Sukses

Skoliosis, Kelainan Tulang Belakang yang Rentan Terjadi pada Remaja Perempuan daripada Laki-Laki

Waspada, skoliosis atau kelainan pada tulang belakang ternyata bisa terjadi pada anak di usia pubertas atau usia 10 hingga 14 tahun.

Liputan6.com, Jakarta Skoliosis atau kelainan pada tulang belakang ternyata bisa terjadi pada anak di usia pubertas atau usia 10 hingga 14 tahun. Bila tak ditangani secara tepat dan cepat, dapat mengganggu kualitas organ tubuh seperti paru-paru, jantung hingga ginjal.

Lebih lanjut, dr Phedy, Sp.OT (K) Spine, Konsultan Tulang Belakang Eka Hospital BSD, Kota Tangerang Selatan mengungkapkan bila skoliosis rentan terjadi juga pada remaja perempuan. 

“Paling sering di usia pubertas, usia 10 sampai 14 tahun, paling banyak pada perempuan,” ungkap Phedy.

Skoliosis dapat muncul pada saat satu tahun sebelum masa menstruasi sampai dua tahun sesudahnya, pada saat itulah fase anak perempuan sedang tumbuh tinggi dengan cepat. Saat itu, bila ada bakat skoliosis, akan muncul saat masa itu.

Bakat sloliosis itu rentan terjadi pada anak perempuan, ternyata banyak dugaan faktor yang bisa mempengaruhinya. Seperti adanya dugaan hormon wanita apalagi pada saat pubertas sedang tidak seimbang, dugaan lainnya karena dipengaruhi dari hormon melakolin yang tidak benar, kurangnya masa otot, kurang vitamin D.

 “Tapi itu sebatas teori yang tidak bisa terbukti pada semua pasien. Misalnya, kalau kita bilang oh ini skoliosis terjadi karena kurang vitamin D, ternyata banyak juga yang kurang vitamin D tapi tidak scoliosis. Atau sebaliknya, ada juga cukup vitamin D tapi terjadi skoliosis, jadi teori itu tidak bisa dibuktikan pada semua pasien,” tutur Phedy dalam temu wartawan di Tangerang Selatan beberapa waktu lalu.  

Phedy mengatakan belum ada penelitian yang pasti tentang remaja perempuan yang tengah pubertas lebih rentan terkena skoliosis daripada remaja pria.

 “Kenapa begitu, kita enggak tahu. Jadi yang harus dilakukan orang tua, jangan ragu untuk datang ke dokter. Cek dan tangani secepatnya sebelum terlambat,”ungkap dr Phedy.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kenali Ciri-ciri Awal Anak Terkena Scoliosis

Lalu, bila anak terkena atau ada bakat skoliosis, bisa dikenali sejak awal. Phedy menjelaskan, ciri-ciri pertama bila seseorang terkena skoliosis adalah tubuh yang tidak seimbang.

“Enggak seimbang antara kiri dan kanan, tidak simetris. Jadi kalau kita lihat bahunya nih, kiri dan kanan tidak sama tinggi, lipatan kulit biasa nya kalau gemuk, kiri dan kanan tidak sama tinggi, atau ketika dia berdiri dengan tangan menjuntai ke bawah, jarak antara tubuh dan siku tidak sama, ada yang lebih jauh dan lebih dekat,”tuturnya.

 Atau yang lebih mudah, ketika diminta pasien scoliosis untuk membungkuk, tonjolan punggung belakang tidak akan sama tinggi.

 Biasanya, ketika anak sudah menemukan sendiri bila keadaan tubuhnya sudah tidak baik dan bagus, anak akan merasa malu dan tertutup. Baik kepada orang tua apalagi lingkungan sekitarnya. Makanya, mereka akan mengenakan pakaian atau atasan yang akan menutupi kekurangannya tersebut.

 “Jadi ada pasien saya yang orang tuanya cerita, awalnya anaknya ini senang mengenakan baju ala-ala Korea, di double layer begitu. Padahal itu cara dia untuk menutupi kekurangan tulangnya, dibiarkan karena malu, jadi tidak diobati,”ungkapnya.

 

3 dari 4 halaman

Skoliosis Bisa Ditangani dengan Brace dan Operasi

Padahal, bila telat penanganan scoliosis akan berbahaya. Di awali dengan tingkat kemiringan tulang punggung yang akan semakin parah. Skoliosis awalnya kemiringan sudut tulang akan kurang dari 50 derajat, dan ini bisa ditangani tanpa operasi, bisa diterapi dengan penggunaan brace. Ini sejenis korset yang dipakai jangka panjang. Bila tengah dalam masa pertumbuhan atau pubertas, penggunaan brace akan dievaluasi pada masa 6 bulan sampai 1 tahun. 

“Tapi sembari kita pantau penggunaan brace nya. Apakah scoliosisnya tidak bisa ditangani dengan brace, atau bracenya yang sudah tidak benar. Nah, ini akan dievaluasi secara berkala,” ungkapnya.

Kalau memang tidak bisa ditangani dengan brace, pasien scoliosis wajib ditangani dengan operasi. Biasanya, bila tipe sudut kemiringan tulang sudah lebih dari 90 derajat, mau tidak mau harus dioperasi.

 Bahkan, beberapa kasus yang pernah ditanganinya, kemiringan sudut bisa sampai 110 derajat pada anak 17 tahun. Pada kondisi itu sudah harus dioperasi.

4 dari 4 halaman

Skoliosis Bisa Berbahaya Bagi Organ Tubuh Lain

Phedy pun mengingatkan, bagi orang tua yang memiliki anak bakat skoliosis untuk tidak telat membawanya ke dokter terdekat. Sebab, bila tingkat sudut kemiringannya sudah parah atau diatas 90 persen, maka dia bisa menekan ke organ penting yang ada di depan.

 “Kalau sudah parah sudut kemiringannya, bisa menekan ke paru-paru, pasien akan sesek, nafas susah,” ujarnya.

Bahkan, dia pernah menemukan pasien anak yang terkena COVID-19, dimana paru-paru kanan sudah terkena virus COVID-19, lalu paru kirinya tertekan karena skoliosis. Satu-satunya jalan adalah mengobati skoliosisnya dengan cara operasi, untuk menyelamatkan paru sebelah kirinya.

 “Tadinya tiga bulan pasien tersebut di ruang ICU, selepas operasi, kita selamatkan parunya yang tertekan karena skoliosis, akhirnya bisa bernafas tanpa bantuan alat, dan keluar dari ruang ICU,”katanya.

Sebelum terlambat, skoliosis harus segera ditangani secara medis. Bukan diurut atau cara tradisional, apalagi asal menggunakan brace beli di di market place. Dengan begitu, semakin cepat ditangani, pasien scoliosis tidak perlu operasi untuk pasang pen penyanggah tulang punggung.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini