak seperti kasus di atas, maka hukumnya makruh.

Bahkan menurut Syekh Sulaiman al-Jamal dalam Hasyiyatul Jamal menjelaskan bahwa jika sampai tertelan, maka batal puasanya. Berikut pernyataannya:

(قَوْلُهُ: وَهُوَ مَكْرُوهٌ) وَكَذَا الذَّوْقُ مَكْرُوهٌ أَيْضًا اهـ رَشِيدِيٌّ وَهَذَا إذَا كَانَ لِغَيْرِ حَاجَةٍ أَمَّا لَهَا فَلَا يُكْرَهُ كَأَنْ يَذُوقَ الطَّعَامَ

مُتَعَاطِيهِ لِغَرَضِ إصْلَاحِهِ فَلَا يُكْرَهُ وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ مُفْطِرًا آخَرُ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَعْرِفُ إصْلَاحَهُ مِثْلَ الصَّائِمِ اهـ. ع ش عَلَى م ر. 

Artinya: “Redaksi ‘kemakruhan mengunyah’, begitu pula mencicipi makanan, hukumnya juga makruh. Demikian kata Rasyidi. Kemakruhan mencicipi makanan tersebut apabila tidak ada kebutuhan yang mendesak. Jika memang ada kebutuhan mendesak, hukumnya juga tidak makruh seperti orang mencicipi makanan untuk mengetahui sudah enak atau belum, hukumnya tidak makruh meskipun mempunyai konsekuensi membatalkan (jika tertelan) karena semacam orang puasa tidak akan bisa mengetahui makanan sudah lezat atau belum (kecuali dengan mencicipi). Demikian menurut Ali Sibromulisi atas Ramli.”

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hukumnya?

Hukum batal puasa berlaku pula apabila tidak sengaja sampai tertelan. Syekh Al-Umrani dalam al-Bayan (3/534) memaparkan:

ويكره للصائم مضغ الخبز، فإن كان معه صبي يحتاج إلى مضغ الخبز له.. لم يكره؛ لأنه موضع ضرورة، فإن نزل إلى حلقه.. أفطر 

Artinya: “Dimakruhkan bagi orang yang berpuasa mengunyah roti. Jika dia bersama anak kecil yang membutuhkan bantuan kunyahan, maka tidak dimakruhkan, karena posisinya adalah darurat. Apabila sampai masuk tenggorokan, puasanya batal.”

Sementara itu, menurut Sekjen MUI Anwar Abbas, mengunyahkan makanan untuk bayi atau anak akan membatalkan puasa jika sampai masuk ke dalam tenggorokan.

"Kalau sampai masuk ke tenggorokan tentu akan menyebabkan batalnya puasa yang bersangkutan," kata Anwar saat dihubungi wartawan, Sabtu (16/05/2020).

Sebab, di antara hal yang membatalkan puasa menurut syariat adalah masuknya benda ke dalam jauf (abdomen).

Terminologi jauf dalam pengertian para ahli fikih meliputi lambung, usus dan kandung kemih, dan bagian dalam kepala.

Namun, jika makanan yang dikunyah tidak sampai ke dalam tenggorakan, ia menyebut ada dua pendapat yang berbeda.

"Tapi kalau tidak, maka ada ulama yang mengatakan hukumnya boleh kalau memang diperlukan oleh bayi. Tapi juga ada yang mengatakan hukumnya makruh," jelas Anwar.

3 dari 3 halaman

Orang Tua

Untuk itu, ia menyarankan kepada para orangtua lebih baik memberikan makanan yang lembut dan halus kepada anak.

Oleh karena itu, membantu mengunyahkan makanan untuk bayi saat berpuasa hukumnya boleh. 

Namun jika tidak sengaja tertelan maka puasanya batal. Adapun cara menjaga dari sisa makanan yang baru dikunyah ialah dengan cara berkumur atau menggosok gigi.

Jika usaha tersebut telah dilakukan secara maksimal, lalu masih ada sisa makanan tertelan, maka hal ini di maafkan dan puasa pun tidak batal.

Demikian keterangan singkat mengenai hukum mengunyah makanan pada bayi saat puasa.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.