Sukses

OPINI: Pandemi COVID-19 dan Kontrasepsi

Pandemi COVID-19 di Indonesia juga tentu berdampak luas ke berbagai aspek kehidupan, termasuk program keluarga berencana.

Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 masih menjadi masalah utama dunia saat ini. Data 9 Oktober 2020 menunjukkan bahwa di dunia ada 36.361.054 kasus COVID-19 dengan 1.056.186 kematian. Di Indonesia sudah ada lebih dari 320 ribu kasus, lebih dari 11 ribu kematian dan sekitar 4.000 penambahan kasus setiap hari. 

Walaupun perhatian kita terpaku pada penanggulangan COVID-19, tetapi berbagai masalah kesehatan lain tentunya harus jadi perhatian pula. Data dari Afrika menunjukkan bahwa gangguan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) akibat Ebola baru-baru ini berkontribusi pada sekitar 3.600 kematian ibu, neonatal dan bayi, jumlah yang hampir sama dengan kematian akibat penyakit Ebolanya sendiri. 

Pandemi COVID-19 di Indonesia juga tentu berdampak luas ke berbagai aspek kehidupan, termasuk program keluarga berencana. Berdasarkan data statistik rutin BKKBN, capaian peserta KB baru mengalami penurunan secara signifikan dari 422.315 pada Maret 2020 menjadi 371.292 dan 388.390 pada April dan Mei 2020.

Di samping itu terdapat beberapa tantangan dalam pelayanan KB pada masa pandemi ini di antaranya keterbatasan akses terhadap pelayanan di fasilitas kesehatan, kebutuhan alat pelindung diri (APD) yang memadai dan memenuhi standar bagi petugas pelayanan KB, serta penerapan pelayanan KB di era “new normal” dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Adanya pandemi COVID-19 kemudian juga berdampak pada peningkatan kehamilan tidak diinginkan (KTD) di beberapa wilayah sebagai akibat dari penurunan kesertaan KB dan peningkatan angka putus pakai kontrasepsi.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kontrasepsi

Salah satu komponen dari program keluarga berencana memang adalah kontrasepsi. Kita tahu bahwa sudah 60 tahun sejak kontrasepsi oral mulai dikenal di dunia. Akses pada kontrasepsi terkadang masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk mitos yang salah, stigma, sampai ke proses rantai suplainya (supply chain problems) dan masalah dalam sistem kesehatan secara umum.

Informasi The United Nations Population Fund--dulu namanya United Nations Fund for Population Activities (UNFPA)--menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga hal tentang kontrasepsi di era pandemi COVID-19 sekarang ini.

Pertama, laporan dari berbagai negara jelas menunjukkan terganggunya akses untuk mendapatkan kontrasepsi. Laporan World Health Organization (WHO) baru-baru ini menunjukkan bahwa keluarga berencana dan penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu program yang sangat terdampak akibat COVID-19.

Kedua, terjadinya dampak katastrofik bagi perempuan akibat terganggunya pelayanan keluarga berencana. Di awal 2020, UNFPA telah membuat perkiraan dalam bentuk “modelling”, yang hasilnya menunjukkan bahwa kalau COVID-19 mengakibatkan disrupsi pelayanan kesehatan selama enam bulan pada 114 negara berpenghasilan rendah dan menengah, maka 47 juta perempuan jadi tidak dapat menggunakan kontrasepsi. Hal itu akan menyebabkan terjadinya 7 juta kehamilan yang tidak direncanakan (unplanned pregnancies).

Hambatan transportasi antarnegara akibat COVID-19 juga amat berpengaruh pada distribusii alat kontrasepsi. Sebuah laporan badan PBB tentang dampak COVID-19 pada kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa anggota International Planned Parenthood Federation (IPPF) menghadapi masalah keterbatasan suplai dan komoditas, di mana 59 anggota melaporkan keterlambatan distribusi di dalam negaranya dan 29 negara melaporkan kekurangan alat kontrasepsi.

