Sukses

Obsessive Compulsive Disorder adalah Gangguan Mental, Kenali Penyebabnya

OCD secara umum terbagi menjadi dua komponen, yaitu obsesi dan kompulsi.

Liputan6.com, Jakarta Obsessive Compulsive Disorder (OCD), atau dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai Gangguan Obsesif Kompulsif, merupakan kondisi mental yang ditandai dengan adanya pikiran obsesif yang berulang dan perasaan tidak dapat dikendalikan, serta keinginan untuk melakukan tindakan kompulsif yang tidak rasional. OCD dapat memengaruhi orang dari segala usia, gender, dan latar belakang.

OCD secara umum terbagi menjadi dua komponen, yaitu obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah pikiran, ide, atau gambar yang berulang dan mengganggu, sedangkan kompulsi adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan berulang kali dengan tujuan untuk mengurangi kecemasan atau stres yang muncul akibat obsesi tersebut. Contoh dari obsesi meliputi kekhawatiran berlebihan terhadap kebersihan, keharmonisan, atau kesehatan, sedangkan kompulsi dapat berupa mencuci tangan berulang kali, memeriksa sesuatu secara berlebihan, atau menghitung benda-benda secara berulang.

Dampak OCD dapat sangat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang, mulai dari segi pribadi, sosial, hingga pekerjaan. Orang dengan OCD sering kali merasa tertekan, gelisah, dan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dengan normal. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala OCD dan memberikan perhatian serta dukungan kepada mereka yang mengalaminya. Pengobatan yang tepat, seperti konseling dan terapi perilaku kognitif, dapat membantu mengelola gejala OCD dengan lebih efektif dan meningkatkan kualitas hidup penderita.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (29/3/2024) tentang obsessive compulsive disorder.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pengertian Obsessive Compulsive Disorder (OCD)

Obsessive Compulsive Disorder adalah gangguan obsesif-kompulsif dalam bahasa Indonesia. Obsessive Compulsive Disorder adalah gangguan mental yang ditandai dengan adanya pikiran yang kuat dan mengganggu (obsesi) yang menyebabkan kebutuhan untuk melakukan tindakan berulang dan berulang kali (kompulsi). Orang yang menderita OCD sering kali merasa terjebak dalam siklus pikiran obsesif yang mengganggu dan tindakan kompulsif yang tidak dapat dihindari.

Obsesi pada Obsessive Compulsive Disorder adalah suatu hal yang dapat berkisar dari kekhawatiran tentang kebersihan dan keamanan, kebutuhan akan simetri dan ketertiban yang sempurna, hingga pikiran obsesif tentang agama atau kegagalan. Kompulsi, di sisi lain, merupakan respons yang dilakukan seseorang untuk meredakan ketidaknyamanan dan kecemasan yang disebabkan oleh obsesi mereka. Misalnya, seseorang yang obsesif dengan kebersihan mungkin akan mencuci tangan berulang kali atau menggunakan penghangat untuk membersihkan tangan mereka.

Obsessive Compulsive Disorder adalah kondisi yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang, mengganggu pekerjaan, hubungan, dan kualitas hidup mereka. Ini adalah kondisi yang serius, tetapi dapat dikelola melalui terapi, pengobatan, dan dukungan sosial. Penting bagi individu yang mengalami tanda atau gejala OCD untuk mencari bantuan profesional agar mereka dapat memperoleh bantuan dan dukungan yang mereka perlukan.

3 dari 5 halaman

Penyebab Obsessive Compulsive Disorder

Obsessive-Compulsive Disorder adalah gangguan mental yang ditandai oleh pemikiran obsesif dan tindakan kompulsif yang berulang-ulang. Meskipun penyebab pasti OCD masih belum diketahui, terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhinya. Penyebab Obsessive Compulsive Disorder adalah:

1. Faktor Genetik: OCD dapat berhubungan dengan faktor genetik. Jika seseorang memiliki riwayat keluarga dengan OCD, maka risiko mengembangkan gangguan ini juga lebih tinggi.

2. Ketidakseimbangan Kimia Otak: OCD dapat berhubungan dengan ketidakseimbangan zat kimia otak, terutama serotonin. Jenis neurotransmitter ini bertanggung jawab dalam mengatur suasana hati, perilaku, dan fungsi kognitif.

3. Stres dan Trauma: Pengalaman stres berat, seperti kehilangan orang terdekat atau kejadian traumatis, dapat memicu perkembangan OCD pada individu yang rentan. Trauma masa kecil, seperti pelecehan atau penganiayaan, juga dapat menjadi faktor risiko.

