Sukses

Konsumsi Ibuprofen Berbarengan dengan Obat Hipertensi Tertentu dapat Merusak Ginjal

Para peneliti menemukan bahwa pada beberapa pasien dengan profil medis tertentu, kombinasi dari ketiga obat tersebut dapat menyebabkan kerusakan ginjal, yang dalam beberapa kasus dapat bersifat permanen.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Mathematical Biosciences menemukan, pasien yang diberi resep diuretik dan penghambat sistem renin-angiotensin (RSA), seperti penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) atau penghambat reseptor angiotensin (ARB), untuk mengontrol hipertensi (tekanan darah tinggi), harus menghindari penggunaan ibuprofen.

Diuretik dan inhibitor RSA biasanya diberikan dengan resep dokter dan memiliki berbagai nama merek. Sementara obat penghilang rasa sakit seperti ibuprofen sebagian besar bisa dibeli tanpa perlu resep dokter dan mereknya berbeda-beda, seperti Advil atau Motrin.

Dilansir dari Fox News, para peneliti di University of Waterloo melihat interaksi diuretik, RSA, dan ibuprofen menggunakan uji coba obat yang disimulasikan komputer. Para peneliti menemukan bahwa pada beberapa pasien dengan profil medis tertentu, kombinasi dari ketiga obat tersebut dapat menyebabkan kerusakan ginjal, yang dalam beberapa kasus dapat bersifat permanen.

"Diuretik adalah keluarga obat yang membuat tubuh terus memproduksi urine," kata Anita Layton, profesor matematika terapan di Waterloo and Canada 150 Research Chair dalam biologi matematika dan kedokteran dalam rilisnya.

Layton lebih lanjut menjelaskan dalam laporannya, "Menjadi dehidrasi adalah faktor utama dalam cedera ginjal akut, dan kemudian inhibitor RAS dan ibuprofen menghantam ginjal dengan pukulan tiga kali lipat. Jika Anda menggunakan obat hipertensi ini dan membutuhkan obat penghilang rasa sakit, pertimbangkan acetaminophen sebagai gantinya."

Rilis tersebut menjelaskan bahwa uji coba obat yang disimulasikan komputer dapat memberikan hasil yang lebih cepat kepada para peneliti daripada uji klinis pada manusia. Layton dan tim penelitinya menggunakan matematika dan ilmu komputer untuk memberi praktisi medis "awal dari masalah seperti komplikasi obat," kata rilis itu.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak semua orang memiliki efek ini

Layton mencatat dalam rilisnya, "Tidak semua orang yang kebetulan menggunakan kombinasi obat ini akan memiliki masalah," dan menambahkan, "Tetapi penelitian menunjukkan itu cukup menjadi masalah sehingga Anda harus berhati-hati."

Studi tersebut menyatakan bahwa terapi tiga obat, yang dikenal sebagai "triple whammy," dikaitkan dengan peningkatan risiko 31% untuk cedera ginjal akut, dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan diuretik dan ACE inhibitor/ARB saja. Laporan yang diterbitkan juga menyatakan bahwa cedera ginjal akut (AKI) triple whammy terjadi pada 0,88%-22% dari pasien perawatan tiga kali lipat.

"Hasil simulasi kami mengungkapkan peran kunci dari respons miogenik dalam menentukan risiko AKI," kata penulis penelitian dalam laporan yang diterbitkan. Respon miogenik adalah mekanisme di mana diameter pembuluh darah menyempit setelah peningkatan tekanan dan peningkatan diameter setelah penurunan tekanan ini untuk mempertahankan aliran darah yang sesuai, para ahli menjelaskan.

"Kami berhipotesis bahwa individu dengan respons miogenik yang terganggu mungkin sangat rentan terhadap triple whammy AKI. Selain itu, peningkatan sensitivitas obat atau asupan air yang rendah dapat mempengaruhi pasien untuk triple whammy AKI," tulis para peneliti dalam penelitian mereka.

Pakar kesehatan mengatakan penting bagi siapa pun yang minum obat untuk berkonsultasi dengan dokter atau apoteker mereka sebelum mengambil obat atau suplemen yang dijual bebas untuk menghindari interaksi obat, dikutip dari Fox News.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini