Sukses

Isu Lingkungan hingga Nuklir Jadi Perhatian Paus Fransiskus di Jepang

Dalam kunjungannya ke Jepang, Paus Fransiskus mengangkat masalah lingkungan yang perlu menjadi perhatian oleh masyarakat dunia.

Liputan6.com, Nagasaki - Paus Fransiskus mengakhiri perjalanan empat harinya ke Jepang pada Selasa (26/11/2019) dengan membawa pesan bagi kaum muda, untuk lebih peduli terhadap masalah lingkungan setelah sebelumnya mengangkat pesan anti-nuklir.

Perlucutan senjata nuklir telah menjadi tema utama perjalanan paus ke Jepang, sebuah negara yang tidak hanya dihantui oleh ingatan akan dua serangan yang mengakhiri Perang Dunia Kedua, tetapi juga diwaspadai oleh program nuklir dan uji coba rudal Korea Utara di dekatnya.

Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (26/11/2019), dia membawa pesan lain, memberi tahu para siswa yang berkumpul di Universitas Sophia, salah satu dari sedikit universitas Katolik di Jepang, bahwa teknologi tidak ada artinya kecuali digunakan untuk menciptakan masyarakat yang lebih manusiawi dan lebih sederhana.

"Untuk semua efisiensi dan ketertiban yang menjadi ciri khas masyarakat Jepang, saya merasakan kerinduan juga, untuk sesuatu yang lebih besar: keinginan mendalam untuk menciptakan masyarakat yang lebih manusiawi, penuh kasih, dan penyayang," katanya dalam acara terakhirnya sebelum kembali ke Roma.

Memperhatikan bahwa budaya Asia dikenal karena kecintaan mereka terhadap alam, ia mendesak mereka untuk memperjuangkan masa depan bumi. Terkait hal tersebut, Paus Fransiskus menggemakan ensiklik utama yang ia keluarkan pada tahun 2015 menjadikan perlindungan lingkungan sebagai keharusan moral.

Kunjungannya kali ini merupakan paus pertama ke Jepang dalam 38 tahun terakhir. Ia juga berupaya mengatasi rasa keterasingan yang tumbuh di Jepang terlepas dari kemakmurannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bullying Juga Jadi Bahasan

Penindasan masih banyak terjadi pada sekolah-sekolah di Jepang, sebagaimana sekelompok anak muda membagikannya pada Paus Fransiskus pada Senin 25 November, dan ada semakin banyak orang yang dikenal sebagai "hikikomori," yang menolak meninggalkan keamanan rumah mereka, kadang-kadang selama bertahun-tahun.

"Semakin banyak kita melihat bahwa seseorang, komunitas atau bahkan seluruh masyarakat dapat sangat berkembang di luar, tetapi memiliki kehidupan batin yang miskin dan kurang berkembang, kurang kehidupan nyata dan vitalitas," katanya dalam sambutannya di Senin di Katedral St Mary di Tokyo.

Angka bunuh diri di Jepang, meski membaik, masih tetap tinggi, dan baru-baru ini terjadi lonjakan bunuh diri remaja yang mengkhawatirkan.

Memerangi "kemiskinan spiritual" ini menjadi panggilan bagi semua orang, kata Paus Fransiskus.

"Itu berarti mengakui bahwa hal yang paling penting bukanlah apa yang saya miliki atau dapat saya peroleh, tetapi dengan siapa saya dapat membagikannya."

Dia juga mendesak Jepang menerima lebih dari segelintir pengungsi yang dilakukannya setiap tahun meskipun populasinya yang semakin menua.

"Saya meminta Anda untuk mengulurkan tangan persahabatan kepada mereka yang datang ke sini, seringkali setelah penderitaan besar, mencari perlindungan di negara Anda," katanya.

Selama empat hari di Jepang, Francis bertemu dengan orang-orang yang selamat dari pemboman atom di Nagasaki dan Hiroshima serta bencana nuklir Fukushima pada 11 Maret 2011, merangkul seorang remaja yang terpaksa meninggalkan rumahnya karena radiasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.