Sukses

Sering Tak Disadari dan Disebut Silent Killer, Ini Bahaya Hipertensi Bagi Pasien

Hipertensi yang seringkali tak disadari padahal penyakit ini bisa menimbulkan komplikasi serius

Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis jantung dari Siloam Hospitals Lippo Village, Tangerang, Banten, Vito Anggarino Damay, menyampaikan bahwa penyakit hipertensi acap kali tidak disadari. Padahal, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi serius.

“Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi,” kata Vito melalui pesan teks yang diterima Health Liputan6.com, Jumat (5/2/2021).

Komplikasi dari hipertensi di antaranya serangan jantung , gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal hingga perlu cuci darah.

“Sangat disayangkan komplikasi yang berat itu jika sampai terjadi, padahal hipertensi bisa dikendalikan. Kalaupun sudah terlanjur hipertensi, minum obat dan atau berubah pola hidup lebih sehat bisa mengendalikan tekanan darah.”

Menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi hipertensi 34,1 persen diketahui bahwa sebesar 8,8 persennya telah terdiagnosis, 13,3 persen orang yang terdiagnosis tidak minum obat, serta 32,3 persennya tidak rutin minum obat.

“Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.”

“Ini kemungkinan termasuk pula di dalamnya tenaga kesehatan yang memang tidak disebutkan dalam Riskesdas secara mendetail profesinya nakes atau bukan,” tambahnya.

 

 

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alasan Tak Minum Obat

Vito juga membahas beberapa alasan pasien hipertensi tidak minum obat. Alasan pertama pasien hipertensi tidak minum obat karena mereka merasa sehat (59,8 persen).

Selain itu, alasan lainnya adalah kunjungan tidak teratur ke fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) (31,3 persen), minum obat tradisional (14,5 persen), menggunakan terapi lain (12,5 persen), lupa minum obat (11,5 persen), tidak mampu beli obat (8,1 persen), terdapat efek samping obat (4,5 persen), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2 persen).

Riskesdas 2018 juga menunjukkan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 sebesar 34,1 persen. Jumlah tertinggi ditemukan di Kalimantan Selatan (44.1 persen). Sedangkan angka terendah ditemukan di Papua sebesar 22,2 persen.

Sedang, hipertensi yang terjadi pada kelompok usia 31 sampai 44 sebanyak 31,6 persen, usia 45-54 (45,3 persen), dan usia 55-64 sebanyak 55,2 persen.

“Prinsipnya lebih baik mencegah daripada mengobati, dan lebih baik mengobati daripada mengalami komplikasi,” tutup Vito.

3 dari 3 halaman

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.