Sukses

Kisah Pesantren Metal Tobat Cilacap Sembuhkan Pecandu Narkoba dengan Puasa

Pondok pesantren Metal Tobat, Cilacap menampung para berandal, bromocorah, pemabuk, dan tukang madat alias pecandu narkoba yang bertekad sembuh

Liputan6.com, Cilacap - Lantunan lagu ‘Tombo Ati’ dari gesekan biola terdengar lirih dari salah satu sudut Pondok Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga, Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah. Suaranya menyayat hari yang beranjak sore.

Santri-santri tampak berkumpul di sebuah ruangan yang disebut sebagai uzlah, yang jauh dari ma'had (asrama) utama. Mereka berlatih musik, dengan irigan biola, jimbe, organ dan harmonika.

Tak lama kemudian, musik itu lantas berubah ritmis saat rancak reggae berpadu ketukan jimbe mengiringi ‘No Woman No Cry’.

Beberapa santri tampak gondrong. Beberapa lainnya masih berpeci, memegang alat-alat musik yang sedari tadi dimainkannya di salah satu uzlah pesantren itu. Uzlah adalah istilah untuk menyebut gubuk untuk menyepi atau bangunan yang terpisah dari ma’had (asrama) utama pesantren.

Pondok pesantren itu berdiri sekitar 2000. Sejak pertama berdiri, pesantren juga menampung para berandal, bromocorah, pemabuk, dan tukang madat alias pecandu narkoba, yang hendak bertobat. 20 tahun kemudian, pondok pesantren ini tumbuh berkembang dan menjadi salah satu pesantren besar di Cilacap.

Uniknya, pesantren ini menerapkan kurikulum yang bagi sebagian orang dianggap aneh. Santri diperbolehkan bermusik. Banyak santri gondrong. Beberapa di antaranya masih bertato.

Agak aneh memang, tapi inilah pesantren yang sejak kelahirannya pada 2000-an awal, telah melahirkan puluhan penghafal Al-Qur'an, hafiz dan hafizah. Kini, di pesantren ini, 500-an santri, lelaki dan perempuan, tengah menuntut ilmu.

"Prinsip saya, bukan melihat ini anak akan dijadikan seperti apa. Bukan. Saya lihat potensinya saja. Kalau memang dia berpotensi jadi pemusik, saya dorong jadi pemusik. Kalau saya lihat, anaknya bagus, dia tinggi, bakat jadi militer, ya saya masukkan ke militer. Kalau memang bakatnya jadi kiai, saya dorong jadi kiai," kata Pengasuh Pondok Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga, KH Soleh Aly Mahbub, pada sebuah sore, Ramadan 2017.

Pesantren itu memiliki kelompok khusus santri musik bernama Solmet, kependekan dari Solawat Metal. Aliran musik seperti, rock and roll, reggae dipadu dengan marawis adalah andalan kelompok yang menamai dirinya Solmet, yang kependekan dari Solawat Metal.

Jadi, jangan heran, jika lagu ‘Tombo Ati’ Kyai Kanjeng dalam pementasan, disusul kemudian dengan lagu wajib rastamania, ‘No Woman No Cry’.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sembuhkan Pecandu Narkoba dengan Puasa Dawud

Nama dan kurikulum yang dikembangkan di pondok pesantrennya ternyata diberikan oleh orang kampung setempat. Dia berpendapat tiap orang berhak atas ilmu sehingga ia tak pernah membatasi siswa yang ingin belajar di pesantrennya.

"Nama itu dulu, tahun 1999, kebanyakan yang mondok itu kan pecandu narkoba. Makanya banyak orang kampung mengatakan, 'Ini, kelompoknya Metal (yang) Tobat.' Dan masih bertahan sampai sekarang ini. Masih berjalan sampai saat ini," ujar kiai muda yang akrab dipanggil Abah Soleh ini.

Kiai Soleh mengaku tak pernah menolak anak jalanan. Ia bahkan memperbolehkan santrinya bermusik, melukis maupun berkesenian lainnya.

Menurut dia, yang terpenting adalah menyisipkan jiwa santri kepada orang-orang yang memang sudah memiliki bakat tertentu. Ia tak hendak mengubah seorang musikus, pelukis atau pematung untuk menjadi santri. Itu pula yang sempat memantik kontroversi.

"Ya karena yang mondok itu para pemakai narkoba, akhirnya yang punya tanah wakaf tidak cocok. Tanah itu diambil kembali. Saya dianggap gerombolan pemabuk. Saya diusir dari tempat itu," paparnya.

Dari 500-an santri Pesantren Metal Tobat, ada sejumlah santri yang tengah menjalani rehabilitasi, mulai narkoba hingga gangguan jiwa. Pesantren ini juga mengembangkan sendiri rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Itu pun dilakukan tanpa pengobatan yang njlimet.

Santri hanya diminta untuk disiplin menjalankan puasa Dwaud yang diyakini tak berefek samping dibandingkan dengan metode rehabilitasi menggunakan obat. Puasa Dawud adalah metode puasa sehari, sehari tidak. Puasa itu dilakukan dalam jangka tiga tahun.

"Setelah selesai puasa tiga tahun, boro-boro minum lagi. Nyium baunya itu saja sudah muntah. Itu memang, puasa itu secara otomatis bisa mencegah untuk tidak mabuk lagi. Dan itu terbukti," Abah Soleh menerangkan.

Tim Rembulan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.