Sukses

Bangladesh Tak Lagi Sanggup Tampung Pengungsi Rohingya

Menteri Luar Negeri Bangladesh mengatakan bahwa negaranya tidak lagi sanggup menampung pengungsi dari Rohingya.

Liputan6.com, Dhaka - Menteri Luar Negeri Bangladesh, Shahidul Haque mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB pada Kamis, 28 Februari 2019, bahwa negaranya tidak bisa lagi menampung pengungsi dari Myanmar.

Sebagaimana diketahui bahwa sekitar 700.000 pengungsi Rohingya telah masuk ke Bangladesh dari Myanmar sejak 18 bulan lalu, dikutip dari VOA Indonesia pada Jumat (1/3/2019).

Di tengah situasi kewalahan mengatasi pengungsi yang masif, Shahidul Haque menuduh Myanmar memberi janji kosong terkait kepulangan pengungsi. Tidak hanya itu, ia mengatakan bahwa Myanmar telah melakukan tindakan yang merintangi perundingan berkaitan dnegan kepulangan pengungsi Rohingya ke negara bagian Rakhine.

Sementara itu, dari sudut pandang pengungsi sendiri tidak ada seorang pun dari mereka yang dengan sukarela mau pulang. Hal itu mengingat tidak adanya suasana kondusif di sana.

Sebelumnya, Myanmar mengatakan sudah siap menerima kepulangan Muslim Rohingya sejak bulan Januari. Meskipun demikian, PBB mengatakan kondisi dalam negeri Myanmar masih belum tepat bagi mereka untuk pulang.

Muslim Rohingya sendiri mengatakan mereka ingin ada jaminan keamanan dan diakui sebagai warganegara sebelum mereka pulang.

Saat ini, sejumlah anggota PBB telah menyayangkan sikap Myanmar yang dianggap tidak memberikan jalan efektif.

 

Simak pula video pilihan tersebut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bangladesh Desak Myanmar Berikan Kewarganegaraan untuk Rohingya

Sementara itu, Bangladesh telah berkomunikasi dengan Myanmar pada Minggu, 2 Desember 2018 lalu untuk menekankan kembali syarat-syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan rencana pemulangan (repatriasi) pengungai Rohingya dari kamp penampungan di Bangladesh.

Dhaka meminta Yangon untuk memfasilitasi kembalinya orang-orang yang teraniaya itu ke Rakhine secara aman, sukarela, dan bermartabat, kata para diplomat Bangladesh yang berbicara dalam syarat anonimitas kepada Dhaka Tribune.

Diplomat itu melansir sebuah komunikasi diplomatik antara kedua pemerintah, yang baru-baru ini telah dikirim oleh Bangladesh ke Myanmar, berisi isu-isu yang akan dibahas dalam waktu mendatang.

Ini merupakan komunikasi resmi pertama antara kedua pemerintah setelah upaya gagal untuk memulai pemulangan pada 15 November 2018, kata para diplomat itu.

"Ya, setelah upaya yang gagal, kami telah mengirim catatan kepada pemerintah Myanmar untuk mengatasi masalah yang terkait repatriasi Rohingya," kata seorang diplomat senior Bangladesh di Yangon, Myanmar kepada koresponden Dhaka Tribune melalui telepon.

Ketika ditanya tentang konten komunikasi itu, diplomat Bangladesh itu mengatakan, "Semua aspek mengenai Rohingya, terutama keselamatan dan keamanan yang dapat diverifikasi sebagai syarat jangka pendek, dan kewarganegaraan sebagai syarat jangka panjang," ujarnya menyebut catatan itu.

"Mari kita lihat apa yang mereka hasilkan," kata diplomat itu.

Ketika dihubungi oleh Dhaka Tribune terkait laporan itu, Duta Besar Bangladesh untuk Myanmar Manjurul Karim Khan Chowdhury mengatakan: "Kami selalu ingin terlibat dengan Myanmar, komunitas internasional, dan Rohingya."

Sementara itu, seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengatakan, "Kami baru saja memberitahu apa yang perlu dilakukan oleh pihak di sisi lain perbatasan (Myanmar) tentang apa yang perlu dilakukan untuk memulai repatriasi tanpa masalah."

"Kami tengah menunggu balasan (dari Myanmar)," ujar pejabat tersebut yang kemudian menambahkan, "Tapi, menepati janji tidak pernah jadi kelebihan Myanmar."

Sesuai dengan keputusan yang diambil oleh kelompok kerja bersama Bangladesh-Myanmar mengenai repatriasi pada 30 Oktober 2018 di Dhaka, pemulangan ratusan ribu etnis Rohingya dari kamp pengungsian di Cox's Bazaar, Bangladesh, ke Rakhine, Myanmar, seharusnya dimulai pada 15 November 2018.

Tapi, repatriasi itu tidak dapat dilanjutkan karena keengganan para Rohingya, yang percaya bahwa kondisi di Rakhine tidak menguntungkan untuk kepulangan mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.