Ketiga, kaum perempuan tentu perlu terus menyadari bahwa perencanaan kehamilan adalah hak mereka, bahkan hak asasi. Ini bukan sekadar aspek kesehatan masyarakat saja. Adanya pandemi tidak dapat menghilangkan pelaksanaan hak ini.

Pimpinan UNFPA secara tegas mengatakan bahwa, “Women’s reproductive health and rights must be safeguarded at all costs. The services must continue; the supplies must be delivered; and the vulnerable must be protected and supported." (Hak dan kesehatan reproduksi wanita harus dijaga dengan segala cara. Layanan harus terus berlangsung; suplai harus dipenuhi; serta pihak yang rentan harus dilindungi dan didukung).

3 dari 5 halaman

Rekomendasi

Untuk menjamin pelayanan kontrasepsi di masa pandemi COVID-19 ini maka berbagai organisasi internasional menyampaikan rekomendasinya.

WHO merekomendasikan agar negara-negara melakukan inovasi strategis supaya masyarakat dapat mengakses informasi dan kontrasepsi dalam masa pandemi, antaranya dengan teknologi digital dan pemanfaatan telepon genggam. Selain itu, penyediaan kontrasepsi di fasilitas pelayanan kesehatan juga harus terus dijaga. WHO juga mendorong agar petugas kesehatan dengan aktif memberikan informasi kontrasepsi dalam kegiatan sehari-harinya di fasilitas pelayanan kesehatan.

American College of Obstetrics and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan penggunaan “telehealth” atau telekonsultasi dengan pengguna kontrasepsi, termasuk menangani komplikasi penggunaannya kalau ada. Dalam hal Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), ACOG tetap merekomendasikan penggunaan IUD dan implan sepanjang memungkinkan. Kalau memang belum memungkinkan, maka dapat digunakan dulu kontrasepsi oral pada waktu tertentu untuk mengatasi keterlambatan pemasangan MKJP. 

Sementara itu Society of Family Planning (SFM) memberikan rekomendasi yang sebagian besar sejalan dengan ACOG, khususnya dalam pemakaian kontrasepsi oral dalam kaitannya dengan monitoring tekanan darah berkala di masa pandemi COVID-19. SFM juga memberi rekomendasi sehubungan penyuntikan depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA) di bawah kulit (Sub Kutan).

4 dari 5 halaman

Harus tetap berjalan

Penilaian tentang kemampuan negara menjamin pelayanan kontrasepsi pada masa pandemi COVID-19 tergantung pada setidaknya empat hal, yaitu stabilitas pelayanan kesehatan secara umum di negara itu, bagaimana situasi epidemiologi COVID-19-nya, data dasar kejadian kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan data lain yang berhubungan, serta jaminan ketersediaan alat kontrasepsi di masa yang sulit ini.

Untuk berbagai keperluan obat dan alat kesehatan di masa COVID-19, WHO sudah menyampaikan 8 kegiatan utama untuk penguatan “Supply Chains”, yang sebagian juga dapat diterapkan pada tantangan pelayanan kontrasepsi ini. 

Akses pada kontrasepsi merupakan bagian penting dari program keluarga berencana dan pelayanan kesehatan pada umumnya. Dalam 20 tahun terakhir ini peningkatan penggunaan kontrasepsi di negara-negara berkembang telah mampu menurunkan sekitar 40 persen kematian ibu, khususnya karena penurunan kehamilan yang tidak direncanakan.

Terganggunya akses pada kontrasepsi di masa COVID-19 sekarang ini tentu dapat berakibat buruk pada program keluarga berencana, dan pada gilirannya akan berdampak pula pada upaya penurunan angka kematian ibu. Adalah menjadi tanggung jawab kita bersama bahwa walaupun prioritas utama mungkin diberikan pada pengendalian COVID-19, tapi pelayanan kesehatan lain, termasuk program keluarga berencana dengan kontrasepsinya harus tetap berjalan. 

 

**Penulis adalah Prof Tjandra Yoga Aditama, Guru Besar Paru FKUI. Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes.

5 dari 5 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.