Sukses

Rusia Tangkap Aktivis Anti Perang Darya Trepova atas Tuduhan Terlibat Ledakan Bom St. Petersburg

Penangkapan Darya Trepova yang diduga terlibat dalam ledakan bom di sebuah kafe di St. Petersburg pada Minggu (2/4/2023), diumumkan oleh Komite Investigasi Rusia via Telegram.

Liputan6.com, Moskow - Pihak berwenang Rusia telah menahan seorang pengunjuk rasa anti-perang berusia 26 tahun bernama Darya Trepova, yang diduga terlibat dalam ledakan bom di sebuah kafe di St. Petersburg pada Minggu (2/4/2023). Insiden itu menewaskan blogger militer terkenal Vladlen Tatarsky.

Tatarsky, seorang blogger hawkish yang mendapatkan popularitas berkat komentar-komentarnya atas invasi Rusia ke Ukraina, tengah hadir sebagai tamu dalam acara yang digelar kelompok pro-perang bernama Cyber Front Z di kafe tersebut.

Seperti dilansir CNN, Selasa (4/4),Kementerian Dalam Negeri Rusia sebelumnya menambahkan Darya ke daftar orang yang dicari pasca ledakan. Penangkapan Darya diumumkan oleh Komite Investigasi Rusia via Telegram tidak lama setelah itu.

Menurut laporan kantor berita Rusia, TASS, petugas penegak hukum melakukan penggeledahan di kediaman Darya di St. Petersburg pada Minggu malam, di mana saudara perempuan dan ibunya juga diinterogasi. Suami Darya, Dmitry Rylov, adalah anggota Partai Libertarian Rusia.

Partai Libertarian dalam pernyataannya pada Senin (3/4) mengonfirmasi, "Darya tidak pernah menjadi anggota partai kami. Menurut catatan kami, dia juga tidak pernah menjadi pendukung.

TASS menyebutkan bahwa Darya-lah yang menyerahkan patung berisi bahan peledak kepada Tatarsky di kafe tersebut. Darya sendiri sempat ditangkap pada hari-hari awal konflik Ukraina karena berdemonstrasi menentang invasi Rusia.

"Darya berpartisipasi dalam unjuk rasa tanpa izin pada hari dimulainya operasi militer khusus di Ukraina dan dikenai penangkapan administratif," tulis TASS, menambahkan catatan pengadilan mengonfirmasi bahwa Darya ditangkap pada 9 Maret 2022 dan dijatuhi hukuman 10 hari penjara.

 

Yevgeny Prigozhin, kepala kelompok tentara bayaran Wagner yang telah mengambil peran penting dalam invasi Rusia ke Ukraina, tidak menyangkap bahwa kafe yang menjadi lokasi ledakan bom adalah miliknya.

"Memang kafe itu saya berikan untuk gerakan patriotik Cyber Front Z dan mereka mengadakan berbagai seminar di sana," ujar Prigozhin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rusia Tuding Ukraina Sebagai Dalang Ledakan Bom

Sementara itu, Komite Anti Terorisme Nasional Rusia (NAC) pada Senin mengklaim bahwa ledakan bom di St. Petersburg melibatkan agen dari dinas khusus Ukraina dan pemimpin oposisi Alexey Navalny yang dipenjara.

Komite Investigasi Rusia kemudian menyebutkan bahwa perencanaan dan pengorganisasian ledakan bom dilakukan dari wilayah Ukraina, mengklasifikasi ulang kasus kriminal tersebut sebagai tindakan teroris.

Ivan Zhdanov, rekan lama Navalny, mengatakan tuduhan bahwa yayasan antikorupsi-nya terlibat adalah upaya untuk memperpanjang hukuman penjara Navalny.

"Ini adalah situasi yang agak bodoh... Jelas, kami tidak terlibat dalam hal ini," tegas Zhdanov.

Seorang politikus senior dari Partai Rusia Bersatu mengatakan pada Senin, pembunuhan Tatarsky menunjukkan bahwa tindakan tegas harus diambil terhadap oposisi informal di Rusia.

"Ini adalah pengkhianatan. Semua orang yang terkait dengan organisasi semacam itu, harus dituntut sebagai pengkhianat. Merupakan suatu kehormatan untuk menahan para pemimpin organisasi ini di mana pun mereka berada," kata anggota parlemen Andrei Isaev.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov sementara itu mengulangi klaim bahwa Ukraina mungkin berada di balik pembunuhan Tatarsky, menggambarkan pembunuhannya sebagai serangan teroris.

3 dari 3 halaman

Suami Darya Mengaku Istrinya Dijebak

Kepada media independen Rusia The Insider, suami Darya mengungkapkan keyakinan bahwa istrinya dijebak.

Pejabat Amerika Serikat dan Ukraina di masa lalu memperingatkan bahwa Rusia telah merencanakan apa yang disebut sebagai "operasi bendera palsu" (false flag operation) di dalam wilayahnya sendiri sebagai dalih untuk eskalasi militer, termasuk klaim Rusia menjelang invasi skala penuh tahun lalu bahwa Ukraina mengirim "penyabot" ke perbatasan Rusia.

"Dia benar-benar diatur dan dimanfaatkan," kata Rylov. "Selama hari terakhir saya menghubunginya, tetapi saya kehilangan kontak sekitar 4-5 jam yang lalu."

"Yang saya tahu adalah Darya harus, entah untuk tugas atau karena suatu alasan, untuk memberikan semacam hadiah, saya bahkan tidak tahu apa... Ada satu hal yang sangat penting yang dia katakan kepada saya beberapa kali: dia yakin benda ini akan memungkinkan akses ke seseorang. Artinya, itu bukan sesuatu yang seharusnya meledak. Darya, pada prinsipnya, bukanlah tipe orang yang bisa membunuh siapapun."

Sebelumnya, media pemerintah Rusia Ria Novosti mengutip salah satu saksi ledakan bom yang mengatakan, "Wanita ini duduk di meja kami. Setelah dia menghadiahkan patung itu, dia pergi untuk duduk di tempat lain di dekat jendela dan melupakan teleponnya di meja kami."

Saksi menambahkan, "Pembawa acara di panggung mengambil patung dari kotak dan memamerkannya, Tatarsky memegangnya sebentar. Mereka memasukkannya kembali (ke kotak) dan tak lama setelahnya ledakan terjadi… Saya berlari dan telinga saya tersumbat. Ada banyak orang berlumuran darah."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.