Sukses

Pesan Kepala BKKBN: Kalau Main-Main Jangan Hamil, Nanti Anaknya Stunting

Mencegah Stunting Dimulai Jauh Sebelum Calon Ibu Hamil

Liputan6.com, Jakarta - Perencanaan kehamilan yang baik dan matang diperlukan agar bayi terhindar stunting, masalah kesehatan yang masih menjadi pekerjaan rumah di Indonesia. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia, Hasto Wardoyo, mengingatkan bahwa hamil bukanlah hal sepele yang bisa dianggap main-main.

"Hamil itu harus terencana. Kalau hamil jangan main-main, kalau main-main jangan hamil," kata Hasto dalam pertemuan di Yogyakarta, Rabu, 7 Februari 2023. Ia menambahkan bahwa pencegahan stunting penting dilakukan di periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), bahkan sejak terjadinya konsepsi sampai usia bayi dua tahun.

Konsepsi adalah bertemunya sel telur dan sperma. Keduanya harus bagus untuk dapat menentukan kualitas janin yang akan dikandung calon ibu. Sejalan dengan itu, perkembangan otak bayi maksimal hingga usia dua tahun.

"Selanjutnya, Allah akan menutup ubun-ubun bayi setelah usia dua tahun. Kecil kemungkinan perkembangan otak bayi setelah usia dua tahun," katanya.

Dokter spesialis kandungan dan kebidanan ini juga menjelaskan soal ciri khas stunting, yaitu bertubuh pendek. Namun, perlu digarisbawahi pendek belum tentu stunting. Ciri yang lebih khas lagi, otak anak stunting tidak cerdas dan orang stunting sering sakit-sakitan.

Menurut Hasto, ketika anak stunting tumbuh dewasa akan mengalami central obes yang mudah kena penyakit darah tinggi, jantung, stroke, dan sejenisnya. "Terjadinya stunting ini biasanya karena kekurangan asupan protein hewani," kata Hasto Wardoyo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Percepatan Penurunan Stunting di Yogyakarta

Hasto menambahkan bahwa anak yang tidak stunting akan memiliki kemampuan intelektual dan keterampilan yang bagus. Oleh karena itu, untuk mengatasi stunting harus dilakukan tepat sasaran.

"Yang pasti, ketika kemampuan intelektual dan skill seorang anak bagus, itu menunjukkan bahwa ia tidak stunting. Presiden yang akan datang juga harus mengutamakan pembangunan SDM," katanya.

Khusus di Kota Yogyakarta, upaya percepatan penurunan stunting dilakukan melalui intervensi sensitif dan spesifik. Ini disampaikan Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) D.I. Yogyakarta, Yunianto Dwi Suseno, dalam acara yang sama.

Intervensi ini melibatkan lintas sektor dari tingkat kelurahan hingga kota dan menyasar lima kelompok. Targetnya, tahun 2023 prevalensi stunting di Kota Yogyakarta lebih rendah dari 13,8 persen yang terjadi di tahun 2022.

3 dari 4 halaman

Sudah di Arah yang Benar

Yunianto mempertegas bahwa percepatan penurunan stunting di Kota Yogyakarta sudah di arah yang benar. Ini terbukti dengan adanya penurunan angka stunting dari 17,1 persen pada 2021 menjadi 13,8 persen tahun 2022.

Dalam upaya mengatasi masalah stunting, Yunianto mengatakan, remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca salin dan bayi di bawah dua tahun atau baduta, menjadi sasaran pendampingan Tim Pendamping Keluarga atau TPK. Tim ini terdiri tiga orang dari unsur kader KB, kader PKK dan bidan. Secara nasional, TPK berjumlah 200.000 tim, dengan 600.000 anggota, tersebar di seluruh pelosok pedesaan.

4 dari 4 halaman

Singgung Soal Penggunaan Botol Susu

Masih dalam rangka menjaga kesehatan anak, Hasto juga sempat menyinggung soal penggunaan botol susu.

Botol susu kerap menjadi alat pertama yang dipilih oleh para ibu ketika tak bisa memberikan ASI secara langsung pada buah hati.

Jika digunakan dengan benar dan steril, botol susu memang dapat membantu. Namun, alat ini juga dapat memicu penyakit seperti diare jika digunakan dalam keadaan kotor atau kurang steril.

Maka dari itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengingatkan para ibu agar berhati-hati.

"Banyak sekali orang tersesat pakai susu botol atau susu formula, akhirnya anaknya banyak diare. Kenapa diare? Bukan karena susunya, tapi karena botolnya tidak steril. Bekas susu yang tersisa di dalam botol menjadi sarang bakteri, kalau botol tidak betul- betul disteril," kata Hasto dalam keterangan pers, dikutip Kamis (8/2/2024).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.