Sukses

PBB Kutuk Taliban atas Larangan Perempuan Afghanistan Bekerja di PBB, Menghambat Distribusi Bantuan

Para perempuan Afghanistan dilarang bekerja di organisasi non-pemerintah nasional dan internasional, mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan.

Liputan6.com, Kabul - Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk keputusan Taliban untuk melarang staf perempuan Afghanistan bekerja di PBB.

Terlepas dari janji awal pemerintahan yang lebih moderat daripada selama masa kekuasaan sebelumnya, Taliban telah memberlakukan tindakan keras sejak mengambil alih negara itu pada 2021 ketika pasukan Amerika Serikat (AS) dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) menarik diri dari Afghanistan setelah perang selama dua dekade.

Anak perempuan dilarang mengenyam pendidikan di atas kelas enam. Perempuan dilarang bekerja, belajar, bepergian tanpa pendamping pria, dan bahkan pergi ke taman. Perempuan juga harus menutup diri dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Para perempuan Afghanistan sudah dilarang bekerja di organisasi non-pemerintah nasional dan internasional, mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan. Namun, larangan tersebut sebelumnya tidak mencakup bekerja untuk PBB, dilansir dari NBC News, Kamis (6/4/2023).

Pada Selasa, 4 Maret 2023, misi PBB di Afghanistan menyatakan keprihatinannya setelah staf perempuannya dicegah melapor untuk bekerja di provinsi Nangarhar timur. Stephane Dujarric selaku juru bicara PBB mengatakan para pejabat badan itu diberitahu bahwa larangan itu berlaku di seluruh negeri.

Juru bicara Taliban tidak segera tersedia untuk dimintai komentar, dan pihak berwenang belum mengeluarkan pernyataan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres turut mengutuk keras larangan staf perempuan untuk bekerja di Nangarhar.

Pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia di Afghanistan, Richard Bennett, mengatakan larangan terbaru terhadap perempuan adalah "pelanggaran berat lainnya" terhadap hak-hak dasar mereka. Bennet mengatakan itu bertentangan dengan piagam badan tersebut dan mendesak Taliban untuk segera membatalkan keputusan mereka.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Ada 3.300 Warga Afghanistan yang Kini Bekerja di PBB

Saat ini, PBB memiliki sekitar 3.900 staf di Afghanistan. Angka itu termasuk sekitar 3.300 warga Afghanistan dan 600 personel internasional, kata Bennet.

Totalnya juga termasuk 600 perempuan Afghanistan dan 200 perempuan dari negara lain.

Misi politik PBB di Afghanistan, United Nations Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA), dipimpin oleh seorang perempuan bernama Roza Otunbayeva, mantan presiden dan menteri luar negeri Republik Kyrgyzstan.

Otunbayeva diangkat oleh sekretaris jenderal berkoordinasi dengan Dewan Keamanan PBB.

Dujarric juga mengatakan tidak ada tindakan Taliban terkait kepemimpinan senior PBB.

Pembatasan Taliban di Afghanistan telah mengundang kecaman keras internasional, terutama larangan pendidikan dan pekerjaan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Namun, Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda mundur, mengklaim larangan tersebut adalah penangguhan sementara yang diduga karena perempuan tidak mengenakan jilbab Islami atau hijab dengan benar, serta karena aturan pemisahan gender tidak diikuti dengan baik.

3 dari 5 halaman

Perempuan Afghanistan Dilarang Terlibat dalam Aktivitas LSM, Perwakilan PBB Temui Taliban

Tidak hanya mengutuk Taliban akan keputusannya itu, penjabat kepala misi PBB untuk Afghanistan pernah melakukan pertemuan dengan pihak Taliban pada Desember 2022.

Perwakilan PBB itu mengatakan kepada penjabat menteri ekonomi pemerintahan Taliban untuk membatalkan keputusan melarang perempuan bekerja di LSM selama pertemuan.

"Jutaan warga Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan dan menghilangkan hambatan sangat penting," kata pihak UNAMA dalam pernyataan, seperti dikutip dari NST.com.my, Selasa (27/12/2022).

Ia menambahkan bahwa penjabat kepala UNAMA dan Ramiz Alakbarov selaku koordinator kemanusiaan telah bertemu dengan menteri ekonomi Mohammad Hanif.

Kementerian Hanif pada Sabtu, 24 Desember 2022 juga memerintahkan semua organisasi non-pemerintah lokal dan asing untuk tidak membiarkan staf perempuan bekerja sampai pemberitahuan lebih lanjut. Perintah tersebut tidak berlaku langsung untuk PBB, tetapi banyak dari programnya dilaksanakan oleh LSM yang berkaitan pada perintah tersebut.

Beberapa kelompok bantuan asing mengumumkan bahwa mereka menangguhkan operasional di Afghanistan setelah Taliban memerintahkan semua LSM untuk menghentikan staf perempuan bekerja. Pengumuman mereka memicu peringatan dari pejabat internasional dan dari LSM bahwa bantuan kemanusiaan akan sangat menderita atas kebijakan Taliban.

 

Baca selebihnya di sini...

4 dari 5 halaman

Dewan Keamanan PBB Khawatirkan Sikap Taliban Terhadap Kaum Perempuan di Afghanistan

Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara juga pernah mengungkapkan rasa khawatirnya dengan semakin parahnya pembatasan bagi pendidikan perempuan di Afghanistan pada Selasa, 27 Desember 2022.

"Partisipasi perempuan dan anak perempuan yang sepenuhnya, setara, dan penuh arti di Afghanistan yang menunjukkan peningkatan erosi untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental," seru mereka seperti dilansir dari CNN, Kamis (29/12/2022).

Pembatasan baru menandai langkah lain dalam tindakan brutal Taliban terhadap kebebasan perempuan Afghanistan menyusul pengambilalihan negara dari tangan Ashraf Ghani Ahmadzai pada 15 Agustus 2021 silam.

Taliban sendiri sudah berulang kali mengklaim akan melindungi hak-hak anak perempuan dan perempuan. Kelompok tersebut bahkan melakukan sebaliknya yang di mana mereka merampas kebebasan yang diperoleh dengan susah payah dan penuh perjuangan dari kaum perempuan tanpa lelah selama dua dekade terakhir.

Baca selebihnya di sini...

5 dari 5 halaman

Pakar PBB: Tindakan Taliban Kekang Perempuan adalah Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Sekelompok pakar independen di PBB turut memberikan tanggapannya terhadap aksi Taliban. Mereka memperingatkan bahwa tindakan Taliban membatasi hak dan kebebasan perempuan di Afghanistan bisa sama dengan "kejahatan terhadap kemanusiaan."

Dalam pernyataan pada Jumat 25 November 2022, para pakar menuntut tindakan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan "harus diselidiki sebagai penganiayaan berbasis gender" berdasar hukum internasional, dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (27/11/2022).

Juru bicara pemerintah Taliban Zabihullah Mujahid di Twitter segera membantah tuduhan itu dan menilainya sebagai "tidak menghormati agama Islam yang sacral dan melawan hukum internasional."

Sejak kembali berkuasa pada Agustus 2021, Taliban mewajibkan perempuan menutup wajah di depan umum dan tidak melakukan perjalanan jauh tanpa muhrim. Mereka memerintahkan banyak perempuan anggota staf pemerintah untuk tinggal di rumah. Gadis remaja dilarang bersekolah selepas kelas enam di sebagian besar Afghanistan. Bulan ini Taliban melarang perempuan datang ke taman, taman hiburan, gimnasium, dan kolam renang umum di seluruh negeri.

Para pakar tidak berbicara atas nama PBB, tetapi diamanatkan untuk melaporkan temuan mereka kepada PBB.

Baca selebihnya di sini...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.