Sukses

Nasib Ekstradisi Bos WikiLeaks Berada di Tangan Inggris

Inggris harus memutuskan permintaan ekstradisi mana yang harus diutamakan terhadap Julian Assange yang didera sejumlah kasus.

Liputan6.com, London - Kasus pemerkosaan yang melibatkan pendiri WikiLeaks, Julian Assange akan dibuka kembali. Demikian menurut pengumuman seorang jaksa penuntut Swedia pada Senin 13 Mei 2019 waktu setempat.

Menurut laporan VOA Indonesia, Rabu (15/5/2019), pembukaan kasus tersebut dilakukan atas permintaan dari pengacara salah seorang yang diduga korban bos WikiLeaks.

Julian Assange dituduh melakukan pemerkosaan oleh dua perempuan setelah konferensi WikiLeaks di Stockholm pada 2011. Ia mencari suaka di kedutaan besar Ekuador di London, mengklaim tuduhan itu adalah bagian dari rencana untuk mengekstradisinya ke Amerika terkait kegiatannya memaparkan sejumlah fakta rahasia.

Jaksa Swedia membatalkan penyelidikan kasus itu pada 2017.

Tetapi bulan lalu Ekuador membatalkan keputusannya menawarkan suaka bagi Assange, dan mengizinkan pihak berwenang Inggris ke kedutaannya di London untuk menangkap bos WikiLeaks itu.

Eva-Maria Persson, Wakil Direktur Penuntut Umum mengatakan, "Setelah meninjau penyelidikan awal, dalam kondisi saat ini, saya menilai masih ada alasan untuk menuduh Julian Assange melakukan pemerkosaan."

Sejauh ini Julian Assange membantah tuduhan pemerkosaan tersebut. Dalam sebuah pernyataan, bos WikiLeaks itu mengatakan pembukaan kembali kasus ini justru akan memungkinkan dia membersihkan namanya.

Bos WikiLeaks itu ditangkap bulan lalu di Kedutaan Besar Ekuador di London, setelah negara Amerika Selatan itu membatalkan keputusan memberi suaka.

Wartawan VOA Henry Ridgwell melaporkan, Assange juga dicari-cari di Amerika atas tuduhan peretasan dan pemerintah Inggris sekarang harus memutuskan permintaan ekstradisi mana yang harus diprioritaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tekanan Ekstradisi

Saat ini Julian Assange tengah menjalani hukuman penjara selama 50 pekan di Inggris, karena melanggar pembebasan dengan jaminan. Setelah hukumannya selesai, Swedia akan meminta ekstradisi.

Amerika juga telah mengeluarkan permintaan ekstradisi untuk Assange atas tuduhan peretasan komputer, terkait dengan pemaparan ribuan komunikasi militer dan diplomatik.

Oleh sebab itulah, Menteri Dalam Negeri Inggris harus memutuskan permintaan ekstradisi mana yang harus diutamakan.

Anthony Hanretty, Pengacara Ekstradisi mengatakan, "Apakah itu meretas komputer atau hanya membagikan informasi ataukah tuduhan-tuduhan di Swedia yang dianggap paling parah. Jadi secara politis akan bergantung pada yang mana yang dianggap paling tepat oleh menteri dalam negeri."

Sementara itu, Julian Assange telah mengindikasikan akan menentang ekstradisi apa pun ke Amerika.

"Tidak diragukan lagi ia takut akan ditahan di sel isolasi dalam kondisi yang akan dikatakan melanggar hak asasi manusianya. Ada juga kekhawatiran kalau ia dikirim ke AS, mereka akan menambah tuduhan kepadanya begitu berda d isana. Juga tergantung bagaimana AS mengemas tuduhan terhadapnya. Mereka harus menunjukkan apa yang dituduhkan kepadanya di AS bisa dianggap sebagai pelanggaran di Inggris," tambah Hanretty.

Berdasarkan hukum Swedia, batas gugatan hukum untuk kasus perkosaan itu berakhir pada Agustus tahun depan. Sehingga para pakar hukum mengatakan ada tekanan terhadap Inggris dan Swedia untuk mempercepat proses ekstradisi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.