Sukses

Demi Pembicaraan Nuklir Korut, AS dan Korsel Kurangi Latihan Militer Bersama

Pemerintah AS dan Korsel sepakat menunda kembali latihan militer guna memfasilitasi pembicaraan nuklir dengan Korea Utara.

Liputan6.com, Seoul - Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan sepakat mengurangi latihan militer bersama, yang tadinya dijadwalkan berlangsung pada musim semi 2019.

Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, mengatakan pada Rabu 21 November, bahwa keputusan itu diambil guna memfasilitasi pembicaraan nuklir dengan Korea Utara.

"Foal Eagle (nama latihan perang AS-Korsel pada pertengahan 2018) telah direorganisasi sedikit agar tetap pada tingkat yang tidak membahayakan diplomasi," kata Mattis, menambahkan pengurangan itu termasuk pada ruang lingkup.

Dikutip dari The Guardian pada Kamis (22/11/2018), pasukan AS dan Korsel telah melakukan latihan militer bersama selama bertahun-tahun. Bentuk kegiatannta pun telah diatur secara rutin, mulai dari simulasi pendaratan di pntai hingga tentang pertahanan terhadap invasi dari Utara.

Bahkan, dalam latihan yang terakhir disebut, pasukan militer kedua negara konon dibuatkan skenario pemenggalan kepala yang menargetkan rezim Korea Utara.

Setelah terus menerus mendapat protes dari Pyongyang, latihan militer sempat dihentikan beberapa waktu, menyusul pemulihan hubungan diplomasi antara Korea Utara dan AS.

Mencairnya ketegangan kedua negara memuncak dalam pertemuan bersejarah di Singapura pada bulan Juni, di mana Kim Jong-un dan Donald Trump menandatangani dokumen samar-samar tentang denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea.

Sejak itu, AS dan Korsel telah menangguhkan sebagian besar latihan gabungan utama mereka, termasuk rencana simulasi bertajuk Ulchi Freedom Guardian pada bulan Agustus, dan pelatihan angkatan udara Vigilant Ace, yang dijadwalkan berlangsung bulan depan.

Pada September lalu, calon yang kemudian menjadi kepala pasukan perdamaian AS dan PBB di Korea Selatan, Jenderal Robert Abrams, mengatakan jeda dalam latihan perang merupakan "risiko yang bijaksana" untuk membantu memfasilitasi cita-cita denuklirisasi penuh.

"Tapi pasti ada penurunan kesiapan pasukan, untuk melakukan operasi gabungan," kata Jenderal Abrams kepada komite layanan bersenjata pada sebuah sidang konfirmasi di Senat, belum lama ini.

Ia juga mengingatkan bahwa penangguhan latihan militer secara terus menerus, beriisko mengurangi kesiapan dan kemampuan pasukan gabungan dalam menghadapi ancaman di masa depan, terutama yang terkait dengan bahaya nuklir.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Korea Utara Hancurkan Pos Militer di Perbatasan

Sementara itu, Korea Utara dilaporkan telah menghancurkan sejumlah instalasi militernya sendiri yang terletak di dekat perbatasan Korea Selatan. Penghancuran itu merupakan bagian dari kesepakatan kedua negara untuk meredakan ketegangan militer di perbatasan dan secara luas, di kawasan Semenanjung Korea.

Pada 20 November 2018, sekitar pukul 15.00 sore waktu setempat --zona waktu yang baru-baru ini selaras dengan Korsel sebagai bagian dari upaya perdamaian yang sedang berlangsung-- Korea Utara meledakkan 10 pos penjagaan di dekat zona demiliterisasi yang membagi kedua negara, kata Kementerian Pertahanan Korea Selatan, seperti dikutip dari Newsweek.

Pyongyang dikatakan telah memberi tahu Seoul sebelum penghancuran itu, guna menyusul pembongkaran pos penjaga Korea Selatan awal pekan ini.

Itu merupakan tindak lanjut atas kesepakatan yang dibuat pemimpin kedua negara dalam pertemuan pada September 2018 lalu, di mana Pemimpin Kim Jong-un dan Presiden Moon Jae-in sepakat untuk melakukan perlucutan senjata dan pos militer di zona demiliterisasi.

Berdasarkan tindak lanjut kesepakatan pada akhir Oktober 2018, Korea Utara dan Selatan setuju untuk menghapus 10 pos dan mempertahankan satu di kedua sisi perbatasan. Mereka juga menarik pasukan dan peralatan dari pos-pos tersebut.

Korea Selatan memiliki sekitar 60 pos seperti itu di sepanjang perbatasan sementara Korea Utara memiliki sekitar 160, kata kantor berita Korsel Yonhap.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.