Sukses

Derita Kelainan PMS Sejak Remaja, Rahim Lucie Harus Diangkat

Lucie menderita kelainan premenstrual syndrome (PMS) atau sindrom pramenstruasi, yang berujung dirinya harus menjalani operasi pengangkatan rahim.

Liputan6.com, Devon, Inggris Di usianya yang masih remaja, Lucie menderita premenstrual syndrome (kelainan PMS), yang berujung rahimnya harus diangkat. Selama dua minggu di setiap bulannya, Lucie didera depresi berat, kecemasan, dan serangan panik.

Kondisi Lucie sangat berbeda jauh. Sebelum mencapai usia pubertas pada usia 13 tahun, ia dikenal sebagai anak yang kalem dan ceria.

Ketika berusia 14 tahun, suasana hatinya berubah menjadi sangat buruk. Orangtuanya harus mengeluarkan Lucie dari sekolah. Kemudian mengirimnya tinggal di unit kesehatan mental remaja. Lucie dirawat karena dinilai mengalami  obsessive-compulsive disorder (OCD)--gangguan yang ditandai dengan pikiran negatif yang membuat penderita merasa gelisah, takut, dan khawatir.

Ia juga menderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), serangan panik yang dipicu oleh trauma pengalaman masa lalu. Namun, saat Lucie hamil pada usia 16 tahun, gejala OCD dan PTSD tampak "hilang." Melansir laman New York Post, Jumat (16/3/2018), gejala tersebut kembali saat menstruasi datang.

Beberapa tahun kemudian, Lucie mulai masuk kuliah. Saat kuliah, tiap beberapa minggu sekali, otaknya merasa sangat terbebani dan penuh tekanan. Ia akhirnya berhenti kuliah.

Perasaan terbebani dan penuh tekanan juga dialami saat ia memulai pelatihan menjadi asisten pengajar. Tak ayal, perempuan asal Devon, Inggris ini berhenti dua bulan sebelum mendapatkan kualifikasi sebagai asisten pengajar.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lebih sensitif terhadap sesuatu

Pada usia 23 tahun, Lucie hamil anak kedua. Ia sempat lega karena masalah mental dapat teratasi. Tapi setelah putrinya, Bella lahir, gejala asli semakin parah. Ia mengalami hipersensitivitas terhadap suara, bau dan sentuhan, serta kelelahan ekstrem.

Perilaku yang diperlihatkannya juga tidak wajar (irasional). Lucie gampang lupa dan merasa putus asa yang luar biasa. Lucie kembali memeriksakan diri. Ia dengan cepat didiagnosis menderita gangguan premenstruasi dysphoric (PMDD), kelainan PMS yang parah.

Untuk tindak lanjut, ia diminta memeriksakan diri ke bagian ginekolog. Dokter kemudian memberikan berbagai pil KB. Pemberian pil KB bukan membuat Lucie membaik, melainkan ia malah makin sakit parah.

"Tiba-tiba, semuanya berubah. Aku tidak menyadari betapa buruknya keadaanku. Dalam dua bulan, aku berhenti minum semua obat anti-depresi, yang aku minum sejak remaja. Dokter punya gagasan solusi, histerektomi (operasi pengangkatan rahim) total, yang akan menyingkirkan indung telur dan rahimnya," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Operasi pengangkatan rahim

Lucie selalu menginginkan anak ketiga, tapi kondisinya tak memungkinkan untuk hamil lagi. Selain itu, ia harus dioperasi segera.

Ini karena menopause menimbulkan masalah baru. Kepadatan tulangnya hilang, yang menyebabkan osteoporosis (keropos tulang).

Lucie menjalani histerektomi pada Desember 2016 pada usia 28 tahun. Efek operasi pengangkatan rahim, Lucie terkadang migrain.

Meski begitu, ia merasa lebih baik dibanding sebelum menjalani operasi. Bahkan ia sudah bisa bekerja kembali sebagai asisten pengajar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.