Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Incest, Pesta Pora...Ini Fakta Kaisar 'Gila' Caligula dan Nero

Caligula dan Nero sama-sama naik takhta saat berusia masih sangat muda. Mereka lalu terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, dan dibunuh.

Liputan6.com, New York - Dua orang kaisar paling terkenal Romawi, Caligula dan Nero sama-sama naik takhta saat berusia masih sangat muda. Kemudian mereka terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, dan kemudian mati karena dibunuh. Setidaknya, begitulah menurut cerita populer.

Mereka masih punya kesamaan lain. Nero dan Caligula sama-sama memiliki kesombongan yang menyebalkan bagi kalangan elite Romawi -- yang akhirnya menuliskan nama mereka dalam sejarah.

Dua kaisar itu memang bengis, tapi apakah mereka "gila" termasuk soal seks? Seperti dikutip dari listverse.com pada Kamis (11/8/2016), berikut ini adalah 9 kesalahpahaman tentang dua kaisar tersebut:

1. Caligula Membuat Bangkrut Romawi

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Kaisar Caligula gemar menghamburkan anggaran Romawi selama 4 tahun kekuasaannya (dari 37 hingga 41 M).

Seperti lazimnya kaum pria usia 20-an, sesekali ia menyenangi pesta-pesta. Memang benar terjadi peningkatan pertandingan, festival, dan sirkus, sehingga ada sejumlah laporan kala itu yang menyebut Caligula membuat bangkrut salah satu kekaisaran paling kaya pada zamannua. Tapi, sejumlah bukti yang lebih adil bercerita lain.

Hingga saat akhir kekuasaannya, pemerintahan Caligula mencetak koin emas dan perak dalam jumlah sangat besar. Bahkan, tak lama setelah ia meninggal, Claudius yang menggantikannya telah memulai proyek-proyek dan pembiayaan sosial yang tidak mungkin dilakukan tanpa sisa kekayaan negara yang diwariskan oleh Caligula.

Claudius membangun akuaduk (saluran air), memulai pelabuhan buatan di Ostia, menduduki Inggris, dan melanjutkan pertarungan dan pertunjukan para gladiator.

Semua dilakukan tanpa menaikkan pajak dan setelah membayar sumbangan besar kepada para prajurit. Jadi sangat mungkin kalau semua ini dibiayai dari penambahan harta negara pada masa Caligula.

2. Nero Membunuh Ibunya Sendiri

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Benar, tapi kisah ini lain konteksnya dengan masa kini. Bagi kita sekarang, "ibu" adalah wanita yang melahirkan, sosok baik hati yang merawat kita tanpa pamrih. 

Bagi Nero, ibunya yang dikenal sebagai Agrippina Muda, adalah wanita yang menikahi pamannya sendiri, bersekongkol melawan keluarganya, dan tega membunuh demi mencapai tujuan memuluskan jalan menuju takhta bagi putranya yang akan dikendalikannya.

Nero naik takhta pada saat masih berusia 16 tahun dan Agrippina bisa saja memerintah melalui pengaruhnya pada Nero seandainya tidak ada filsuf tegas bernama Seneca yang menjadi penasehat terkenal bagi Nero.

Karena pengaruh filsuf itu, tahun pertama pemerintahan Nero diwarnai keputusan yang masuk akal dan bijak. Karena kalah kuat, Agrippina menjadi geram dan berkomplot melawan putranya sendiri.

Untuk merendahkan Nero di mata para prajurit dan rakyat jelata, Agrippina mengaku memiliki cinta sedarah dengan anaknya itu.

Campur tangan ibunya dalam urusan pribadi dan jabatan Nero terbukti berdampak buruk.

Karena itu, bahkan Seneca yang rasional pun bisa setuju untuk menyingkirkan Agrippina. Lalu diupayakanlah melakukan pembunuhan yang pura-pura sebagai kecelakaan. Seorang anggota pasukan melakukan perintah terencana Nero untuk menghabisi perempuan itu dengan pedang.

3. Caligula Menarik Pajak Mencekik dari Rakyat

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Melihat pengalaman Claudius yang menjadi penerus Caligula, bisa kita duga Caligula mewariskan harta negara dalam keadaan baik. Tapi, muncullah tuduhan penarikan pajak yang mencekik.

Kaum arisitokrat, misalnya Suetonius, menuliskan beberapa dekade setelah kekuasaan Caligula, bahwa pajak yang diterapkan menjadi beban berat bagi rakyat jelata Romawi. Tapi kenyataannya mungkin sekali berbeda.

Caligula malah sebenarnya paling populer di mata warga jelata. Keberaniannya mendapat hati bagi kebanyakan warga, kecuali di kalangan senator -- sebagai kelompok yang dikenai pajak.

Kelompok itulah yang menuliskan buku-buku pembentuk pandangan kita sekarang tentang Romawi Kuno. Hal ini menjelaskan beberapa hal yang tidak konsisten, misalnya tentang tuntutan rakyat untuk penyidikan atas pembunuhan Caligula -- bukannya malah bersenang-senang atas wafatnya Sang Kaisar.

Caligula melakukan segala upaya untuk mendengarkan pendapat umum, demikian juga halnya dengan urusan pajak yang sedang-sedang saja. Bahkan ada beberapa kebijakan pajak yang kemudian dijadikan peraturan menetap oleh para penerusnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kebakaran Besar, Incest, dan Penyesahan

4. Nero Bernyanyi dan Menari ketika Roma Terbakar

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Pertama-tama, tidak mungkin Nero memainkan alat musik yang belum ada pada saat itu. Lebih daripada itu, ia kemungkinan tidak berada di Roma ketika kota sedang terbakar hebat.

Sejumlah kesaksian pada masa itu tidak sepakat tentang apakah Nero memang bernyanyi. Yang kita tahu, kaisar penggemar teater ini mungkin mencoba berduka melalui nyanyian, bukan pidato.

Teori ini masuk akal ketika kita mengamati bahwa, setelah kembali ke kota, Nero menggerakkan upaya bantuan besar-besaran dan menetapkan peraturan ketat tentang bangunan untuk mencegah terulangnya kebakaran selama seminggu lamanya di Roma.

Nero menugaskan beberapa pekerjaan publik dengan maksud memulihkan Roma. Bahkan ahli sejarah bernama Tacitus, musuh besar Nero -- mengakui bahwa Roma yang baru merupakan perbaikan dari yang sebelumnya.

Memang benar, istana mewah Nero yang segera dibangunnya setelah kebakaran membayangi kebaikan dan bantuan yang telah diupayakannya. Seandainya ia membangun di tempat lain atau pada waktu lain, mungkin ia bisa lolos dari banjir celaan dan kemarahan.

5. Caligula Bersetubuh dengan Saudara Perempuannya

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Dalam pandangan modern, hubugan yang intim antara Caligula dengan saudara perempuannya seakan menjadi bukti kebejatannya. Tapi, beberapa bagian dunia purba berjalan menurut kebiasaan sosial yang berbeda. Apalagi di kalangan ningrat.

Kekaisaran Roma dan Caligula sendiri masih muda. Romawi masih tidak mengenal hukum absolutis dan Caligula tidak mempunyai teladan sebelumnya.

Ada bukti kuat yang mengisyaratkan bahwa kaisar muda itu sangat dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Helenistik dan Timur Dekat dengan kelaziman aturan absolutis mereka dan garis keturunan biasanya dipertahankan melalui pernikahan sedarah (incest).

Sebagian dari daya tarik Caligula merujuk kepada garis keturunan Julian. Tentu saja Caligula merupakan seorang petualang seksual, tapi hubungannya dengan saudara perempuannya dimotivasi antara lain oleh upayanya menjaga kemurnian garis keturunan Julian dan untuk mendapatkan keturunan yang tidak perlu dipertanyakan asal usulnya.

Betul, "pengaruh Timur" ini seakan menyinggung perasaan warga Roma. Caligula sadar akan hal itu, tapi bersikeras meneruskan kemauannya dengan membangun patung-patung saudara perempuannya.

6. Nero Menyesah Warga Kristen

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Sebelum kita menuduh Nero sebagai pembunuh haus darah, perlu disadari bahwa ia memulai kekuasaannya dengan melarang hukuman mati. Ia bahkan tidak membunuhi para senator--suatu hal yang dianggap sangat tidak lazim di masa itu.

Tidak seperti para pendahulunya, Nero tidak menggunakan taktik intimidasi semisal pengadilan dan hukuman mati rahasia. Perlawanan terhadapnya biasa diabaikannya.

Tapi, setelah Kebakaran Besar, semuanya berubah. Untuk meningkatkan penerimaan dirinya, Nero membidik pergerakan Kristen yagn merebak sebagai kambing hitam. Bagi warga Romawi, pergerakan Kristen hanyalah suatu bidah, yaitu kultus pengkhianatan yang melanggar sejumlah peraturan Romawi.

Warga Romawi mencurigai agama apapun yang lain daripada yang telah disetujui negara. Mereka dengan mudh melihat orang-orang Kristen sebagai ancaman kepada negara. Penyesahan yang dilakukan memang kejam, tapi bukan tanpa sebab. Lagipula, sifatnya lebih seperti manuver politik, bukan kegilaan.

3 dari 3 halaman

Janji Menangkat Seekor Kuda Sebagai Penasehat

7. Caligula Menjadikan Kuda Sebagai Penasehat

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Hal ini termasuk salah satu yang paling terkenal tentang Caligula, dan mungkin sekali memang benar adanya. Tapi, Caligula tidak mengangkat kudanya sebagai penasehat karena gila.

Ia meluapkan kekesalannya terhadap para senator yang terus-menerus menyusahkannya seakan-akan mereka hanya secerdas seekor kuda.

Padahal, seperti sudah pernah disangkal dalam beberapa laporan, kuda Caligula tidak pernah benar-benar menjadi penasehat.

Banyak cendekiawan berpendapat bahwa Caligula berjanji mengangkat kuda itu ke jabatan tertinggi dalam pemerintahan sebagai bentuk guyonan sinis.

Roma, terutama kelompok aristokrasinya, gemar berpura-pura seakan negara itu bukan absolutis dan mereka bertindak-tanduk seperti masih dalam pemerintahan republik lama. Seperti disebut sebelumnya, Caligula unjuk gigi sejak awal.

Sejumlah sumber menjelaskan Caligula memiliki selera humor yang agak kejam dan menghina, tapi begitulah rata-rata seorang yang masih berusia 24 tahun.

Ketika Caligula berjanji mengangkat kudanya menjadi penasehat, bisa dibilang ia memperingatkan para penulis biografinya di masa depan bahea karir, posisi sosial, dan keberadaan mereka tidak ada artinya dan bergantung sepenuhnya kepada kemauan sang kaisar. Bisa diduga, tidak banyak yang sanggup tertawa melihat guyonannya ini.

8. Kegilaan Nero Menjadi Kejatuhannya

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Kisah yang beredar mengatakan bahwa kegilaan Nero membuat Romawi dikucilkan. Pasukannya mendukung Galba, seorang jenderal, yang memaksa Nero hengkang dari kota hingga ia kemudian bunuh diri.

Benar, Nero memang melakukan beberapa perilaku bengis dan tidak biasa menjelang akhir kekuasaannya, tapi tidak sampai berdampak kepada dukungan tentara.

Kejatuhan Nero terutama berasal dari kenyataan bahwa ia adalah penguasa yang lemah dan pengecut. Nero melarikan diri dari Roma pada 68 M hanya karena mendengar adanya pemberontakan provinsi. Walaupun kaisarnya pengecut, pasukan legion membasmi pemberontakan itu dan tetap setia karena tidak ada pilihan lain.

Pada awalnya, jenderal Galba itulah yang dinyatakan sebagai musuh masyarakat. Baru setelah Nero melarikan diri dan meninggalkan kedudukannya, Senat menyatakan Nero sebagai musuh masyarakat dan mengangkat Galba menjadi kaisar.

Ketika Nero bunuh diri di luar kota, mantan kaisar itu benar-benar terlupakan. Senat, Pengawal Praetoria, dan warga sudah mengabaikannya.

9. Beberapa Sumber Mengutuk Kaisar

Caligula dan Nero sama-sama naik tahta saat berusia masih sangat muda, menjadi semakin terpuruk, kehilangan dukungan rakyat, lalu dibunuh. (Sumber listverse.com)

Sumber-sumber di masa itu membuat berbagai pengakuan dan catatan yang menyintas memberikan gambaran suram kekuasaan Caligula dan Nero. Masalah muncul ketika hanya menggunakan sumber-sumber tertulis untuk menilai kekuasaan dan karakter seorang kaisar.

Tidak berlama-lama setelah kaisar mangkat, penerusnya perlu mereka-reka narasi tentang kekuasaan pendahulunya. Jika pendahulunya bengis, tidak heran kalau mereka meninggal terlalu dini.

Para kaisar penerusnya perlu membedakan diri dari mereka yang tewas mengenaskan sehingga menjadi alasan sikap bermusuhan yang dikisahkan oleh sumber-sumber tadi.

Menggambarkan secara tepat memang sulit ketika tulisan-tulisan pertamanya menggunakan kata "gila" untuk menjelaskan seseorang yang bersifat tirani.

Misalnya, Caligula menjelaskan ambisi dan sifat megalomania Caligula sebagai kegilaan. Padahal, Seneca menyebut Alexander Agung juga demikian.

Masalah terbesar di sini adalah karena sumber-seumber yang menyintas hanya konsisten untuk memusuhi dan jarang yang ditulis ketika Caligula atau Nero masih hidup. Sejumlah kisah dituliskan ratusan tahun setelah kematian para kaisar itu sendiri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.