Sukses

Poros Bintang Mercy di Tengah Keraguan

Tak mau hanya sebagai pelengkap pada Pilpres 9 Juli mendatang, Demokrat kini membentuk poros baru untuk menandingi 3 partai poros.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Silvanus Alvin, Taufikurohman, Widji Ananta

Sabtu 26 April siang, kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berlokasi di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, mulai ramai. Sejumlah tamu bermobil mewah terus berdatangan. Sekitar pukul 14.00 WIB, kediaman Presiden yang lebih akrab disapa SBY itu rencananya akan digelar pertemuan para elite politik Partai Demokrat.

Ketua Umum Partai Demokrat siang itu sengaja mengumpulkan seluruh pengurus dari 33 Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat. Pertemuan tertutup itu juga dihadiri sejumlah petinggi Partai Demokrat. Di antaranya Ketua Harian Demokrat Syarif Hasan, Wakil Ketua Umum Jhony Allen Marbun, Ruhut Sitompul, Saan Mustofa, dan petinggi Demokrat lainnya.

Evaluasi perolehan suara Pileg 2014, arah koalisi, menjadi agenda utama pertemuan ini. Selain itu, juga membahas debat kebangsaan peserta Konvensi Capres Partai Demokrat yang terakhir kali. Debat ini dilakukan hari Minggu, 27 April 2014 di sebuah hotel mewah di Jakarta, Grand Sahid Jaya.

Usai acara pertemuan itu, SBY menyampaikan keterangan pers yang menegaskan bahwa, siapa pun pemenang konvensi dari 11 peserta diharapkan bisa maju sebagai capres, maupun wakil presiden dari Demokrat.

Pernyataan SBY tersebut memperjelas isu yang beredar belakangan ini, terkait rencana Demokrat membentuk poros baru. Poros tandingan 3 partai poros, yakni PDIP, Golkar dan Gerindra.

Pernyataan SBY tersebut juga sekaligus memantapkan keyakinan untuk meneruskan ajang penyaringan bakal capres Demokrat. Dia mencoba menggugah kembali semangat peserta konvensi yang hampir mati suri, tak lagi memiliki daya tawar itu.

SBY mencoba membangkitkan partai berlambang bintang mercy itu di tengah keterpurukannya. Ya, hasil suara Pileg 9 April lalu Demokrat hanya mampu mendulang suara 10%. Jelas ini membuat ketar-ketir peserta konvensi. Demokrat terancam tak bisa mengusung capres sendiri.

Poros Tandingan

Partai Demokrat tampaknya tak mau hanya sebagai pelengkap pada Pilpres 9 Juli mendatang. Setelah SBY menyatakan keyakinan partainya mampu menjagokan capres sendiri, kini Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana turut mendorongnya.

Bhatoegana optimistis bila SBY turun tangan, Demokrat akan menelurkan capres hasil konvensi. "Politik itu ada teori kemungkinan. Jangan lihat perolehan suara Demokrat kemarin. Dulu saja di 2004, kita bisa memimpin."

"Harus inovasi bangun hubungan dengan semua kekuatan, konvensi ini harus final dan harus ada pemenangnya keluar," imbuh Bhatoegana di Grand Sahid, Jakarta, Minggu 27 April.

Agar bisa menelurkan capres, Demokrat pun kini tengah memikirkan opsi membentuk poros baru. Pendekatan kepada sejumlah partai yang memiliki kesamaan visi misi pun mulai dilakukan, meski terlihat setengah hati.

Pembentukan poros baru itu menurut Sutan akan terwujud bila SBY turun tangan. Anggota Setgab pun telah melakukan komunikasi untuk melihat arah politik SBY menjelang pilpres mendatang.

"Setgab itu tanpa ada pileg kemarin sudah ada komunikasi dengan Pak SBY. SBY saya yakin kalau dia ikut sebagai komando, bisa lain itu. Tiap kami kampanye ribuan orang, itu untuk SBY, bukan Demokrat. Pemilih SBY belum tentu Demokrat. SBY sebagai penentu bisa jadi," pungkas Sutan.

Di tengah keyakinannya itu, SBY tampaknya masih menyimpan keraguan. SBY tampaknya enggan menanggung malu jika konvensi harus bubar. Apa kata dunia jika partai penguasa pemerintahan harus kalah telak pada Pemilu 2014.

Hal itu terlihat dari sikap Ketua Umum Partai Demokrat itu yang masih menghitung untung-rugi. "Intinya bangunan koalisi harus mampu selesaikan persoalan bangsa. Kita juga harapkan koalisi menang dalam pilpres."

"Pak SBY itu masih ada hitung-hitungan," ungkap Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu 27 April.

Namun Ketua DPR RI itu meyakinkan diri, SBY masih dicintai banyak masyarakat Indonesia. SBY dinilai masih memiliki elektabilitas tinggi karena mampu memimpin Indonesia selama 2 periode.

"Kalau dia berikan 60% itu ke pemenang konvensi pasti lewat semua barang itu," tegas Marzuki.

Di tengah keraguan membentuk poros tandingan itu, Demokrat terus berusaha meyakinkan diri soal kemungkinan partai lain berminat untuk berkoalisi. Demokrat berupaya menggunakan strategi marketing politiknya untuk 'membujuk' agar bersedia berkoalisi.

"Kan banyak yang lain, ada Golkar, ada partai di pemerintah. Namanya ketum, komunikasi terus. Kalau tak komunikasi, ketinggalan kereta dong," tandas Marzuki.

Namun di balik keyakinan membentuk poros tandingan, SBY juga siap kalah. Ia siap menjadi partai oposisi jika ternyata nantinya rencana itu gagal. Pilihan SBY ada 3 hal, membuat poros baru, berkoalisi dengan partai lain, atau menjadi oposisi.

