Sukses

Vaksinolog: Vaksin COVID-19 Efektif Meski Virus Corona Bermutasi

Terkait mutasi virus Corona di Inggris, vaksinolog dan spesialis penyakit dalam dr Dirga Sakti Rambe menjelaskan, sifat alami virus adalah bermutasi.

Liputan6.com, Jakarta Mutasi virus Corona COVID-19 di Inggris yang disebut 70 persen lebih mudah menimbulkan kekhawatiran akan efektivitas vaksin. Banyaknya informasi yang kurang tepat dan tidak sesuai konteks pun turut memengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap vaksin.

Terkait mutasi virus Corona di Inggris, vaksinolog dan spesialis penyakit dalam dr Dirga Sakti Rambe menjelaskan, sifat alami virus adalah bermutasi.

"Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus-menerus, kita harus meminimalisir atau menghentikan penyebaran penyakit. Alhamdulillah, sampai saat ini mutasi-mutasi yang ada itu tidak berdampak pada efektivitas vaksin. Tapi kita tidak tahu, satu tahun lagi bagaimana dampak dari mutasi ini. Oleh karena itu saya tekankan bahwa kita harus konsisten menerapkan protokol pencegahan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) supaya penyebaran COVID-19 ini bisa kita cegah”, terangnya dalam acara Dialog Produktif bertema “Ungkap Fakta Vaksin, Jangan Tertipu Hoaks” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (29/12).

Dirga menjelaskan, vaksin COVID-19 tergolong dalam jenis vaksin mati yang tidak berisiko bagi tubuh. "Vaksin mati artinya vaksin yang diberikan kepada tubuh kita tidak ada risiko, atau risikonya nol untuk menyebabkan penyakit. Jadi tidak mungkin ada orang setelah divaksinasi COVID-19 menjadi sakit COVID-19. Itulah keunggulan dari vaksin mati."

Dia juga meminta masyarakat agar tidak khawatir dengan fenomena Antibody-dependant enhancement (ADE) pada vaksin COVID-19. Ini karena berbagai penelitian dan uji klinis vaksin COVID-19 tidak menunjukkan bukti ADE.

“Tapi ternyata ADE dalam berbagai penelitian dan uji klinik vaksin COVID-19 ini tidak terbukti. Sampai sekarang pada semua merek vaksin COVID-19, risiko ini tidak terjadi,” tegasnya.

Menurut Dirga, profil keamanan dari proses uji klinis seluruh merek vaksin COVID-19 dilakukan dengan sangat baik. Sehingga tidak ada efek samping yang sangat serius sejauh uji klinis dilakukan.

 

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Standar Efektivitas Vaksin Menurut WHO

Sementara itu dalam proses pembuatan vaksin COVID-19, Dirga mengungkapkan bahwa WHO menerapkan standar efektivitas vaksin COVID 50 persen. “Dari WHO menetapkan syarat minimal efikasi atau efektivitas vaksin COVID-19 itu 50 persen sudah bagus. Artinya kalau di bawah 50 persen vaksin tidak layak diedarkan. Tetapi vaksin yang efektivitasnya 90 persen, 80 persen atau bahkan 60 atau 70 persen pun pada masa pandemi ini, dampaknya sangat terasa dan sangat penting. Karena sampai sekarang kita belum punya vaksin atau obat untuk COVID-19,” imbuhnya.

Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, vaksin yang sudah ada di Indonesia, setelah dievaluasi dan mendapat persetujuan BPOM, baru bisa diberikan kepada masyarakat dalam batasan usia 18-59. Batasan usia ini karena pada masa uji klinis, relawan yang berpartisipasi berada pada rentang umur tersebut. “Kemungkinan untuk memberikan vaksin COVID-19 baik untuk lanjut usia atau anak-anak masih terbuka lebar, namun harus menunggu penelitian lebih lanjut,” terang Dirga.

Dirga juga menilai keliru jika ada pendapat bahwa setiap negara harus memiliki vaksin yang berbeda. “Nanti data-data uji klinik berbagai negara akan dianalisis secara bersamaan, sehingga dari situ kita bisa menyimpulkan gambaran utuh bagaimana tingkat keamanan dan efektivitasnya,” ungkapnya.

Dirga juga meminta masyarakat tak takut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang bersifat ringan, karena manfaat dari vaksin COVID-19 jauh lebih besar. “Jadi vaksin COVID-19 ini akan melindungi kita dari terdampak COVID-19 yang bergejala, termasuk COVID-19 yang berat, sampai menghindari kematian akibat COVID-19,” tegasnya.

Meski KIPI tak perlu dikhawatirkan, masyarakat harus jujur dalam mengungkapkan kondisi kesehatannya sebelum menerima vaksin. “Jadi sebelum vaksin itu diberikan sudah ada proses pengamatan. Jadi dokter atau tenaga kesehatan akan bertanya dulu pada hari itu apakah Anda sehat, ada penyakit lain atau tidak, ada riwayat lain atau tidak. Masyarakat tidak usah khawatir, selama memenuhi syarat orang itu layak menerima vaksinasi,” tutup Dirga.

 

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.