Sukses

NASA Lakukan Penelitian di Ruang Angkasa sebagai Upaya Perang Melawan Kanker

NASA mengatakan, eksperimen yang dilakukan pihaknya di lingkungan ruang angkasa (tanpa gravitasi) menghasilkan kemajuan yang luar biasa dalam upaya melawan kanker.

Liputan6.com, Washington D.C - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengatakan, eksperimen yang dilakukan pihaknya di lingkungan ruang angkasa (tanpa gravitasi) menghasilkan kemajuan yang luar biasa dalam upaya melawan kanker.

Ruang angkasa adalah “tempat yang unik untuk penelitian,” kata astronaut Frank Rubio pada acara di Washington, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (25/3/2024).

Pria berusia 48 tahun ini, yang juga merupakan seorang dokter dan mantan pilot helikopter militer, melakukan penelitian kanker saat melakukan perjalanan ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS), yang mengorbit sekitar 400 kilometer di atas permukaan Bumi.

Di tempat itu, sel-sel tubuh menua dengan lebih cepat sehingga dapat mempercepat penelitian. Selain itu, struktur sel-sel tersebut juga dijelaskan sebagai "lebih murni".

"Dalam ruang angkasa, sel-sel tersebut tidak bergerombol seperti yang terjadi di Bumi karena gravitasi. Mereka melayang di ruang angkasa," kata Kepala NASA, Bill Nelson, kepada AFP dalam sebuah wawancara.

Hal ini memungkinkan para peneliti melakukan analisa yang lebih baik terhadap struktur molekul sel-sel itu.

Penelitian yang dilakukan di ruang angkasa tersebut dapat membantu membuat obat kanker lebih efektif, tambah Nelson.

Raksasa farmasi Merck telah melakukan penelitian di ISS dengan Keytruda, obat anti-kanker yang kini diterima pasien melalui infus.

Bahan utama untuk membuat obat itu sulit diubah menjadi bentuk cair. Salah satu alternatifnya adalah dengan melakukan proses kristalisasi, sebuah metode yang umum digunakan dalam pembuatan obat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Upaya Penelitian dari NASA

Pada 2017, Merck melakukan eksperimen untuk melihat apakah kristal akan terbentuk lebih cepat di ruang angkasa dibandingkan di Bumi.

Nelson menggunakan dua gambar untuk menunjukkan perbedaannya. Yang pertama menunjukkan titik buram dan transparan. Namun pada detik kedua, sejumlah besar bintik abu-abu bening muncul.

Foto tersebut menunjukkan bahwa kristal yang lebih kecil dan lebih seragam terbentuk di ruang angkasa dan “terbentuk lebih baik,” kata Nelson.

Berkat penelitian tersebut, para peneliti akan dapat mengembangkan obat yang bisa diberikan secara injeksi di klinik, menggantikan prosedur kemoterapi yang memakan waktu lama dan menyakitkan.

Merck mengidentifikasi teknik yang dapat membantunya meniru efek kristal ini di Bumi saat mereka mengembangkan obat yang dapat disimpan pada suhu kamar.

Namun, diperlukan waktu bertahun-tahun antara penelitian di ruang angkasa dan ketersediaan obat yang dikembangkan di sana secara luas.

 

3 dari 3 halaman

Gagasan Penelitian Sejak 4 Dekade Lalu

Studi kanker di ruang angkasa dimulai lebih dari empat dekade yang lalu. Namun mengalami "perubahan besar" dalam beberapa tahun terakhir, ungkap Nelson, mantan senator dari Partai Demokrat yang melakukan misi ruang angkasa pada 1986.

Presiden AS Joe Biden meluncurkan inisiatif "Cancer Moonshot" pada 2016, ketika masih menjabat sebagai wakil presiden. Inisiatif tersebut mengingatkan pidato mantan presiden AS John F. Kennedy sekitar 60 tahun sebelumnya yang menguraikan tujuan AS mengirim orang ke Bulan.

Gedung Putih mengatakan, tujuan dari "Moonshot" adalah untuk mengurangi separuh angka kematian akibat kanker untuk 25 tahun mendatang, dan diperkirakan dapat menyelamatkan empat juta nyawa.

Perjuangan melawan kanker, penyebab kematian terbesar kedua di AS setelah penyakit jantung, menjadi pukulan telak bagi Biden. Ia kehilangan putranya, Beau, karena kanker otak pada 2015.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.