Sukses

Para Ahli Kesehatan AS Dukung Penggunaan Vaksin COVID-19 Pfizer

Para ahli di AS menyetujui penggunaan darurat vaksin corona COVID-19 Pfizer - BioNtech.

Liputan6.com, Jakarta Para ahli kesehatan independen Amerika Serikat menyetujui penggunaan darurat vaksin corona COVID-19 Pfizer dan BioNtech. Mereka mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration/FDA) untuk segera mengotorisasi distribusi massal darurat di tengah lonjakan kasus COVID-19 yang sedang berlangsung di seluruh dunia.

Seperti dilansir Fox News, pemungutan suara 17-4 keluar setelah anggota Komite Penasihat Vaksin dan Produk Biologis (VRBPAC) membahas berbagai masalah yang berkaitan dengan vaksin, termasuk kekhawatiran tentang memvaksinasi orang dengan alergi parah dan mereka yang berisiko di usia 16 dan 17 tahun, serta masalah tentang vaksinasi selama kehamilan atau menyusui.

Meskipun FDA tidak harus mengikuti rekomendasi panel, FDA diharapkan bisa memberikan keputusan segera karena peluncuran vaksin COVID-19 dapat dimulai di Amerika Serikat dalam hitungan hari.

Beberapa anggota komite menyatakan keprihatinan serius tentang memasukkan anak berusia 16 dan 17 tahun ke dalam kategori kedaruratan atau Emergency Use Authorization (EUA). Mereka mengatakan Pfizer memiliki sangat sedikit data tentang keamanan vaksin dalam grup ini. Data yang diajukan perusahaan untuk aplikasi EUA-nya hanya mencakup 153 peserta berusia 16 dan 17 tahun. (Baru-baru ini perusahaan telah memvaksinasi anak-anak semuda 12 tahun, tetapi data tersebut tidak ada dalam pengajuan EUA.)

Seorang profesor pediatri di Universitas Stanford mengatakan ia akan mendukung penggunaan vaksin COVID-19 selama tidak memasukkan golongan usia tersebut.

Perdebatan soal pemberian vaksin pada anak ini menjadi perhatian serius para ahli. Seorang dokter anak di Rumah Sakit Anak Tufts bahkan abstain karena menilai risikonya.

Peneliti vaksin dari Universitas Michigan Arnold Monto pun mengunjungi Direktur Kantor Penelitian dan Tinjauan Vaksin Marion Gruber dari FDA, untuk mendiskusikan masalah ini dan melakukan pemungutan suara.

Ahli vaksinasi terkenal dari Children's Hospital of Philadelphia dan panelis Paul Offit, menunjukkan bahwa ini adalah masalah  yang berpotensi besar. Artinya, puluhan juta orang Amerika, menurut hitungannya, mungkin terlalu takut untuk mendapatkan vaksin COVID-19 karena mereka memiliki riwayat medis alergi yang parah.

“Masalah ini tidak akan berhenti sampai kami memiliki data yang lebih baik,” kata Offit.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

20 juta orang akan divaksin pada akhir Desember

Marion Gruber, direktur kantor penelitian dan peninjauan vaksin di FDA, mengatakan bahwa FDA telah mencatat kemungkinan ini bahkan sebelum dua kasus di Inggris Minggu lalu, katanya.

Risiko EUA bahkan telah dicatat dalam draft yang memperingatkan bahwa orang yang memiliki alergi terhadap salah satu komponen vaksin tidak boleh mendapatkannya, dan peralatan untuk menangani reaksi alergi yang parah harus tersedia di mana pun vaksin diberikan.

Tetapi Offit menunjukkan, salah satu nama bahan kimia terpanjang yang pernah dilihatnya akan membuat pasien kesulitan mengidentifikasi alergen. Dia juga mengklarifikasi bahwa kekhawatiran utamanya adalah orang-orang yang meragukan efektivitas vaksin.

“Saya berbicara tentang persepsi lebih dari kenyataan,” kata Offit. 

Ahli epidemiologi Klinik MayoJuan Gea-Banacloche bertanya seberapa yakin Pfizer bahwa dosis kedua bahkan dibutuhkan. Pfizer menjawab, pada dasarnya, tidak ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa vaksin akan memberikan perlindungan jangka panjang yang sama dengan dua dosis.

Pfizer juga membocorkan beberapa berita terkait kapan kita akan mendapat jawaban atas beberapa pertanyaan penting terkait vaksin. Dikutip dari Statnews, data tentang seberapa baik vaksin melindungi terhadap infeksi tanpa gejala pada kasus tanpa gejala diharapkan bisa dipublikasikan awal tahun depan. 

Pandemi COVID-19 sedang berkecamuk di seluruh dunia tetapi terutama di Amerika Serikat yang memiliki jumlah kasus dan kematian tertinggi di dunia. Lebih dari 15,3 juta orang Amerika telah didiagnosis dengan COVID-19 dan lebih dari 288.000 telah meninggal.

Sejumlah efek samping seperti kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, menggigil, nyeri sendi dan demam semuanya terdaftar sebagai reaksi yang dilaporkan tetapi dikategorikan ringan sampai sedang. 

Beberapa waktu lalu di Inggris, setidaknya dua reaksi merugikan terjadi pada hari pertama program vaksinasi massal di negara tersebut. Sehinnga, regulator di negara tersebut menyarankan agar orang yang memiliki "riwayat signifikan' reaksi alergi harus menghindari menerima vaksin Pfizer-BioNTech baru saat ini.

3 dari 3 halaman

Infografis Negara Pertama Suntik Vaksin Covid-19, Inggris atau China?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.