Sukses

Band Rock Asal Rusia Terancam Dideportasi dari Thailand, Ini Alasannya

Band ini ditangkap karena disebut menyelenggarakan pertunjukan tidak sah saat melakukan tur di Phuket, Thailand.

Liputan6.com, Bangkok - Sebuah band rock asal Rusia-Belarusia yang memegang pandangan anti-perang dan sedang melakukan tur di Thailand terancam dideportasi kembali ke Rusia, kata para aktivis.

Dilansir BBC, Rabu (31/1/2024), Human Rights Watch telah mendesak pemerintah Thailand untuk tidak mendeportasi Bi-2, yang telah dikritik oleh Moskow, dengan mengatakan ketujuh anggotanya menghadapi penganiayaan.

Band ini ditangkap karena disebut menyelenggarakan pertunjukan tidak sah saat melakukan tur di Phuket, sebuah pulau resor yang menampung ratusan ribu turis Rusia. Mereka ditahan di Bangkok.

Namun pihak berwenang Thailand belum mengomentari kasus ini secara terbuka atau menanggapi pertanyaan BBC.

Sebuah pernyataan di halaman Facebook resmi band tersebut mengatakan mereka menghadapi ancaman deportasi setelah dinyatakan bersalah pada tanggal 26 Januari karena menyelenggarakan konser tanpa izin yang benar. Dikatakan mereka telah membayar denda atas pelanggaran tersebut.

Namun beberapa pendukung mereka menanggapi postingan tersebut, dan menuduh band tersebut menjadi sasaran dan mengatakan, "Pihak berwenang Rusia menemukan alasan untuk menahan mereka."

Dalam sebuah pernyataan resmi band tersebut mereka mengatakan, "tekanan dari luar memainkan peran penting dalam penahanan kami. Kami tahu bahwa alasan tekanan ini adalah [pembalasan] atas kreativitas kami, pandangan kami, posisi kami."

Band ini juga menyebut bahwa mereka tidak memahami proses hukum di kepolisian dan pengadilan Thailand, karena tidak diberikan layanan penerjemah yang memadai.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ancaman Deportasi

Dari ketujuh anggota band tersebut, ada yang berkewarganegaraan ganda Australia dan Israel, sehingga bisa saja dideportasi ke negara tersebut. Namun para aktivis memperingatkan bahwa setidaknya dua anggota yang hanya memiliki kewarganegaraan Rusia dapat dikirim kembali ke sana.

Pihak berwenang Rusia belum mengomentari situasi band tersebut dan belum mengatakan sesuatu terkait deportasi mereka.

Namun band ini sebelumnya telah ditandai oleh anggota parlemen Rusia karena "sikap anti-Rusia" mereka.

Pada Mei 2023, Kementerian Kehakiman Rusia band yang beranggotakan Egor Bortnik sebagai "agen asing" karena "menentang" invasi Rusia ke Ukraina dan "membuat pernyataan negatif" tentang Rusia, warga negara, dan otoritasnya.

Band ini telah melakukan tur ke luar Rusia sejak 2022, termasuk tampil di seluruh Eropa tahun lalu.

3 dari 4 halaman

Banyaknya Wisatawan Rusia di Thailand

Thailand, khususnya, tempat liburan di pulau yang diinginkan seperti Phuket telah menerima gelombang besar wisatawan Rusia sejak perang dimulai di Ukraina dua tahun lalu.

Banyak warga Rusia yang meninggalkan negaranya untuk menghindari wajib militer. Berdasarkan perkiraan, hampir setengah juta orang Rusia tiba di Phuket pada paruh pertama tahun 2023.

"Jika pihak berwenang Thailand mengirim mereka [Bi-2] kembali ke Rusia untuk menghadapi bahaya dan penganiayaan, ini akan menjadi kasus pertama di bawah pemerintahan [Perdana Menteri] Sretta," kata peneliti senior Human Rights Watch Sunai Pasuk kepada BBC.

"PM Thailand berjanji bahwa pemerintahannya akan mematuhi prinsip hak asasi manusia, jadi ini adalah ujian yang krusial."

 

4 dari 4 halaman

Posisi Pemerintah Thailand

Ini merupakan kasus pertama pemerintah Thailand yang secara paksa memulangkan warga negara Rusia ke Rusia sejak perang dimulai.

Lebih jauh, ini merupakan pelanggaran terhadap hukum dalam negeri Thailand yang mencegah penyiksaan dan penghilangan paksa, serta kewajiban Thailand berdasarkan hukum internasional terhadap penyiksaan.

Bangkok adalah salah satu negara penandatangan Konvensi PBB menentang penyiksaan, yang berarti Bangkok mempunyai kewajiban untuk tidak memulangkan orang ke tempat di mana mereka menghadapi risiko penganiayaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini