Sukses

Kisah Ratu Kelor dari Bantul, Inovasikan Kelor Jadi Puluhan Produk Bernilai Tinggi

Haida punya julukan Ratu Kelor karena sulap kelor jadi puluhan produk.

Liputan6.com, Jakarta Sepasang pohon kelor (Moringa oleifera) menjulang gemulai di jalan masuk menuju rumah Siti Haida Hutagaol. Sinar matahari sore menembus celah-celah daun yang rapat, menciptakan bayangan indah meliuk-liuk sepanjang jalan. Pohon-pohon kelor ini tidak hanya memberikan keindahan visual bagi rumah Haida, tetapi juga melambangkan kehidupan, kekuatan, dan kesehatan.

“Dua pohon itu nantinya mau dibentuk melengkung seperti gerbang. Jadi ketika masuk, kita seperti disambut kelor-kelor ini,” ujar Haida ditemui di rumahnya, di Desa Trirenggo, Bantul, Senin (18/3/2024).

Sejak 2016, Haida mengolah tumbuhan kelor menjadi beragam produk mulai dari makanan, minuman, hingga perawatan kulit. Lebih dari 20 jenis olahan kelor sudah dibuat. Haida memang punya misi memperkenalkan manfaat kelor pada masyarakat luas.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tanaman perdu jadi produk bernilai tinggi

Pertemuan Haida dengan kelor berawal di 2015. Saat itu, ia yang tergabung di Kelompok Wanita Tani (KWT) Ngudi Rejeki, Trirenggo, Bantul mengikuti kompetisi Adhikarya pangan Nusantara se-DIY dan meraih juara 2. 

Haida pun penasaran, apa yang menjadi keunggulan peraih juara pertama. Ternyata, juara pertama memiliki produk unggulan berupa olahan pegagan dengan nilai tinggi.

“itu mungkin tanaman liar tapi diolah, jadi punya nilai. Jadi kita belajar dari situ,” ujar Haida.

Perempuan yang akrab disapa Ida ini pun menemukan potensi tumbuhan kelor yang memang sudah ditanam oleh sejumlah anggota KWT. Berbekal informasi dari internet, Haida mulai mencoba mengenal karakteristik kelor dan olahannya. Ia mempelajari bagaimana cara mengolah kelor mulai dari pencahayaan matahari, kelembapan, cara menjemur, hingga penyimpanan.

“Selama 2015 ke 2016 itu belajar tentang karakter kelor itu. Karena kita kalau mau membuat satu produk kita mesti tahu dulu karakternya,” jelas Haida.

Hingga pada 2016, Haida mantap mendirikan Kelorida, sebuah usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang memproduksi aneka olahan kelor. Kelorida merupakan gabungan dari “Kelor” dan namanya sendiri “Ida”. 

Awalnya, Haida hanya memproduksi jenis minuman kelor seperti teh tubruk, teh celup, dan kopi. Ide pun terus berkembang. Haida juga mencoba membuat cokelat kelor agar lebih disukai anak. 

Selain minuman, Haida juga berinovasi membuat aneka makanan basah dan kering. Produk kering yang dijualnya seperti mi kelor, stik kelor, bakpia kelor, kerupuk kelor, peyek kelor, egg roll kelor, hingga tepung kelor. Sementara pada momen tertentu, Haida juga bisa membuat makanan basah seperti rica-rica kelor, soto kelor, bakwan kelor, puding kelor, sampai dawet kelor. 

Haida juga membuat kapsul kelor untuk suplemen dan masker kelor untuk kecantikan. Semua produk yang diolah Haida juga dicoba langsung olehnya. Selain mendapat khasiatnya, perempuan empat cucu ini juga ingin membuktikan pada konsumen bahwa produk olahan kelor benar-benar aman dan bermanfaat.

“Saya berusaha jujur pada diri sendiri, jujur dengan produk kita. Apa yang kita berikan dan itu akan kembali ke kita lagi,” ujar Haida.

Produk yang diolah Haida dijual dengan harga mulai dari rp10.000 sampai rp65.000. Di tangan Haida, kelor yang awalnya hanya tanaman perdu di pekarangan, kini bisa punya nilai jual tinggi. 

3 dari 5 halaman

Ratu kelor dari Bantul

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, Haida mendapat suplai kelor dari anggota KWT Ngudi Rejeki yang ada di Trirenggo, Bantul. Kini seluruh anggota, termasuk Haida menanam kelor di rumah masing-masing. 

