Sukses

Hujan Meteor Perseid, Ini Zat yang Terkandung di Setiap Batu Meteor

Warga Bumi akan kembali disuguhkan dengan fenomena alam yaitu hujan meteor Perseid yang diprediksi akan terjadi pada 12 Agustus dan 13 Agustus 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Warga Bumi akan kembali disuguhkan dengan fenomena alam yaitu hujan meteor Perseid yang diprediksi akan terjadi pada 12 Agustus dan 13 Agustus 2023.

Indonesia termasuk di antara negara yang bisa menyaksikan momen hujan meteor tersebut, setelah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengonfirmasi hal tersebut.

Kepada Kanal Tekno Liputan6.com, Jumat (11/8/2023) peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang juga profesor di bidang astronomi Thomas Djamaluddin mengungkapkan waktu terbaik untuk mengamati fenomena hujan meteor Perseid ini.

"Ya, bisa diamati di seluruh wilayah Indonesia. Waktu pengamatan Sabtu malam Minggu," kata Thomas dalam pesan yang diterima Tekno Liputan6.com, Jumat (11/8/2023).

Thomas mengatakan, waktu terbaik untuk mengamati hujan meteor Perseid adalah Sabtu malam Minggu mulai pukul 01.30 - 05.00.

Banyak pula yang penasaran. Sebenarnya, meteor ini terdiri dari kandungan apa saja?

Dikutip dari laman NASA.gov, meteor secara tradisional dibagi menjadi tiga kategori besar.

  • Meteorit berbatu adalah batuan, terutama terdiri dari mineral silikat.
  • Meteorit besi yang sebagian besar terdiri dari logam besi-nikel.
  • Meteorit berbatu-besi yang mengandung material logam dan batuan dalam jumlah besar.

Skema klasifikasi modern membagi meteorit menjadi beberapa kelompok sesuai dengan struktur, komposisi kimia dan isotop serta mineraloginya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

5 Cara Terbaik Menyaksikan Hujan Meteor

1. Ketahui Kapan Puncaknya

Hujan meteor umumnya terjadi selama beberapa hari karena Bumi bertemu dengan aliran besar partikel es di ruang angkasa. Partikel-partikel ini adalah puing-puing yang ditinggalkan oleh komet.

Puncaknya adalah titik waktu ketika Bumi diperkirakan akan bertemu dengan partikel komet dalam jumlah terbesar. Untuk mengetahui tanggal puncak hujan meteor, cobalah panduan meteor EarthSky.

2. Pahami Dimana Lokasinya

Anda membutuhkan tempat gelap untuk mengamati hujan meteor. Bisa jadi pedesaan adalah lokasi yang tepat untuk melihat hujan meteor.

3. Perhatikan Durasi Selama Satu Jam atau Lebih

Hujan meteor akan lebih baik jika Anda membiarkan mata Anda beradaptasi dengan kegelapan. Itu bisa memakan waktu selama 20 menit.

Ditambah lagi, meteor cenderung datang secara semburan, diikuti dengan jeda. Jadi bersabarlah! Anda akan melihat beberapa hujan meteor.

4. Bawalah Selimut

Tips lain yang tak kalah penting adalah bawa selimut, ajak teman, bawa minuman panas, dan kursi taman.

Kursi taman yang dapat direbahkan dan membantu Anda berbaring dengan nyaman selama satu jam atau lebih untuk menonton meteor.

5. Pilih Lokasi Alam

Bersantai dan menikmati langit malam. Jadi perlu juga tempat indah dan suasana yang mendukung agar bisa menyaksikan hujan meteor ini.

Pilihan lokasi alam sangat tepat jika harus menyaksikan hujan meteor.

 

3 dari 3 halaman

Penyebab Hujan Meteor

Hujan meteor Perseid berasal dari awan puing yang tertinggal di tata surya bagian dalam, dari komet 109P/Swift-Tuttle, yang dikenal sebagai Komet Swift-Tuttle.

Kumpulan debu, es, batu, dan bahan organik gelap sepanjang 16 mil atau 26 kilometer, komet ini mengorbit Matahari dengan kecepatan 93.600 mil per jam.

Meski bergerak dengan kecepatan 60 kali lebih besar dari kecepatan tertinggi jet tempur di Bumi, Komet Swift-Tuttle membutuhkan waktu 133 tahun untuk mengorbit Matahari sepenuhnya.

Ketika komet mendekati Matahari, radiasi dari Matahari memanaskannya dan membuat es padat menjadi gas, atau menyublim. Ketika gas ini keluar dari komet, ia menerbangkan pecahan es, debu dan batu.

Selanjutnya sisa-sisa tersebut tertinggal di sekitar Matahari sebagai awan puing berpasir, menciptakan material komet di sekitar Bumi.

Ketika Bumi sedang mengelilingi Matahari, setiap musim panas antara Juli dan Agustus, Bumi melewati aliran puing-puing tersebut. Saat itulah, pecahan es dan debu memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan hingga 130.000 mil perjam.

Puing-puing itu menyebabkan udara terkompresi dan memanas. Akibatnya, pada ketinggian antara 70-100 km di atas Bumi, pecahan batu dan es yang lebih besar meledak sebagai bola api terang.

Fragmen puing yang lebih kecil bisa masuk lebih jauh ke atmosfer Bumi saat diuapkan, dan meninggalkan garis cahaya yang lebih panjang di belakangnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.