Sukses

Grasi adalah Pengampunan yang Diberikan Presiden, Ini Bedanya dengan Amnesti

Pemberian grasi oleh presiden telah diatur dalam Pasal 14 UUD 1945

Liputan6.com, Jakarta Grasi adalah pengampunan yang diberikan presiden kepada narapidana dalam bentuk perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan hukuman pidana. Grasi adalah salah satu hak prerogatif presiden untuk memberikan ampunan.

Pemberian grasi oleh presiden telah diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 yang berbunyi, "Presiden memberi Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung.”

Kendati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti bahwa grasi adalah pemberian yang menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.

Grasi adalah pengampunan atau keringanan yang juga boleh diminta oleh terpidana, yang permohonannya boleh diwakili oleh kuasa hukumnya atau pihak keluarga.

Untuk lebih memahami apa itu grasi lebih dalam, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (3/4/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengertian Grasi

Secara etimologis, grasi adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yakni "gratie" dan "genade" yang berarti anugerah. Secara terminologi hukum, grasi adalah adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.

Tidakan grasi adalah merujuk pada tindakan berupa perubahan, pengurangan, atau penghasaan pelaksanaan hukuman yang telah diputuskan oleh hakim.

Dari penjelasan singkat tersebut dapat dipahami bahwa grasi adalah hak prerogatif presiden yang dapat memberikan pengampunan kepada hakim atas penghapusan sebagian atau seluruhnya atau perubahan sifat atau bentuk hukuman.

Hak prerogatif Presiden dalam bidang yudisial adalah membuat keputusan terkait dengan pemberian Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi (GAAR) bagi mereka yang sedang berhadapan dengan proses hukum sebagaimana diamanatkan Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Merujuk hak prerogatif Presiden yakni Grasi, diberikan terhadap terpidana yang berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (UU Grasi), dinyatakan bahwa

"Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden."

3 dari 4 halaman

Permohonan Grasi

Grasi adalah hak prerogatif preseiden untuk memberikan perubahan, pengurangan, atau pengampuanan hukum kepada seseorang yang hukumannnya telah diputuskan oleh hakim.

Kendati demikian, seseorang yang merasa telah menjalani hukumannya dengan baik, mereka diperkenankan untuk mengajukan permohonan grasi agar mendapat tambahan keringanan hukuman.

Adapun cara mengajukan permohonan grasi adalah sebagai berikut:

  1. Permohonan diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya, kepada presiden.
  2. Salinan permohonan disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.
  3. Permohonan dan salinannya dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.
  4. Dalam hal permohonan dan salinannya diajukan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan permohonan tersebut kepada presiden dan salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama paling lambat tujuh hari terhitung sejak diterimanya permohonan dan salinannya.
  5. Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan, pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung.
  6. Pasal 2 UU Grasi Jo.UU 5/2010 menerangkan bahwa setelah diterima, Mahkamah Agung akan mengirimkan pertimbangan tertulis kepada presiden dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak tanggal diterimanya salinan permohonan dan berkas perkara.
  7. Kemudian, Presiden akan memberikan keputusan atas permohonan grasi yang diajukan setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Keputusan ini akan disampaikan paling lambat tiga bulan terhitung sejak diterimanya pertimbangan Mahkamah Agung.
4 dari 4 halaman

Perbedaan Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi

Selain grasi, ada beberapa macam pengampunan lain dalam hukum, yakni amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

Grasi adalah pengampunan yang diberikan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dari MA. Jika seseorang memohon grasi kepada Presiden dan dikabulkan, maka Presiden mengampuni perbuatan yang bersangkutan. Kesalahan orang yang bersangkutan tetap ada, namun hukuman pidananya saja yang dihilangkan.

Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang yang diberikan amnesti dihapuskan.

Dengan kata lain, sifat kesalahan dari orang yang diberikan amnesti juga hilang. Amnesti diberikan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dari MA serta DPR dan dapat diberikan tanpa pengajuan permohonan terlebih dahulu.

Sementara abolisi adalah penghapusan proses hukum seseorang yang sedang berjalan. Abolisi diberikan kepada terpidana perorangan dan diberikan ketika proses pengadilan sedang atau baru akan berlangsung.

Sedangkan rehabilitasi adalah tindakan pemenuhan hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.