Sukses

Mengenal Sorbitol, Gula Alkohol yang Terkandung dalam Obat Sirup

Sorbitol sempat dicek oleh BPOM terkait obat sirup Praxion. Pakar farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati menjelaskan bahwa sorbitol dikenal pula sebagai gula alkohol.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menguji sampel obat sirup Praxion yang sempat dikonsumsi pasien gagal ginjal akut (GGA) asal DKI Jakarta. Hasil menunjukkan, obat sirup Praxion aman dan memenuhi standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

Hasil ini didapat bukan hanya dari pemeriksaan sampel obat yang diminum pasien meninggal, tapi juga dari bahan yang terkandung dalam obat tersebut. Salah satu sampel yang diperiksa adalah sampel bahan baku sorbitol yang digunakan dalam proses produksi. 

Lantas, sorbitol itu apa? Farmakolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati menjelaskan bahwa sorbitol dikenal pula sebagai gula alkohol.

Seperti namanya, gula alkohol memiliki rasa yang manis. Dengan begitu, sorbitol sering digunakan dalam obat dengan salah satu tujuannya adalah membuat obat tersebut terasa manis.

“Tidak hanya pada obat, sorbitol juga digunakan untuk makanan-makanan seperti permen,” kata Zullies kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Sabtu (11/2/2023).

Sedangkan dalam obat Praxion, sorbitol juga berfungsi sebagai agen pelarut obat. “Bisa berfungsi sebagai agen pelarut.”

Di sisi lain, sorbitol juga berfungsi agar membuat obat terasa manis sehingga mudah dikonsumsi oleh anak-anak. Gula alkohol ini dikenal aman dan tidak ada ketentuan kadar tertentu.

Zullies juga menjelaskan bahwa sorbitol berbeda dengan gula biasa. “Kalau gula biasa itu manis tapi tinggi kalori, kalau sorbitol manis juga tapi kalorinya lebih rendah,” katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Soal GGA yang Dikaitkan Praxion

Sebelumnya, Zullies juga sempat menanggapi soal kasus gagal ginjal akut yang ternyata bukan disebabkan obat sirup Praxion.

Menurutnya, gagal ginjal akut atau GGA sendiri bukanlah penyakit yang baru. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik faktor pasien maupun faktor dari luar.

Faktor pasien dapat meliputi penyakit yang diderita sebelumnya, riwayat penyakit bawaan, sifat sensitivitas pasien atau alergi, infeksi, status nutrisi, dan lain-lain.

Sedangkan, faktor eksternal bisa berasal dari paparan obat, makanan, toksikan tertentu, logam berat, dan lain-lain. Beberapa obat sendiri bisa bersifat nefrotoksik, yaitu toksik terhadap ginjal.

Untuk toksiksan atau racun, etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) termasuk yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut.

"Kembali pada kasus ini, ketika sirup tertuduhnya sudah diperiksa dan dinyatakan aman dengan bukti-bukti pemeriksaan yang valid, perlu dicari possibility yang lain sebagai penyebab," kata Zullies dalam konferensi pers, Rabu, 8 Februari 2023.

3 dari 4 halaman

Setop Framing Sirup Obat sebagai Penyebab GGA

Untuk alasan kehati-hatian, sementara produk obat Praxion dihentikan distribusinya. Industri farmasi produsen obat tersebut juga sudah melakukan penarikan sukarela, sambil menunggu investigasi lebih lanjut.

"Dalam hal ini, media mestinya bisa membantu untuk tidak mem-framing kasus ini sebagai disebabkan oleh sirup obat," kata Zullies.

Zullies juga mendapati beberapa kali dinyatakan di media bahwa kasus ini telah terkonfirmasi gagal ginjal akut, yang artinya disebabkan oleh intoksikasi EG atau DEG.

"Menurut saya, diagnosa ini harus ditegakkan benar dengan berbagai pemeriksaan. Khusus untuk pemastian intoksikasi EG dan DEG," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Butuh Pemeriksaan Lebih Lengkap

Untuk itu, selain pemeriksaan klinis, menurut Zullies beberapa pemeriksaan perlu dilakukan termasuk:

- Kadar EG atau DEG dalam darah pasien. Kadar yang menunjukkan toksisitas signifikan adalah kadar EG > 25 mg/dL atau 250 mcg/mL.

- Tes fungsi ginjal (BUN, kreatinin, urea)

- Urinalisis berupa kristal oksalat, dan lain-lain.

Dalam kasus terakhir, ada informasi yang menyebutkan bahwa pada pasien dijumpai positif DEG dalam darahnya.

“Perlu dipastikan lagi keberadaan DEG ini pada kadar berapa dalam darah, dan apakah telah mencapai kadar toksiknya,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.