Sukses

Singapura Punya Patung Terpanjang di Dunia untuk Dukung Isu Konservasi Satwa Liar, 60 Binatang Sepanjang 192 Meter

Gardens by the Bay di Singapura pajang patung terpanjang di dunia, sebuah upaya seniman untuk dukung isu konservasi satwa liar. Butuh tiga menit untuk berjalan menyusuri patung 60 hewan terancam punah itu dari awal hingga akhir.

Liputan6.com, Singapura - Patung terpanjang di dunia saat ini dimiliki oleh Gardens by the Bay di Singapura.

Bukan sembarang patung, pemandangan unik ini memiliki pesan tersirat.

Melansir CNA, Selasa (22/5/2023), patung ini juga berfungsi sebagai panggilan bagi pengunjung untuk mengambil peran dalam upaya menyelamatkan satwa liar.

Karya seni bernama Love the Last March, menampilkan 60 hewan terancam punah yang terbuat dari perunggu.

Rangkaian patung hewan ini membentang sepanjang 192 meter. 10 meter lebih tinggi dari ketinggian patung tertinggi di dunia, yaitu the Statue of Unity atau Patung Persatuan di India.

Karya seni spektakuler berjudul Love the Last March karya seniman Marc dan Gillie Schattner ini menampilkan hewan darat dan laut. Spesies regional seperti orangutan dan gajah juga muncul.

"Kami ingin benar-benar dapat menunjukkan kepada dunia betapa pentingnya pesan ini," kata Gillie Schattner.

"Kami berpikir, mari buat yang terbesar di dunia," ucap Schattner. "Jika kita menjadikannya yang terbesar di dunia, ini akan diperhatikan."

Kedua seniman tersebut bekerja keras membuat patung terpanjang agar mendapat perhatian dunia sehingga tujuan mereka pun dapat tercapai.

"Kita akan dapat membantu hewan-hewan yang sangat membutuhkan pertolongan itu," ucapnya.

Menurut mereka, membawa karya mereka ke tengah-tengah kota di Singapura dapat menciptakan koneksi antara masyarakat dan satwa liar yang tidak akan mereka temui sehari-hari.

"Merupakan sebuah cara mengembalikan secara fisik. Meskipun hanya dalam bentuk patung, membawa kembali hewan-hewan itu ke lingkungan perkotaan, dan orang-orang ingin melihatnya,” tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengunjung Bisa Berdonasi untuk Beri Dukungan

Memakan waktu sekitar tiga menit berjalan kaki untuk menyusuri patung itu dari awal hingga akhir.

Setiap patung memiliki kode QR yang mengarahkan para pengunjung ke halaman yang memuat informasi lengkap tentang pola makan hewan, perilaku, dan mengapa spesies ini terancam punah.

Tak hanya menjadi pajangan, pengunjung juga bisa memberikan donasi.

“Dana ini akan memberikan kontribusi yang luar biasa bagi upaya konservasi World Wildlife Fund (WWF) Singapura di kawasan ini dan juga secara global,” kata direktur konservasi dan sains WWF Singapura Elizabeth Clarke.

Ia menekankan pentingnya mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. “Kita sedang menghadapi krisis kepunahan,” ucapnya.

Clarke menjelaskan bahwa sudah sejak tahun 1970-an, penelitian mereka menunjukkan bahwa sebanyak 69 persen populasi satwa liar global dan satwa liar seperti spesies telah hilang.

"Padahal hewan-hewan itulah yang sangat penting untuk menopang banyak layanan ekosistem dan kesehatan planet kita," jelasnya.

Patung itu akan tetap berada di Gardens by the Bay hingga 18 Mei tahun depan.

3 dari 4 halaman

Seniman Asal Torres Australia Suarakan Isu Konservasi Laut: Pakai Pukat Ikan dan Kabel Bekas untuk Karya Seni

Dua seniman asal Australia juga coba untuk bawakan isu lingkungan dalam karya seninya. 

Membawakan tema konservasi laut, dua seniman Australia pamerkan karyanya yang terbuat dari ghost net atau jaring ikan yang ditenun dengan tangan oleh kelompok seniman dari Selat Torres, Erub Arts.

Jimmy John Thaiday dan Lavinia Ketchell, dengan judul karya Ghost Nets: Awakening the Drifting Giants, memilih menggunakan pukat ikan karena benda tersebut merupakan salah satu limbah laut yang cukup banyak jumlahnya dan besar dampaknya bagi biota laut.

Ini merupakan upaya dan kontribusi mereka sebagai seniman untuk mengatasi pencemaran lingkungan, yang merupakan permasalahan besar di hari ini. 

“Membagikan pesan bahwa penting untuk mendaur ulang limbah yang kita temui di lautan,” ucap Lavinia.

Inspirasi dalam pembuatan karya seni ini mereka dapatkan dari kondisi lautan yang mereka saksikan sendiri. Selain itu, juga dari gaya hidup penduduk lokal.

Teknik yang dipakai dalam membuat karya tersebut berhubungan dengan tradisi penduduk lokal yang gemar menganyam. 

Baca selengkapnya di sini...

4 dari 4 halaman

7 Potret Lukisan Raksasa Ramah Lingkungan Karya Seniman Swiss Ini Menakjubkan

Sementara itu seniman ini membuat karya seni ramah lingkungan. Salah satu upayanya untuk mengatasi permasalahan lingkungan.

Melukis di atas kanvas sudah biasa, namun seni lukis tak bisa terbatas oleh ruang dan waktu. Berbagai media lukis hingga tinta untuk melukis membuat beberapa karya seni lukis punya keunikan yang luar biasa. Seperti salah satunya karya seniman asal Swiss yang gemar melukis tanah lapang yang luas.

Ialah Saype, pria asal Swiss ini sukses menjadi terkenal berkat lukisan dinding besar ramah lingkungan di seluruh dunia. Jika banyak orang menggunakan cat kimia sebagai media lukis. Tidak dengan Saype yang memilih tinta ramah lingkungan untuk melukis punggung gunung, lapangan sepakbola, hingga pantai. 

Saype menjadi seniman lukisan raksasa secara otodidak. Kini ia sekarang dikenal karena lukisannya di atas rumput, dibuat dengan cat ramah lingkungan. Prestasinya yang gemilang membuatnya disebut oleh majalah terkenal Forbes sebagai salah satu dari tiga puluh kepribadian paling berpengaruh di bawah usia tiga puluh tahun di dunia, di bidang seni dan Budaya.

Baca selengkapnya di sini...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini