Sukses

Desainer Australia Ungkap Peran Suku Asli dalam Membentuk Identitas Fashion Negeri Kanguru

Kedubes Australia untuk Indonesia menggelar acara "Creative Talk: Celebrating Communities, Sustaining Creativity" di LaSalle College Jakarta pada Jumat (27/10/2023) yang membahas perspektif keberlanjutan dan industri fashion serta pentingnya memberdayakan masyarakat lokal dalam lanskap kreatif.

Liputan6.com, Jakarta - Kedubes Australia untuk Indonesia sukses menggelar acara bertajuk "Creative Talk: Celebrating Communities, Sustaining Creativity" di LaSalle College Jakarta pada Jumat (27/10/2023).

Acara ini berfokus pada topik perspektif keberlanjutan dan industri fashion serta pentingnya memberdayakan masyarakat lokal dalam lanskap kreatif.

Sejumlah narasumber dihadirkan termasuk Peter Naughton (Desainer dan Direktur Program Kin Fashion atau Kinaway Aboriginal Chambers of Commerce), dan Thelma Austin (Desainer dan pendiri Blak Queens yakni merek fesyen asal Australia). 

Acara bincang-bincang ini turut diramaikan oleh berbagai fashion enthusiast atau penggemar fesyen.

Salah satu narasumber, Peter menekankan untuk membangun kembali citra budaya asli masyarakat dalam industri fesyen. Ia berbicara tentang peran signifikan yang dimainkannya dalam mendukung komunitas First Nations Australia melalui industri fesyen.

"Tujuan saya adalah untuk mendobrak hambatan bagi First Nations, masyarakat, seniman, dan orang-orang yang bangga dengan budaya mereka," ungkap Peter.

Ia memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di dunia fashion global, memulai karirnya pada tahun 90an dan bekerja dengan merek busana terkenal dunia. Namun, pada suatu titik, ia merasa terdorong untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dan membawa perubahan positif.

"Saya merasakan rasa tanggung jawab untuk mengubah sistem dan menghasilkan kebaikan seperti membuat hasil yang lebih baik dalam hal ekonomi,” katanya.

Meskipun bukan keturunan dari suku First Nations atau bangsa pertama Australia atau suku asli Australia, Peter sangat berkomitmen untuk menghormati kebudayaan dari masyarakat tersebut.

"Saya mendengarkan dan belajar dan saya menghormati pengetahuan dan kebijaksanaan mendalam yang ada pada generasi orang-orang pertama kita. Tapi saya juga orang Australia. Jadi saya melihat masa depan adalah dengan memadukan komunitas-komunitas ini," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

First Nations Semakin Terwakili dan Dihormati dalam Industri Fesyen

Peran kreativitas dalam membentuk citra industri fesyen Australia turut menjadi sorotan dalam bahasan yang disampaikan Peter, terutama dalam konteks keragaman budaya dan First Nations

Menurutnya, perubahan positif terjadi dalam lima tahun terakhir, di mana fesyen First Nations semakin terwakili dan dihormati dalam industri fesyen.

"Ini hanya terjadi dalam lima tahun terakhir, dan sepertinya ada bukti bakat luar biasa dari generasi ke generasi," tuturnya.

Selanjutnya ia menambahkan, "Jadi harapan saya adalah masa depan identitas Australia akan kembali ke masyarakat pertama kita," jelas Peter.

Dengan komitmennya untuk membangun kembali citra budaya asli dalam industri fesyen, Peter berharap masyarakat internasional akan melihat Australia sebagai pusat kreativitas yang autentik dan penuh bakat dari komunitas First Nations ini.

3 dari 4 halaman

Ada Cerita Trauma di Balik Karya Seni Indah

Sementara itu, Thelma Austin, seorang perempuan Gunditjmara dan pendiri Blak Queens, berbagi kisah inspiratif miliknya tentang bagaimana trauma pribadi dapat ia ubah menjadi karya seni yang indah.

Ia menciptakan merek yang tidak hanya memadukan budaya First Nations Australia tetapi juga menjadi sarana penyembuhan traumanya.

Dalam menjawab pertanyaan tentang Blak Queens, Thelma menjelaskan bahwa mereknya lahir dari dorongan untuk mewakili ratu kulit hitam dan memberikan penghormatan. 

"Saya masuk ke sana (industri fesyen) dengan sedikit lensa trauma. Jadi melihat trauma saya, saya membuat desain yang sesuai dengan hal itu sehingga sedikit bersifat politis," ungkap Thelma.

Ia kemudian menceritakan kondisi sulitnya bertahun silam.

"Saya berbicara tentang kematian orang Aborigin di dalam tahanan, karena adik laki-laki saya meninggal dunia di dalam tahanan. Ketika saya sedang mengandung putri saya," tuturnya.

4 dari 4 halaman

Desain Thelma Berfokus pada Keindahan dan Kekuatan Wanita

Kini, Thelma merancang desain yang berfokus pada keindahan dan kekuatan wanita. 

"Saya tidak ingin ini menjadi lebih banyak trauma bagi orang-orang. Saya ingin itu menjadi indah, dan mewakili semua kekuatan wanita. Anda tahu ketahanan wanita. Mereka memberi kita kehidupan. Mereka mengasuh, cinta dan sejenisnya," jelasnya.

Karya kreatif Thelma terwujud melalui penyembuhan diri atas masa lalu.

"Saya harap ini dapat membantu penyembuhan orang lain," tambahnya.

Sebagai perempuan Gunditjmara, Thelma mengungkapkan bahwa pengalaman masa lalunya turut berperan dalam perancangan desain dan karyanya.

"Saya sedang mengerjakan desain khusus saat ini. Dan ini tentang sarung tangan dingin yang diajarkan ayahku tentang sarung tangan, dan itu adalah sisa-sisa seperti bahan sisa," tandas Thelma.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.