Liputan6.com, Jakarta - Satelit asal Indonesia Lapan A2/Orari dan A3/IPB telah berhasil diluncurkan ke angkasa luar, yakni pada 2015 dan 2016. Namun, kedua satelit itu harus 'digendong' oleh roket India.
Hal tersebut alhasil menimbulkan pertanyaan, mengapa Indonesia tak mampu meluncurkan satelit dengan roketnya sendiri?
Senada dengan hal tersebut, dalam sebuah sesi tanya jawab dalam kegiatan pencanangan "Malam Langit Gelap" di Kantor Pusat Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), terdapat sebuah pertanyaan yang menyayangkan mengapa teknologi antariksa Indonesia kalah jauh dengan India -- yang bahkan telah mengirim satelit ke Mars dengan biaya murah, di bawah dana pembuatan film 'Gravity'.
Padahal, kondisi Indonesia dan India dinilai tak berbeda jauh dari segi perkembangannya. Di negara itu pun konflik kerap terjadi dan angka kemiskinan masih tergolong tinggi.
Menjawab pertanyaan tersebut, Kepala Lapan Thomas Djamaluddin pun menjelaskan bahwa India sudah memiliki komitmen untuk mengembangkan teknologi antariksa, bahkan salah seorang pakar roketnya menjadi presiden.
"Walaupun dalam kondisi konflik dan memiliki banyak penduduk, sudah ada komitmen politik dari pemerintah," ujar Thomas.
"Mereka menunjukkan kepada masyarakat bahwa teknologi antariksa telah membantu banyak masalah di sana terkait dengan kebencanaan. Sebelumnya topan tropis di sana memakan banyak korban, tapi dengan teknologi antariksa, mitigasi bencana dapat dilakukan," imbuhnya.
Menurut pemaparan Thomas, tak hanya Indonesia, pakar dari Barat pun turut mempertanyakan mengapa India sampai mengirim pesawat tak berawak ke Bulan dan Planet Merah, mengingat kondisi ekonominya yang tak sebanding dengan negara maju.
Namun India menjawab, teknologi keantariksaan dinilai dapat digunakan untuk menggugah kebanggaan nasional yang bisa menggerakkan masyarakat. Mengandalkan kreativitas di tengah keterbatasan, teknologi yang mereka buat pun lebih murah dibanding Barat.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Berdasarkan pengakuan Thomas, Lapan sebenarnya ingin membangun kebanggaan masyarakat dengan meluncurkan Satelit Lapan A2 dan A3. Namun menurutnya Indonesia kurang kompak untuk memajukan ketertinggalan itu.
"Ada beberapa keterbatasan secara politik, anggaran, dukungan untuk keantariksaan yang high tech, high cost, dan high risk," ungkapnya.
Advertisement
Empat Besar di Mars
India menempatkan satelit di orbit sekitar Mars pada Rabu 24 September 2014 pukul 07.41 waktu setempat. Menjadi yang keempat yang berhasil menjelajah Planet Merah -- setelah Amerika Serikat, Eropa, dan Uni Soviet.
Â
Satelit robotik Mangalyaan -- yang nama resminya Mars Orbiter Mission (MOM) -- akan memulai melakukan tugasnya mempelajari atmosfer Mars.
Mangalyaan adalah bahasa Sansekerta untuk 'pesawat Mars'.
Awalnya, cemas melanda pusat pengendali misi menanti kabar nasib Mangalyaan. Tepuk tangan dan sorakan pun pecah, air mata mengalir, saat muncul kabar bahwa satelit tersebut memasuki orbit Mars.
Perdana Menteri India, Narendra Modi mengatakan, negaranya telah mencapai sesuatu yang 'nyaris mustahil': mencapai Mars pada upayanya yang pertama.
"Banyak rintangan menghadang kita. Dari 51 misi yang dilakukan di dunia, hanya 21 di antaranya yang sukses. Dan kita telah membuktikan...," kata PMÂ India di pusat kontrol misi di Bangalore. Â Â Â