Sukses

Diobati dengan Baik, Pasien Penyakit Langka Mampu Berprestasi

Pengobatan yang tepat dan kesabaran merawat pasien dengan penyakit langka dapat meningkatkan kualitas hidupnya di masa mendatang.

Liputan6.com, Jakarta Tidak semua pasien penyakit langka kehilangan harapan hidup. Pengobatan yang tepat dan kesabaran merawat pasien dapat meningkatkan kualitas hidupnya di masa mendatang.

Saat ditemui dalam konferensi pers Hari Penyakit Langka Sedunia, Dokter Spesialis Penyakit Anak Klinis Damayanti R Sjarif berbagi kisah keberhasilan salah satu pasien penyakit langka yang kini berprestasi.

"Saya punya pasien, dia anak yang cerdas. Orangtuanya memberikan sepenuhnya perhatian dan perawatan yang baik. Bahkan ditemani ibunya dari sekolah sampai kuliah," tutur Damayanti di Graha Dirgantara, Jakarta, Rabu, 27 Februari 2019.

Anak tersebut--tak disebut namanya--lulusan salah satu universitas ternama di Jakarta. Selama kuliah, ia harus naik turun tangga ke lantai 4, ruangan tempat kuliahnya berlangsung.

Pada waktu itu, tidak ada lift. Sang ibu pun menggendongnya sampai ke lantai 4.

"Mamanya mengangkat (menggendong) dia sampai ke lantai 4. Bayangkan, berat anak itu 50 kg," ucap Damayanti.

Kini, anak tersebut sudah mampu membuat barang atau benda-benda yang memudahkan para disabilitas beraktivitas. Alat yang bisa mempermudah bergerak dan lainnya. 

 

Saksikan juga video berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pasien PKU, kelainan genetika langka

Lain halnya dengan Sashi asal Belgia. Ia mengidap Phenylketonuria (PKU). Kondisi ini kelainan genetika langka yang sudah ada sejak lahir yang menyebabkan tubuh tidak bisa mengurai asam amino fenilalanin.

Asam amino fenilalanin termasuk salah satu bahan baku untuk pembentukan protein oleh tubuh. Jika tubuh tidak bisa memproses fenilalanin, asam amino akan menumpuk dalam darah dan otak.

Akibatnya, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi yang serius. Misal, kerusakan permanen pada otak dan gangguan saraf.

"PKU kalau tidak diobati bisa parah. Kalau tidak ditangani, biasanya usia 3 atau 4 tahun bisa meninggal," cerita Damayanti.

Sashi menjalani pengobatan PKU di Belgia. Remaja berusia 14 tahun ini sekarang tinggal di Jakarta. Perkembangan Sashi pun meningkat. Dia pandai berbahasa Prancis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.