Sukses

PBB: Taliban Batasi Akses Perempuan Lajang atau Tidak Punya Wali

Dalam satu kasus, pejabat dari Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Afghanistan menyarankan seorang perempuan menikah jika dia ingin tetap bekerja di fasilitas layanan kesehatan. Menurut pejabat itu, tidak pantas bagi perempuan yang belum menikah untuk bekerja.

Liputan6.com, Kabul - Taliban membatasi akses perempuan Afghanistan terhadap pekerjaan, perjalanan, dan layanan kesehatan jika mereka belum menikah atau tidak memiliki wali laki-laki. Demikian menurut laporan PBB yang diterbitkan Senin (22/1/2024).

Seperti dilansir AP, Selasa (23/1), dalam satu kasus, pejabat dari Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Afghanistan menyarankan seorang perempuan menikah jika dia ingin tetap bekerja di fasilitas layanan kesehatan. Menurut pejabat itu, tidak pantas bagi perempuan yang belum menikah untuk bekerja.

Taliban telah melarang perempuan memasuki sebagian besar bidang kehidupan publik dan melarang anak perempuan bersekolah setelah kelas enam sebagai bagian dari tindakan keras yang mereka terapkan setelah mengambil alih kekuasaan pada tahun 2021, meskipun pada awalnya mereka menjanjikan pemerintahan yang lebih moderat.

Mereka juga menutup salon kecantikan dan mulai menerapkan aturan berpakaian, menangkapi perempuan yang tidak mematuhi interpretasi mereka terhadap jilbab. Pada Mei 2022, Taliban mengeluarkan dekrit yang menyerukan perempuan hanya memperlihatkan mata mereka dan merekomendasikan mereka mengenakan burqa dari kepala hingga ujung kaki, serupa dengan pembatasan pada pemerintahan Taliban sebelumnya antara tahun 1996 dan 2001.

Dalam laporan triwulanan terbarunya, yang mencakup bulan Oktober hingga Desember 2023, Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) mengatakan Taliban menindak perempuan Afghanistan yang masih lajang atau tidak memiliki wali laki-laki (mahram), yang mendampingi mereka.

Tidak ada undang-undang resmi tentang perwalian laki-laki di Afghanistan, namun Taliban mengatakan perempuan tidak dapat bergerak atau melakukan perjalanan jarak tertentu tanpa laki-laki yang memiliki hubungan darah atau pernikahan dengannya.

Laporan Misi Bantuan PBB di Afghanistan menyebutkan, tiga petugas kesehatan perempuan ditahan pada Oktober lalu karena mereka bekerja tanpa mahram. Mereka dibebaskan setelah keluarga mereka menandatangani jaminan tertulis bahwa mereka tidak akan mengulangi perbuatannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pembatasan Diawasi dengan Ketat

Di Provinsi Paktia, Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan telah melarang perempuan tanpa mahram mengakses fasilitas kesehatan sejak Desember. Mereka mengunjungi fasilitas kesehatan di provinsi tersebut untuk memastikan kepatuhan.

Kementerian tersebut, yang berfungsi sebagai polisi moral Taliban, juga menerapkan persyaratan hijab dan mahram ketika perempuan mengunjungi tempat-tempat umum, kantor, dan lembaga pendidikan melalui pos pemeriksaan dan inspeksi.

Pada Desember 2023, di Provinsi Kandahar, sebut laporan Misi Bantuan PBB, pejabat kementerian mengunjungi terminal bus untuk memastikan perempuan tidak melakukan perjalanan jarak jauh tanpa mahram dan menginstruksikan pengemudi bus untuk tidak mengizinkan perempuan naik tanpa mahram.

Perempuan juga ditangkap karena membeli alat kontrasepsi, yang belum dilarang secara resmi oleh Taliban.

3 dari 3 halaman

Respons Taliban

Juru bicara utama Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan laporan PBB tersebut sebagian besar didasarkan pada kesalahpahaman dan menuduh misi tersebut mengabaikan atau mengkritik hukum Islam.

"Dengan pemerintahan Islam yang berkuasa di Afghanistan, mereka harus sepenuhnya menerapkan semua aspek syariah baik bagi laki-laki maupun perempuan," kata Mujahid.

"Hal itu berarti menegakkan aturan jilbab, perwalian laki-laki, dan pemisahan gender bagi perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan. Jika UNAMA mengkritik kasus-kasus ini atau menganggap keputusan Islam yang eksplisit sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia maka hal tersebut merupakan penghinaan terhadap keyakinan suatu masyarakat."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini