Sukses

Orang Muda atau Lansia, Mana yang Harusnya Diprioritaskan Dapat Vaksin COVID-19?

Antara orang muda dan lansia, mana kelompok yang seharusnya diprioritaskan dalam penerimaan vaksin COVID-19?

Liputan6.com, Jakarta - Vaksin COVID-19 sudah di depan mata. Tetapi jika persediaan pada awalnya terbatas, pembuat keputusan harus membuat pilihan sulit tentang siapa yang harus mendapatkan vaksin COVID-19 terlebih dahulu.

Salah satu pendekatannya adalah memprioritaskan kelompok yang paling rentan terhadap hasil yang serius seperti rawat inap dan kematian, seperti orang lanjut usia. Pendekatan lain adalah memprioritaskan kelompok yang paling bertanggung jawab untuk menyebarkan infeksi, seperti dilansir Channel News Asia, Jumat (11/12/2020). 

Pertanyaannya adalah pendekatan mana yang paling berhasil dalam populasi tertentu. Menurut pengalaman selama 30 tahun dalam pemodelan populasi, termasuk wabah SARS 2003-04 dan pandemi H1N1 2009. 

Menurut pengembangan model matematis penularan dan vaksinasi COVID-19 di Ontario, yang diterbitkan sebagai pracetak (naskah belum diperiksa kesalahannya). Jenis model yang digunakan bukan hanya abstraksi atau teori matematis, melainkan telah divalidasi untuk banyak infeksi pernapasan serupa selama tiga dekade terakhir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kelompok Prioritas

Jika vaksinasi dimulai cukup awal pada tahun 2021, strategi memvaksinasi individu yang berusia 60 tahun ke atas akan mencegah sebagian besar kematian.

Namun yang lebih mengejutkan, peneliti menemukan bahwa jika vaksin tidak tersedia hingga akhir tahun 2021, negara mungkin dapat mencegah lebih banyak kematian dengan terlebih dahulu memvaksinasi kelompok usia yang lebih muda - dewasa usia kerja dan anak-anak - yang memiliki lebih banyak kontak dengan orang lain.

Untuk memahami hasil ini, pertama-tama kita harus menjelaskan bahwa vaksin bekerja dalam dua cara. Pertama, mereka memberikan perlindungan langsung: Orang yang divaksinasi tidak terinfeksi.

Kedua, mereka juga memberikan perlindungan tidak langsung: orang yang divaksinasi tidak menularkan infeksi kepada orang lain. Masih belum tahu apakah vaksin COVID-19 akan mencegah penularan infeksi ke orang lain, tetapi efek pemblokiran penularan seperti itu adalah ciri umum dari sebagian besar vaksin berlisensi.

Jika cukup banyak orang yang divaksinasi, tingkat perlindungan tidak langsung dalam suatu populasi bisa tinggi. Dan perlindungan tidak langsung bisa sangat kuat. Jika bukan karena perlindungan tidak langsung, cacar tidak akan pernah bisa diberantas secara global pada tahun 1977.

Setelah sejumlah individu divaksinasi, imunitas kelompok tercapai. Tetapi ini dicapai melalui cara yang lebih ramah dan lebih lembut daripada membiarkan semua orang terinfeksi, dan virus dengan demikian lenyap dari populasi.

Karenanya, perlindungan tidak langsung dapat memiliki efek yang sangat kuat pada populasi nyata.

Ini bukan hanya prediksi model matematika. Efek ini telah diamati dalam data empiris tentang vaksinasi influenza dari Jepang, di mana vaksinasi pada anak sekolah ditemukan dapat mengurangi kematian pada lansia. 

Demikian pula, beberapa yurisdiksi mempraktikkan kepompong, di mana jika vaksin tidak berhasil pada orang yang rentan karena usia lanjut atau sistem kekebalan yang belum matang, vaksinasi akan dilakukan. 

Pendekatan ini juga direkomendasikan untuk vaksin COVID-19.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.