Sukses

Pantang Menyerah Meski Didiagnosis Parkinson di Usia Muda, Pria Ini Kini Jadi Pelatih Basket

Seorang pria asal Meksiko ini didiagnosis penyakit Parkinson diusianya yang baru 25 tahun. Pantang menyerah, ia kini mampu jadi pelatih basket.

Liputan6.com, Jakarta - Pada 2012 silam, seorang mahasiswa kedokteran di Nuevo Leon, Meksiko yang bermimpi menjadi seorang ahli bedah harus mengubur impiannya karena penyakit Parkinson.

Joe Salazar yang kala itu berusia 25 tahun mengaku mulai kesulitan mencengkeram dan memegang barang dengan tangan kanannya. Kemudian, dia mengalami kesulitan berjalan. Ia mengatakan kakinya terasa berat dan dia harus menyeretnya. Selanjutnya, wajahnya mulai terkulai.

"Saya berkata, 'Ya Tuhan, mungkin saya mengalami stroke,'" kenang Salazar yang sekarang berusia 36 tahun.

Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa dia mungkin menderita Penyakit Parkinson. Salazar lantas mempelajari buku teks sekolah kedokterannya, menyadari bahwa meski gejalanya cocok, rentang usianya tidak.

Dokter Salazar menyarankan agar dia pergi ke Amerika Serikat untuk mendapatkan diagnosis lebih lanjut.

Diapun pulang ke Brownsville, Texas, dan selama 16 bulan berikutnya, Salazar mengunjungi tiga ahli saraf sebelum menerima diagnosis resminya pada Agustus 2013. Ia mengatakan sangat terpukul saat menerimanya.

"Itu adalah berita terburuk yang pernah saya terima. Saya menangis selama berminggu-minggu," ucapnya kepada People.

"Sangat tidak biasa didiagnosis penyakit Parkinson di usia yang begitu muda," ucap Nora Vanegas, seorang ahli saraf di Houston, yang mengkonfirmasi diagnosis Salazar. Sebagian besar pasien berusia di atas 60 tahun ketika mereka didiagnosis menderita Parkinson, jelasnya.

Salazar menghabiskan 7 tahun berikutnya belajar untuk menerima keadaannya. Dia pun tidak dapat melanjutkan pekerjaannya sebagai Asisten Perawat Bersertifikat. Saya harus berhenti karena tidak mungkin bisa melakukannya, ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Terpapar COVID-19

Di tengah kondisinya melawan Parkinson, pada Desember 2020, Salazar positif COVID-19.

"COVID benar-benar mengubah keadaan," katanya. "Saya hampir mati."

Karena tidak dapat berjalan, dia hanya berada di tempat tidur selama enam minggu. Untungnya, istrinya Martha (31) selalu setia berada di sisinya.

Salazar berpendapat bahwa COVID mempercepat perkembangan Parkinson-nya selama 10 tahun. Salazar mengatakan, ia yang sebelumnya masih bisa berjalan, hanya dalam rentang dalam sebulan langsung harus menggunakan kursi roda.

Ia juga menambahkan bahwa dirinya tidak bisa berbicara atau makan karena rahangnya sangat kaku. "Semuanya lumpuh."

Belum cukup cobaan yang dialaminya, pada Februari 2021, pergelangan tangannya patah karena tulangnya sangat rapuh. "Saya hampir tidak bisa melakukan apa-apa, dan itu menyedihkan," katanya menyayat hati. "Saya berusia 30-an dan saya tidak berguna."

Ketika obat-obatan yang dikonsumsi untuk mengobati Parkinson tidak lagi bekerja dengan baik, dokter memutuskan bahwa dia adalah kandidat yang baik untuk prosedur yang disebut Deep Brain Stimulation (DBS).

3 dari 4 halaman

Deep Brain Stimulation

DBS merupakan operasi yang melibatkan penanaman perangkat yang mengirimkan sinyal listrik ke otak untuk membantu mengontrol sistem motorik.

"Ini adalah pengobatan yang sangat efektif," kata Vanegas kepada People. "Tapi operasi bukan obat."

Parkinson adalah penyakit progresif neurodegeneratif, dia menjelaskan, dan DBS tidak memperlambat perkembangan atau mengobati semua gejala.

Salazar mengaku dirinya ragu-ragu dan takut. Layaknya operasi yang lain, terdapat berbagai risiko seperti infeksi, perdarahan atau komplikasi dari anestesi. Ada juga kemungkinan bahwa setelah operasi, tubuhnya bisa menolak perangkat. Namun, ini adalah prosedur yang sangat umum, ujar Vanegas.

Menurut Michael J. Fox Foundation, DBS adalah perawatan bedah yang paling umum dilakukan untuk Parkinson.

"Kami tidak tahu pasti bagaimana cara kerjanya," kata Vanegas, yang bekerja dengan Texas Children's Duncan Neurological Research Institute.

Operasi tahap pertama dilakukan pada 26 Mei 2021, sementara yang kedua pada 8 Juni 2021.

Salazar mengatakan dia merasakan efek operasi tersebut. "Saya datang dengan kursi roda, dan ketika keluar, saya mendorong kursi roda saya sendiri," kata Salazar. "Itu sejujurnya adalah sebuah keajaiban. Sebuah keajaiban."

4 dari 4 halaman

Jadi Pelatih Basket

Setelah DBS, ia mulai bekerja sebagai pengawas makan siang di sebuah sekolah dasar dekat rumahnya di Brownsville. Beberapa bulan kemudian, ia mulai mengajar matematika dan robotika untuk siswa kelas tiga, empat dan lima. Dia juga menjadi pelatih basket.

"DBS benar-benar mengubah hidup saya, itu mengubah segalanya," katanya.

Selain DBS, Salazar juga bergantung pada obat-obatan dan olahraga untuk menjaga kekuatan tubuhnya dan mencegah keseimbangannya memburuk.

Salazar mulai menyukai olahraga. Dia bangun setiap hari pukul 4 pagi, minum obat, lalu pergi ke gym. Sepulang kerja, dia pergi ke gym lagi. Terkadang, dia pergi hingga tiga kali sehari. "Olahraga, untuk Parkinson adalah obat nomor satu bagi saya," katanya. "Itu membuahkan hasil."

Salazar membagikan ceritanya dalam Parkinson’s Education Event, memotivasi semua orang untuk panjang menyerah dan terus berjuang melawan kondisinya. "Hal terpenting yang harus diketahui orang adalah jangan pernah menyerah atau putus asa," tuturnya.

 

(Adelina Wahyu Martanti)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini