Sukses

Burnout Tak Sama dengan Stres, Ketahui Gejala dan Penanganannya

Burnout merupakan kondisi yang sangat kelelahan baik secara capek mental atau fisik. Namun, banyak yang menduga stres sama dengan burnout.

Liputan6.com, Jakarta Psikolog Samanta Elsener mengatakan bahwa burnout merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa sangat kelelahan baik secara mental maupun fisik.

“Misalnya kita bayangin kurva lonceng itu ada peak experience-nya orang. Ketika ada di puncak prestasi kita harus waspada, sebentar lagi akan masuk ke kondisi kelelahan banget, exhausted gitu,” kata Samanta dalam Talk Show Siaran Sehat di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, pada Selasa, 26 Maret 2024.

Ketika kondisi seseorang yang terlalu exhausted, maka kurva tersebut terus menurun dan akan masuk ke kondisi burnout. Bila tidak diatasi maka kondisi tersebut bisa jatuh menjadi lebih berat atau depresi.

Namun, kebanyakan orang salah memahami antara stres dan burnout. Terkait hal ini, Samanta mengatakan bahwa stres biasanya dikaitkan dengan emosi yang naik turun dan mood swing.

“Kalau orang stres itu biasanya dia berlebihan sama pekerjaannya, dia tetap bisa melakukan performa kerja dengan baik tapi emosinya naik turun, fluktuatif, dan mood swing,” katanya.

Selain itu, seseorang yang mengalami stres tahu apa yang ingin dilakukan, tetapi sadar bahwa mereka kehilangan energi.

Lalu, Apa Itu Burnout?

Berbeda dengan stres, burnout adalah suatu kondisi ketika seseorang sudah kehilangan harapan bahkan energi. 

Burnout itu ketika dia kehilangan harapan, bukan hanya kehilangan energi,” kata Samanta.

Lebih lanjut, wanita lulusan Universitas Tarumanegara ini menjelaskan gejala burnout yang sering dialami:

  • merasa lelah sepanjang hari
  • motivasi kerja yang menurun
  • kerap menunda pekerjaan
  • meninggalkan tanggung jawab
  • terkadang menarik diri dari situasi sosial
  • sering mengalami sakit kepala atau kejang otot.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Fase Breakdown Sebelum Burnout

Samanta menerangkan sebelum memasuki fase burnout, ada kondisi yang disebut breakdown. Ketika mengalami mental breakdown, seseorang bisa merasa seakan-akan semuanya meledak seperti bom waktu.

“Tadinya terlihat kuat tiba-tiba merasa seperti kehilangan fokus, dia mulai salah-salah dalam bekerja, dan merasa sangat lelah,” katanya.

Berikut ini merupakan beberapa gejala mental breakdown yang dialami seseorang sebelum masuk burnout:

  • Gangguan tidur. Samanta mengatakan bahwa gangguan tidur bisa berupa mimpi buruk, kurang tidur, atau mudah tidur tetapi susah bangun. “Ada juga yang dia bangun di tengah-tengah tidurnya kemudian tidak bisa tidur lagi."
  • Masalah komunikasi dan sensitivitas regulasi emosi. Gejala ini membuat seseorang menjadi lebih sensitif dan mudah terbawa perasaan. “Tadinya kalau orang ngeledekin biasa aja, tapi ini tiba-tiba jadi sensi (lebih sensitif), jadi gampang baper (terbawa perasaan). Kalau ditegur pikirannya mulai bercabang ke mana-mana."
  • Gangguan makan. Gejala yang muncul seperti ingin makan yang enak saja atau tidak makan sama sekali alias  nafsu makan hilang. Bisa juga orang itu memiliki pola makan yang tidak sehat. “Intinya ada pola perilaku makan yang berubah,” kata Samanta.
3 dari 4 halaman

Tips Menghadapi Burnout

Ketika sudah mengetahui gejala-gejala burnout dan cukup peka dengan diri sendiri, Samanta menyarankan untuk beristirahat.

“Istirahat dalam arti Sabtu minggu itu jangan dipakai untuk  bekerja dulu. Jangan cek email kantor, jangan cek WhatsApp kantor. Pokoknya dimaksimalin untuk beristirahat agar terkoneksi sama diri sendiri,” katanya.

Lakukan Selfcare

Selain istirahat, cobalah melakukan hal-hal yang membuat nyaman seperti melakukan hobi atau selfcare.

Samanta mengatakan bahwa setiap orang memilki tingkatan atau level burnout yang berbeda-beda. “Kalau level burnout-naik lebih parah lagi, memang perlu ambil cuti. Cuti ini perlu dimaksimalkan untuk refreshing supaya tidak merasa stuck dalam peran di kantor kita masing-masing,” kata Samanta.

Jika level burnout sudah mencapai maksimal, mungkin hal itu terjadi karena kurang merawat diri sendiri dengan baik.

“Jika level burnout udah mentok banget, udah maksimal, jangan-jangan memang enggak pernah merawat diri dengan baik sebelumnya sehingga semuanya menjadi seperti bom waktu,” katanya.

 

4 dari 4 halaman

Burnout yang Terjadi Karena Lingkungan Kerja

Mengatasi burnout bisa dilakukan dengan mengidentifikasi faktor penyebabnya. Samanta mengatakan bahwa bisa jadi seseorang dengan kondisi burnout butuh pindah ke lingkungan kerja yang baru, karena faktor utama dari burnout yang dialaminya adalah lingkungan kerja.

“Bisa jadi kondisinya justru orang ini butuh pindah kantor karena yang bikin burnout faktor utamanya adalah lingkungan kerja, itu juga bisa jadi salah satu pertimbangan,” kata Samanta.

Selain itu, pertimbangan lainnya juga bisa jadi karena relasi dengan rekan kerjanya yang tidak sehat, sehingga membuat seseorang tidak nyaman berada di lingkungan kerja seperti itu.

“Orang-orang yang mengalami burnout salah satu pertimbangannya adalah karena relasi rekan kerjanya sudah tidak sehat. Jadi sudah tidak ada faktor yang bisa bikin betah di kantor itu,” jelas Samanta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.