Biasanya, satu anggota bisa menjual 10 sampai 20 kilogram daun kelor segar. Satu kilonya dihargai rp3.000. Pola kemitraan Kelorida dan KWT Ngudi Rejeki inilah yang kemudian bisa membantu perekonomian warga sekitar, khususnya para perempuan.

“Jadi kita juga mengangkat ekonomi kerakyatan, khususnya, wanitanya. Supaya mereka punya uang saku sendiri,” ujar Haida.

Haida juga mengaku bisa mendapat 10 ton kelor dalam satu bulan jika seluruh KWT di daerahnya mau menanam kelor. Semua bisa didapat hanya dari kelor yang ditanam di pekarangan rumah.

“Jadi kalau ditanya punya lahan berapa hektar? Nggak punya lahan. Lho, lahannya dari mana? Lahannya dari kelompok,” jelas Haida.

Haida punya ketekunan berinovasi dan merangkul perempuan di sekitarnya. Misinya memperkenalkan kelor ke masyarakat luas membuat Haida mendapat julukan ‘Ratu Kelor’. Julukan ini ia dapat dari sejumlah akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang cukup akrab dengan Kelorida. 

“Seiring berjalannya waktu, mulai punya puluhan produk, orang-orang UGM suka bilang (saya) Si Ratu Kelornya Indonesia,” Haida terkekeh. 

Delapan tahun berjalan, kini setiap bulan Haida bisa meraup omzet rp18-20 juta. Jika sedang banyak bazar atau pameran, Haida bisa mengantongi lebih dari rp30 juta per bulannya.

4 dari 5 halaman

Merintis dibantu permodalan BRI

Cuan yang didapat Haida tidaklah instan. Di awal merintis, ia harus jatuh bangun mengangkat Kelorida agar naik daun. Selain trial and error saat menciptakan inovasi produk, Haida juga berjuang mencari permodalan. 

Untungnya pada Desember 2016, Kapanewon Bantul memfasilitasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bersama Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kelorida yang baru saja lahir, turut serta mengajukan KUR.

Saat itu, Haida mengajukan permohonan modal sebesar rp25 juta. Prosesnya pun tak berbelit dan cair dengan cepat.

“Itu sangat luar biasa. Hari ini kita pengajuan KUR, dua harinya masuk. Padahal kita itu baru jadi UMKM,” ujar Haida.

Modal awal dari KUR digunakan Haida untuk membeli kendaraan roda dua sebagai pendukung operasional. Sisanya, ia gunakan untuk proses produksi. Haida merasa dipermudah berkat program KUR yang disalurkan oleh BRI. 

5 dari 5 halaman

Harapan perluas usaha

Hingga saat ini, Haida masih memanfaatkan program KUR untuk mendukung usahanya. Terakhir lewat sang anak, ia mengajukan rp500 juta untuk investasi tanah. Nantinya, tanah tersebut akan dibangun rumah produksi Kelorida. Haida mengungkapkan, dirinya perlu rencana matang untuk memperluas usaha, salah satunya mempersiapkan modal. 

“Saya ingin sekali minuman sehat ada di pasar. Kalau ada teh botol, harapannya juga ada teh kelor di pasar retail,” ujar Haida penuh harap. 

KUR memungkinkan UMKM untuk memperoleh dana yang diperlukan untuk memulai usaha baru dan memperluas usaha yang sudah ada. Dengan mendapatkan akses pendanaan melalui KUR BRI, UMKM dapat meningkatkan kapasitas produksi mereka. 

Kepala Cabang BRI Bantul, Christison Tumbur Simanjuntak menyebutkan, KUR BRI memiliki peran yang krusial dalam memajukan sektor UMKM. Melalui KUR, BRI memberikan akses pendanaan, meningkatkan kapasitas dan pengembangan usaha, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat perekonomian lokal.

“Kami sebagai bank yang tersebar di penjuru daerah memastikan penyaluran kebijakan pemerintah seperti KUR bisa sampai dengan tepat,” ujar Tumbur saat ditemui di kantornya, Selasa (19/3/2024). 

Tumbur menambahkan, BRI memang memberi kemudahan dalam pengajuan dan pencairan KUR untuk UMKM seperti Kelorida. Melalui berbagai program dan layanan yang disediakannya, BRI membantu UMKM untuk berkembang, menciptakan lapangan kerja, dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian masyarakat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.