Sukses

Ramai soal Kasur Pasien HIV di RS Dilapisi Plastik, Dokter: Ada Ketidakpahaman

Baru-baru ini ada warganet menceritakan pengalaman saat mengantar rekannya yang mengidap HIV. Ia mengaku kaget karena kasur yang akan digunakan oleh rekannya itu dilapisi plastik.

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini seorang warganet menceritakan pengalaman saat mengantar rekannya dengan status positif HIV ke sebuah rumah sakit (RS). Ia mengaku kaget karena kasur yang akan digunakan oleh rekannya itu dilapisi plastik. Menurutnya, hal ini adalah salah satu tindakan diskriminatif bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Unggahan ini pun mendapat tanggapan dari banyak warganet lain dan menjadi pro kontra. Ada yang mengatakan tindakan ini berlebihan, ada pula yang berpendapat bahwa ini tindakan pencegahan penularan atau universal precaution.

Terkait hal ini, dokter spesialis penyakit dalam konsultan yang aktif menangani kasus HIV, I Gede Rai Kosa, mengatakan hal tersebut sebenarnya berlebihan. 

“Selain berlebihan, ketidakpahaman juga ini relatif bersifat diskriminatif ya,” kata I Gede Rai Kosa kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Jumat 16 Desember 2022.

I Gede Rai Kosa mengatakan ada baiknya pihak rumah sakit yang dimaksud oleh warganet tersebut berdialog dengan Dinas Kesehatan setempat. 

“Mungkin perlu bagian Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan (P2M Dinkes) untuk mengajak pihak yang berlaku demikian berdialog dan memberi edukasi kenapa sampai bersikap seperti itu,” tambahnya.

Soal universal precaution memang perlu tapi harus jelas standar prosedur operasionalnya (SPO). Bukan diterapkan berlebihan tanpa dasar sehingga malah jadi diskriminatif dan seperti memberi stigma pada pasien HIV.

“Padahal, program pemerintah pada pasien HIV tidak boleh ada stigma dan diskriminasi, sesuai tema hari AIDS 1 Desember yang baru lewat, semua setara,” tutur dokter yang praktik di RSUD Kota Tangerang, Banten ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cara Penularan Tak Dipahami dengan Benar

Di antara warganet, ada seorang dokter yang menyatakan bahwa melapisi kasur dengan plastik adalah tindakan yang tidak hanya dilakukan pada pasien HIV, tapi juga penyakit infeksi lain. Hal ini dianggap bukan bentuk diskriminasi.

Menurut Rai, ini masih terjadi karena pengetahuan terhadap cara penularan virus HIV (virus RNA) termasuk juga jenis virus RNA dan virus DNA yang lain seperti hepatitis tidak dipahami secara benar.

“Sehingga mengambil langkah berlebihan dan jadi berkesan diskriminatif, masih perlu upaya Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) lebih lanjut.”

Ia pun masih mengingat masa-masa awal munculnya kasus HIV di Indonesia. Saat itu penanganan pasien sangat ketat dan terkesan diskriminatif karena pengetahuan tenaga medis soal HIV masih kurang.

“Saya masih teringat pada saat saya pendidikan tahun 1990-an awal, awal munculnya kasus HIV. Perlakuan seperti ini terjadi, malah kasurnya dibakar. Cuman waktu itu kan pengetahuan medis tentang HIV masih kurang,” katanya.

3 dari 4 halaman

Penularan HIV Tidak Semudah COVID-19

Senada dengan Rai, peneliti global health security yang aktif mengkaji kasus HIV Dicky Budiman berkomentar bahwa melapisi kasur pasien HIV dengan plastik adalah tindakan yang berlebihan.

“Cara seperti ini yang saya lihat ya berlebihan dan tidak perlu seperti itu,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Kamis 15 Desember 2022.

Tindakan ini disebut berlebihan lantaran penularan HIV tidak semudah penularan COVID-19.

“HIV itu menular terutama karena adanya lubang pada tubuh manusia entah karena infeksi atau luka yang akhirnya terpapar cairan tubuh penderita. Tapi tidak sesederhana itu, karena kalau pasien HIV-nya teratur minum ARV ya tentu kecil kemungkinan menularnya.”

Kemungkinan penularan HIV semakin kecil jika tenaga kesehatan menerapkan universal precautions atau pencegahan dengan memakai masker, sarung tangan, celemek plastik, dan penggunaan jarum dengan tepat. “Tidak perlu kasurnya dilapisi plastik.”

4 dari 4 halaman

Akhiri AIDS 2030

Dicky menambahkan, universal precaution dapat diterapkan pada berbagai kasus bukan hanya HIV.

“Tidak hanya untuk pasien HIV karena kita enggak tahu siapa yang datang ke rumah sakit HIV atau apa karena sekarang sudah generalis. Banyak di masyarakat sebetulnya HIV tapi enggak tahu statusnya. Makanya, kontrol infeksi dan universal precaution itu harus dilakukan oleh semua nakes dan faskes.”

Dalam keterangan lain, Joyce Ouma dari Jaringan Global Pemuda yang Hidup dengan HIV menerangkan dampak HIV bagi kaum muda.

“Pemuda terus distigmatisasi, terutama mereka yang berada di populasi kunci, dan ketidaksetaraan terus mengganggu kualitas hidup kita,” katanya dalam keterangan pers Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Senada dengan Joyce, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Kesehatan Masyarakat, Thailand, Anutin Charnvirakul mengatakan bahwa kaum muda adalah masa depan bangsa dan landasan tanggapan AIDS global.

Dalam peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember lalu, WHO mengajak semua pihak untuk mencapai tujuan global mengakhiri AIDS pada 2030.

WHO menyerukan kepada para pemimpin global dan warga negara untuk berani mengakui dan mengatasi ketidaksetaraan yang menghambat kemajuan pencapaian tujuan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.