4. Perubahan Lingkungan: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa OCD dapat dipicu oleh perubahan lingkungan, seperti perubahan di tempat kerja atau perubahan besar dalam kehidupan pribadi seseorang.

5. Infeksi dan Gangguan Autoimun: Beberapa penelitian menyarankan bahwa infeksi bakteri atau virus tertentu, serta penyakit autoimun, dapat menjadi penyebab OCD pada sebagian kecil individu.

Meskipun penyebab OCD tidak dapat dipastikan dengan pasti, pemahaman tentang faktor-faktor ini dapat membantu dalam mencegah dan menangani gangguan ini dengan lebih baik.

4 dari 5 halaman

Gejala Obsessive Compulsive Disorder

Obsessive Compulsive Disorder adalah gangguan kejiwaan yang ditandai dengan munculnya pikiran obsesif yang tidak diinginkan, serta dorongan untuk melakukan ritual atau tindakan berulang yang disebut kompulsi. OCD sering kali mengganggu kehidupan sehari-hari, menyebabkan stres yang signifikan dan kecemasan yang berlebihan. Munculnya gejala OCD dapat terjadi pada berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Berikut adalah beberapa gejala utama yang dapat muncul pada individu dengan OCD:

1. Pikiran Obsesif: Munculnya pikiran yang tidak diinginkan dan berulang, seperti kekhawatiran tentang kebersihan, keamanan, ketepatan, atau kejadian yang tidak diinginkan.

2. Kompulsi Fisik atau Mental: Kecenderungan untuk melakukan tindakan ritual atau kompulsi sebagai respons terhadap pikiran obsesif. Contoh kompulsi fisik meliputi mencuci tangan berulang kali, mengatur barang secara simetris, atau menyentuh benda secara berulang. Kompulsi mental meliputi menghitung, berdoa, atau memeriksa sesuatu berulang kali.

3. Mengganggu Kehidupan Sehari-hari: OCD dapat mengganggu kegiatan sehari-hari dan interaksi sosial. Individu dengan OCD cenderung menghabiskan banyak waktu untuk melakukan ritual dan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas sehari-hari, seperti bekerja atau belajar.

4. Kelelahan Emosional: Individu dengan OCD sering merasakan kelelahan emosional dan stres yang berlebihan akibat tekanan yang ditimbulkan oleh pemenuhan kebutuhan obsesif dan kompulsif. Mereka juga bisa mengalami depresi akibat seringnya membatasi aktivitas sosial.

Dalam menghadapi OCD, sangat penting untuk mencari bantuan profesional, seperti psikolog atau psikiater, yang bisa memberikan terapi kognitif perilaku atau pengobatan lain yang sesuai.

5 dari 5 halaman

Cara Mengatasi Obsessive Compulsive Disorder

Obsessive Compulsive Disorder adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan adanya pemikiran berulang (obsesi) yang mengganggu dan dorongan untuk melakukan tindakan tertentu (kompulsi) secara berulang. Jika tidak ditangani dengan baik, OCD dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang. Berikut adalah beberapa cara yang dapat membantu mengatasi OCD:

1. Terapi kognitif perilaku (CBT): Terapi ini melibatkan mengidentifikasi pemikiran negatif dan kompulsif, serta belajar menggantikannya dengan pemikiran yang lebih realistis dan sehat.

2. Terapi eksposur dan respons pencegahan (ERP): Terapi ini melibatkan eksposur secara bertahap terhadap situasi yang memicu obsesi atau kompulsi OCD, lalu mencegah respons kompulsif yang biasa dilakukan. Hal ini membantu menurunkan ketakutan dan kebutuhan untuk melakukan kompulsi.

3. Mendukung sistem dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan atau mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman dekat dapat membantu menghadapi tantangan OCD. Membicarakan pengalaman dengan orang lain yang mengalami hal serupa dapat membantu mengurangi perasaan sendirian.

4. Mengelola stres: Menemukan cara untuk mengelola stres dapat membantu mengurangi frekuensi dan keparahan gejala OCD. Melakukan olahraga, meditasi, atau aktivitas relaksasi lainnya dapat membantu menghilangkan pikiran obsesif dan mengurangi gejala OCD.

5. Mengonsumsi obat-obatan: Dalam beberapa kasus, obat-obatan serotonergik dapat diresepkan oleh dokter untuk membantu mengurangi gejala OCD. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi obat dan mematuhi dosis yang diresepkan.

Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki pengalaman yang berbeda dengan OCD, oleh karena itu metode pengobatan yang efektif juga dapat berbeda. Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai dan terarah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.