SBY kali ini tampaknya tegas. Menurutnya, kesiapan menjadi partai oposisi lantaran partainya bukan partai oportunis. "Partai Demokrat bukan oportunistis, kita jangan takut mengejar tertinggal kereta dan tidak sampai ikut barisan, bukan itu sikap Demokrat," tegas SBY di Hoel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu 27 April.

Menurut SBY, bagi Demokrat kalau harus berkoalisi dengan partai lain, bukan sekadar mencari tambahan suara agar dapat mengusung capres sendiri. Namun, bila tak ada parpol yang sehati, opsi menjadi oposisi pun terbuka.

"Kalau tidak klop capres itu atau parpol yang mengusungnya, kami tidak yakini, kami memilih tak mendukung. Lebih baik kami mandiri, di luar (oposisi), yang penting Demokrat akan jadi bagian solusi dan kontribusi untuk pembangunan bangsa," tegas SBY.

Mengakhiri Perang Dingin

Di balik strategi politik SBY yang siap menjadi partai oposisi, SBY masih berharap ada partai yang bersedia bergabung untuk memenuhi keinginan menjadi poros tandingan.

"Sekarang PD belum tentukan posisi dan pilihan, apakah PD akan gabung atau koalisi dengan partai lain. Belum. Banyak spekulasi, PD diprediksi koalisi partai A, B, dan C. Itu belum. Semua opsi terbuka bagi kami," ujar SBY.

Bahkan, agar dapat menjadi pemain dalam pertandingan Pilpres 2014 mendatang, Demokrat bersedia damai dengan PDIP -- yang selama ini menjadi partai oposisi pemerintahan. Belakangan SBY bersedia rukun dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Aku sebagai jubir, kalau Pak SBY sangat welcome sekali, nggak ada masalah, tinggal sekarang kan dari Bu Mega-nya," ujar Jubir Partai Demokrat Ruhut Sitompul, di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu 27 April.

Adik ipar SBY, Pramono Edhi Wibowo yang juga peserta konvensi capres Demokrat itu juga mengaku ingin menghentikan perang dingin SBY-Megawati. Edhie merasa sekarang saat yang tepat memperbaiki hubungan keduanya.

"Dulu saya nggak ada kapasitas untuk itu, karena dulu saya cuma ajudan. Untuk sekarang ini, saya sama-sama capres. Kalau ada kesempatan mungkin bisa memperbaiki itu," ujar mantan ajudan Megawati saat menjabat presiden itu, di Sekretariat Konvensi Capres Demokrat, Jalan Pati Unus No 75, Jakarta Selatan, Rabu 8 Januari lalu.

Lantas, apakah poros baru bentukan SBY akan berhasil? Peneliti Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin meragukan niat Demokrat membentuk partai poros baru.

"Sebagai parpol yang diperkirakan menjadi pemenang keempat Pemilu di bawah Gerindra, wajar jika Partai Demokrat punya keinginan untuk membangun koalisi sendiri dalam rangka pencapresan. Tetapi saya ragu Demokrat bisa mengambil peran sebagai pemimpin koalisi dan sukses membangun koalisi itu," ujar Said kepada Liputan6.com, Minggu 27 April.

Menurut Said, ada dua kekurangan Partai Demokrat. Pertama, posisi SBY hari ini bukan lagi sebagai tokoh sentral dalam peta politik di Indonesia meski masih menjabat sebagai Presiden -- yang tak lama lagi akan pensiun.

"Kadar ketokohannya sudah mulai memudar, dan itu berimplikasi terhadap menurunnya pengaruh SBY di mata partai politik lainnya. Dalam konteks itulah SBY dan Partai Demokrat agak sulit untuk memosisikan diri sebagai koordinator atau pemimpin koalisi yang bisa mengatur parpol lain sebagai anggota koalisi," ujar Said.

Pemimpin koalisi itu, kata Said, lazimnya memegang kendali koalisi dan menjadi pihak yang mengusung capres. Betul bahwa Partai Demokrat punya stok capres paling banyak di antara partai lainnya. Tetapi para capres peserta konvensi Demokrat diragukan bisa menandingi capres dari koalisi partai lain.

"Oleh sebab itu, jika Demokrat hendak membangun koalisi sendiri dengan capres yang berasal dari pihaknya, belum tentu parpol lain akan mau," tegas Said.

Kedua, citra Demokrat sebagai parpol korup masih melekat di benak publik. Apalagi keluarga Cikeas mulai disebut-sebut terkait dengan sejumlah kasus korupsi. Sehingga, kalau Demokrat tampil sebagai pemimpin koalisi dengan mengusung capres sendiri, mereka akan menjadi bulan-bulanan lawan politik pada masa kampanye pilpres nanti.

"Dengan mudah akan dibangun opini bahwa capres Demokrat adalah `boneka` SBY," kata Said.

Maka itu, Said menyarankan, sebaiknya Demokrat tidak mengambil peran sebagai pemimpin koalisi dan mengusung capres dari internalnya jika ingin membentuk poros baru. "Cukuplah Demokrat mengusung cawapres saja, yaitu Anies Baswedan. Sebab kalau nama lain yang dimajukan akan sia-sia."

"Nah, format koalisi yang tepat untuk dibangun Demokrat adalah koalisi Islam-nasionalis. Jadi di dalam koalisi itu terhimpun parpol berbasis massa Islam, plus Partai Demokrat. Capresnya adalah tokoh Islam non parpol, seperti Jimly atau Samad, dan cawapresnya Anis Baswedan," pungkas Said. (Anri Syaiful)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini