Sukses

WHO: Vaksinasi Cacar Monyet secara Massal Belum Dibutuhkan

Menurut WHO, kebutuhan untuk melakukan vaksinasi cacar monyet massal belum dibutuhkan.

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengungkapkan bahwa saat ini vaksinasi cacar monyet atau monkeypox di luar Afrika belum dibutuhkan. Hal tersebut lantaran masih terdapat beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebarannya.

Menurut WHO, cara untuk mencegahnya masih berkaitan dengan menjaga kebersihan yang baik. Termasuk soal perilaku seksual yang harus dilakukan dengan aman untuk membantu mengendalikan penyebaran cacar monyet.

Dalam kesempatan berbeda, pemimpin tim patogen WHO Eropa, Richard Pebody mengungkapkan bahwa pasokan langsung vaksin dan antivirus terkait cacar monyet juga masih terbatas.

Komentar tersebut muncul tak lama ketika Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengumumkan bahwa pihaknya sedang dalam proses produksi vaksin Jynneos untuk digunakan dalam kasus cacar monyet.

"Langkah-langkah utama untuk mengendalikan wabah adalah pelacakan kontak dan isolasi," ujar Richard dikutip Channel News Asia pada Selasa, (24/5/2022).

"Itu bukan virus yang menyebar dengan sangat mudah, juga sejauh ini tidak menyebabkan penyakit serius. Vaksin yang digunakan untuk memerangi cacar monyet dapat memiliki beberapa efek samping yang signifikan," Richard menjelaskan.

Sedangkan, pemerintah Jerman sendiri mengatakan pada hari Senin bahwa mereka sedang menilai pilihan untuk vaksinasi, sementara Inggris telah menawarkannya kepada beberapa petugas kesehatan.

Saat ini, otoritas kesehatan masyarakat di Eropa dan Amerika Utara sedang menyelidiki lebih dari 100 kasus yang dicurigai dan dikonfirmasi dari infeksi virus cacar monyet.

Penyelidikan tersebut dilakukan di luar Afrika, tempat dimana penyakit satu ini memang menjadi endemik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Belum Diketahui Jelas Pemicunya

Dalam kesempatan berbeda, eksekutif senior di badan PBB mengungkapkan bahwa belum diketahui jelas apa yang menjadi pemicu munculnya wabah cacar monyet.

"Tidak jelas apa yang mendorong wabah itu, dengan para ilmuwan mencoba memahami asal usul kasus dan apakah ada sesuatu tentang virus yang telah berubah. Tidak ada bukti virus telah bermutasi," katanya.

Dalam sisi lain, banyak orang yang telah melakukan diagnosis dalam wabah cacar monyet punya kaitan dengan pria yang berhubungan seks dengan pria (gay dan biseksual).

Richard menjelaskan, sebagian besar kasus yang dikonfirmasi juga belum dikaitkan dengan perjalanan ke Afrika, yang menunjukkan mungkin ada sejumlah besar kasus yang tidak terdeteksi.

"Jadi kita hanya melihat puncak gunung es," kata Richard.

Beberapa otoritas kesehatan menduga ada beberapa tingkat penyebaran komunitas. Sehingga ada kekhawatiran adanya potensi penularan dalam acara-acara tersebut.

"Saya tidak mengatakan kepada orang-orang yang tidak bersenang-senang, jangan pergi menghadiri acara-acara ini," kata Richard.

3 dari 4 halaman

Upaya yang Bisa Dilakukan

Richard mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan dalam berbagai kesempatanlah yang menentukan keamanan seseorang dari wabah penyakit termasuk cacar monyet.

"Ini lebih tentang apa yang orang lakukan di pesta-pesta yang penting. Jadi ini tentang perilaku seksual yang aman, kebersihan yang baik, mencuci tangan secara teratur - semua hal ini akan membantu membatasi penularan virus ini," Richard menuturkan.

Biasanya, cacar monyet menular dari orang ke orang melalui kontak yang sangat dekat. Virus juga dapat terbawa pada permukaan seperti tempat tidur, pakaian, atau ekskresi pernapasan.

Terlebih, virus satu ini juga diketahui lebih mudah untuk menular lewat kontak kulit ke kulit.

"Anda bisa membayangkan bahwa seorang wanita yang tinggal di rumah yang sama, berbagi peralatan dan sebagainya dengan seseorang yang terinfeksi, maka dia bisa tertular. Tapi sejauh ini kita belum melihatnya," ujar ahli penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Professor Jimmy Whitworth dikutip Insider pada Selasa, (24/5/2022).

"Itulah yang membuat kami agak curiga bahwa mungkin ini menular secara seksual dan kami perlu mencari tahu, karena jika demikian, itu baru — yang mana belum pernah terlihat sebelumnya," Jimmy menjelaskan.

4 dari 4 halaman

Temuan Kasus

Bulan ini, lebih dari 140 kasus telah terkonfirmasi dan dicurigai di 12 negara di seluruh Eropa, Amerika Utara, dan Oseania.

Cacar monyet pertama kali terdeteksi di Inggris pada 7 Mei lalu. Jumlah kasus di sana pun bertambah dengan cepat dan berlipat ganda hanya dalam waktu dua hari dari sembilan infeksi pada 18 Mei menjadi 20 infeksi pada 20 Mei.

Kasus cacar monyet lainnya juga baru-baru dikonfirmasi tersebar di AS, Australia, Spanyol, Italia, Jerman, Portugal, dan Swedia.

Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengatakan hingga kini belum ada kasus cacar monyet yang masuk pada wilayah Indonesia. Namun, tingkat kewaspadaan di pintu-pintu masuk atau pintu perbatasan terus dilakukan.

"Sampai hari ini kita belum ada kasus (monkeypox atau cacar monyet)," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr Mohammad Syahril, SpP kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Senin, 23 Mei 2022.

Meski begitu Syahril mengatakan pemerintah tetap waspada. Bukan hanya RI, tapi seluruh negara di dunia tengah mewaspadai penyakit yang biasanya menular dari hewan ke manusia (zoonosis) ini.

"Kita harus waspada, tetap ya, bukan hanya Indonesia tapi semuanya, karena penyakit ini menular dan bisa ditularkan dari orang yang masuk dari negara yang terjangkit," kata Syahril lagi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.